Article Image

BERITA

Kiprah Posyandu Khusus ODHA, Makin Relevan di Masa Pandemi

Kegiatan Posyandu Bougenvile di Tembilahan Kota, Indragiri Hilir, Riau di masa pandemi. Ini merupakan posyandu khusus ODHA pertama di Indonesia. FOTO:Elvi/KBR

Pengantar:

Pandemi Covid-19 makin mempersulit penanganan kelompok rentan seperti Orang dengan HIV AIDS (ODHA). Layanan kesehatan, konseling hingga distribusi obat Antiretroviral (ARV) terancam terhambat kebijakan pembatasan. Namun, di Tembilahan Kota, Indragiri Hilir, Riau, beragam persoalan ini bisa diantisipasi lewat keberadaan Posyandu Bougenvile. Jurnalis KBR Elvidayanty Darkasih melihat dari dekat aktivitas posyandu ODHA pertama di Indonesia itu.

KBR, Riau - Hujan mengguyur sejak pagi di Posyandu Bougenvile, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Sebanyak 12 peserta tengah duduk mengantre untuk mendapat layanan. Mereka adalah Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Posyandu Bougenvile yang didirikan sejak 2017 silam, memang khusus melayani ODHA. Lokasinya berada di kompleks Puskesmas Tembilahan Kota. Pemisahan ini agar ODHA merasa nyaman saat mengakses layanan, kata Kepala Puskesmas Tembilahan Kota, Dwi Agustina Fajarwati.

“Awalnya, ODHA ini bercampur dengan pasien-pasien umum. Kunjungan di Puskesmas Tembilahan Kota ini cukup ramai. Sehari ada 100 orang, sehingga ODHA merasa kurang nyaman karena bergabung dengan pasien-pasien yang lain. Dari sinilah awal mula kita membentuk Posyandu Bougenvile," kata Dwi.

ODHA mengantre layanan di Posyandu Bougenvile. (FOTO: KBR/Elvidayanty)

Maryam, salah satu ODHA, mengaku terbantu dengan keberadaan Posyandu Bougenvile. Perempuan berusia 40 tahun ini bersama ODHA lain mendapat layanan saban tanggal 10 tiap bulan.

“Kalau di rumah sakit umum antre. Kalau kita mau cepat, yang lain tidak tahu kalau kita pasien HIV. Jadi nanti yang lain bisa cemburu sosial. Kenapa yang ini dicepatkan? Kalo di sini kan kita langsung ke belakang, jadi langsung dapat obat. Paling-paling antrenya sesama ODHA saja,” ujar Maryam.

Selain pengobatan, ODHA juga bisa ikut sesi konseling dan terapi kelompok dukungan (support group). Para pendamping ODHA juga lebih mudah memberikan layanan dengan keberadaan Posyandu Bougenvile. Contohnya, Dino dari Yayasan Puri Indragiri.

“Sebelum ada posyandu, ODHA datangnya satu per satu. Misalnya, hari ini satu, besok dua, besoknya tiga. Setelah ada posyandu kita bisa berembug di situ, saling curhat, konselingnya sekalian di situ. Misalnya yang hadir hari itu 20 orang. Untuk sisanya tidak banyak lagi yang kita bantu di hari lain," kisah Dino.

Dino, pendamping ODHA dari Yayasan Puri Indragiri. (FOTO: KBR/Elvidayanty)

Terdampak pembatasan

Sejak beberapa pekan terakhir, Posyandu ditutup sementara, lantaran lonjakan kasus Covid-19. Petugas akhirnya memberikan layanan untuk ODHA dari rumah ke rumah. Seperti yang dilakukan Mika Milin saat mengunjungi Sukri, ODHA penderita epilepsi.

“Dia (Sukri) juga memang susah, tidak mampu, kemudian keterbatasan dia tidak punya kendaraan ke sini. Jauh betul tidak lah, masih bisa dijangkau. Kalau naik motor, 15 menit,” kata Mika Milin.

Mika Milin, petugas Posyandu Bougenvile mengunjungi ODHA dari rumah ke rumah saat posyandu ditutup karena pembatasan.( FOTO: KBR/Elvidayanty)

Pandemi menambah daftar tantangan yang menyulitkan penanganan ODHA di Indragiri Hilir. Apalagi, kata Kepala Puskesmas Tembilahan Kota, Dwi Agustina Fajarwati, ODHA yang aktif menjadi peserta posyandu tak sampai 10 persen.

“(Tantangan) pertama kita belum ada sarana prasarana terkait bangunan khusus untuk Posyandu Bougenvile ini. Jadi, sementara kita laksanakan di UPT Puskesmas Tembilahan. Terus, kedua dari ODHA-nya sendiri. Karena ODHA ini cukup banyak sebenarnya di Indragiri Hilir. Ada 400-an. Tapi yang bergabung ke posyandu masih kisaran puluhan,” tutur Dwi.

Kepala Puskesmas Tembilahan Kota, Indragiri Hilir, Riau, Dwi Agustina Fajarwati. (FOTO: KBR/Elvidayanty)

Pendamping ODHA dari Yayasan zPuri Indragiri, Dino menyebut kepatuhan ODHA mengkonsumsi obat Antiretroviral (ARV) juga masih jadi persoalan. Padahal, konsumsi rutin ARV sangat krusial bagi ODHA untuk bertahan hidup.

“Terkadang mereka mengeluhkan efek samping ARV. Dengan keluhan ini kadang mereka ingin memutuskan obat, yang pernah buang obat, sudah diambil tapi tidak diminumnya. Jadi, kita harus rutin ke rumahnya juga, home visit, untuk melihat jumlah obatnya, benar nggak diminumnya,” ujar Dino.

Berbagai kendala tersebut juga dialami ODHA di kecamatan lain di Indragiri Hilir. Namun, ODHA di Tembilahan Kota terbantu dengan adanya Posyandu Bougenvile. Menurut Kepala Puskesmas Tembilahan Kota, Dwi Agustina Fajarwati, inisiatif tersebut mestinya bisa ditularkan ke kecamatan lain.

“Kalau kita, posyandu ODHA ini baru satu-satunya, tidak hanya di Tembilahan ini, tapi di Indonesia kita baru satu ini. Jadi, mudah-mudahan dengan adanya posyandu ODHA yang ada di puskesmas Tembilahan Kota, bisa menjadi momen untuk teman-teman yang lain," kata Dwi.

Kepala Dinas Kesehatan Indragiri Hilir, Riau, Afrizal Darmawan. (FOTO: KBR/Elvidayanty)

Gagasan ini diamini Kepala Dinas Kesehatan Indragiri Hilir, Afrizal Darmawan. Ia bakal mengupayakan agar inovasi Tembilahan Kota untuk ODHA bisa ditiru kecamatan lain.

“Saya rasa mungkin ini perlu kita kembangkan, karena seperti yang tadi kasus kita lumayan banyak, sekitar 400-an lebih. Saya rasa puskesmas lain juga aktif, cuma mereka belum optimal. Kemungkinan akan kita kembangkan untuk posyandu ini menjadi model juga di puskesmas di kecamatan yang ada di Indragiri Hilir,” kata Afrizal.

Penulis: Elvidayanty Darkasih

Editor: Ninik Yuniati