EDITORIAL

(Masih) Takut Pada Hantu Komunis

"Lima korban penyerangan kelompok Front Anti Komunis Indonesia (FAKI) kemarin di Yogyakarta meminta perlindungan Polisi. Mereka mengaku masih takut bakal kembali jadi sasaran pemukulan."

KBR68H

(Masih) Takut Pada Hantu Komunis
komunis, faki, pki, lbh

Lima korban penyerangan kelompok Front Anti Komunis Indonesia (FAKI) kemarin di Yogyakarta meminta perlindungan Polisi. Mereka mengaku masih takut bakal kembali jadi sasaran pemukulan.

Sehari sebelumnya, para peserta silaturahmi bekas korban 1965 ini jadi sasaran pemukulan dan penyerangan oleh FAKI, di Sleman, Yogyakarta. FAKI menyerang lantaran mengira acara ini membahas soal komunisme. Padahal menurut panitia, acara ini hanya membahas soal pemberdayaan ekonomi keluarga, di antaranya dengan membuat pupuk organik.

Front Anti Komunis Indonesia mengaku bertanggung jawab atas penyerangan tersebut. Bahkan kelompok ini tak ragu menduduki gedung LBH Yogyakarta demi menghalangi korban peristiwa 65 mendatangi kantor tersebut. Di pintu masuk sampai dipasang tulisan “PKI Dilarang Masuk”.

Sebetulnya agak ironis juga permintaan para korban ini. Sebab polisi juga lah yang tak melindungi acara silaturahmi tersebut. LBH Yogya mengatakan, saat serangan terjadi, sejumlah aparat keamanan ada di lokasi. Dan polisi tak melakukan apa pun, bahkan ketika ada sejumlah orang yang dianiaya: ada yang pecah bibirnya, matanya memar, pelipisnya luka. Polisi justru menyuruh mereka pulang ke rumah masing-masing ketika ada korban yang meminta pengobatan.

Penyerangan seperti ini membuat hati miris dan kecut. Apalagi ini terjadi hanya sehari sebelum negeri ini merayakan Sumpah Pemuda – ketika berbangsa satu, bangsa Indonesia adalah sebuah kebanggaan. Sudah begitu sering kita mendengar FPI menyerang kelompok minoritas macam Ahmadiyah atau kelompok Kristen. Apakah kini harus ada lagi FAKI yang menyerang mereka yang dianggap komunis? Sebegitu hinanya kah menjadi berbeda di negeri ini?

Sampai saat ini Indonesia masih memberlakukan TAP MPRS No 25 tahun 1966 yang melarang berdirinya Partai Komunis Indonesia, serta melarang kegiatan yang menyebarkan paham komunis, marxisme dan leninisme. Juga ada Undang-undang No 27 tahun 1999 yang melarang penyebaran dan pengembangan ajaran komunisme, marxisme dan leninisme. Ancaman hukumannya adalah penjara 12 tahun. Keberadaan dua aturan ini adalah alarm tanda bahaya bagi demokrasi di negeri ini. Aturan ini dengan sangat mudah bisa dipakai untuk “menggebuk” mereka yang dianggap komunis dan sejenisnya.

Tapi untuk kasus yang terjadi di Sleman, serangan terjadi hanya karena orang-orang yang berkumpul adalah mereka yang punya kaitan dengan peristiwa 1965. Lantas serta merta dianggap pasti bicara soal komunisme. Padahal mereka yang terkait atau dikait-kaitkan dengan peristiwa 1965 itu sangat mungkin adalah korban. Dengan KTP yang bertanda khusus, mereka bakal kesulitan melanjutkan hidup mereka. Kesulitan dapat pendidikan, mencari pekerjaan, mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Harus seberapa lama mereka dihukum atas kesalahan yang bisa jadi tidak mereka lakukan?

Belakangan ini frase “Mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia” seperti tercantum dalam Sumpah Pemuda sepertinya berat sekali diucapkan. Betapa “berbangsa satu” itu sungguh mahal dan berat perjuangannya di negeri ini.

Padahal berbeda adalah keniscayaan dan bersatu adalah sebuah proses panjang. Dan proses itu tak semestinya dinodai dengan kekerasan. 

  • komunis
  • faki
  • pki
  • lbh

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!