NASIONAL

Polemik RUU PPRT, Belasan Tahun Ditunda

"RUU itu merupakan usulan inisiatif DPR, dan tahun ini masuk dalam daftar RUU prioritas."

Wahyu Setiawan, Siti Sadida Hafsyah, Heru Haetami, Shafira Aurelia

Polemik RUU PPRT, Belasan Tahun Tertunda
Ilustrasi: Aksi Payung Duka Seribu Ibu-Ibu PRT di Taman Aspirasi Monas, Jakarta, Rabu (21/12/22). (Antara/Aprillio Akbar)

KBR, Jakarta- Pemerintah mengeklaim terus mendukung percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Komitmen itu disampaikan Asisten Deputi bidang Peningkatan Partisipasi Keluarga di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kemen-PPPA, Prijadi Santoso merespons RUU PPRT yang sudah lebih dari 19 tahun mangkrak. 

RUU itu merupakan usulan inisiatif DPR, dan tahun ini masuk dalam daftar RUU prioritas.

Kata dia, Kemen-PPPA akan terus berkoordinasi dengan DPR untuk mempercepat pembahasan RUU tersebut.

"Tentu kami akan komunikasikan kembali. Moga-moga, supaya kita menjadi lebih bisa sama. Terus juga dari DPR-nya itu juga bisa berkomunikasi. Kami harapkan memang seperti itu, ya. Segera dilakukan pembahasan-pembahasan. Jadi, enggak cuma wacana-wacana begini. Kalau DPR dengan pemerintah segera sepakat kan tentu segera menjadi sah," kata Prijadi saat dihubungi KBR, Rabu, (08/03/23).

Prijadi Santoso mengaku pemerintah belum mendapat draf terbaru RUU PPRT. Meski begitu, dia mengeklaim Kemen-PPPA sudah menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) supaya pembahasan bisa lebih cepat.

Upaya ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo pada pertengahan Januari lalu. Saat itu, Jokowi menegaskan komitmen dan upaya keras pemerintah untuk melindungi pekerja rumah tangga. Kepala negara memerintahkan jajaran terkait mempercepat pengesahan RUU PPRT.

Kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga

Sebelumnya, Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan Komnas Perempuan menyoroti maraknya praktik kekerasan yang dialami perempuan pekerja rumah tangga. Itu disampaikan Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, dalam rangka peringatan Hari Perempuan Internasional 2023, 8 Maret.

Andy mengatakan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga tidak cukup hanya lewat Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).

"Hal ini juga menjelaskan mengapa kehadiran Undang-Undang PKDRT saja, tidak cukup untuk melindungi pekerja rumah tangga. Dan karena itu kita membutuhkan payung hukum yang terpisah untuk menegaskan pengakuan dan jaminan pelindungan bagi pekerja rumah tangga," kata Andy dalam rilis Catatan Tahunan Komnas Perempuan, Selasa, (7/3/2023).

Dari laporan tahunan, Komnas Perempuan mencatat ada 58 kekerasan yang dilakukan majikan terhadap perempuan di tempat kerja selama 2022. Jumlah itu menempati posisi empat teratas dalam aduan masyarakat terkait kekerasan di ranah publik.

Kata Andy, data tersebut harus menjadi acuan DPR dan pemerintah untuk mendorong percepatan pengesahan RUU PPRT.

Mandek di Meja Ketua DPR?

Sementara itu, Ketua Panja RUU PPRT Willy Aditya menyebut pembahasan RUU itu mandek di meja Ketua DPR Puan Maharani. Dia mempertanyakan sikap pimpinan DPR yang terkesan tak kunjung meloloskan RUU PPRT. Dia mengeklaim sudah tiga kali bersurat ke pimpinan DPR agar RUU itu segera dibawa ke paripurna.

Terlepas dari itu, Willy yakin RUU itu akan lolos ke paripurna untuk disahkan menjadi usulan inisiatif DPR. Pasalnya, sudah ada tujuh fraksi di parlemen yang mendukung. Dua fraksi lain, PDI Perjuangan dan Golkar, disebut-sebut belum sepakat.

"Peluangnya sangat besar karena tujuh fraksi sebagai modal dasar untuk ini disahkan. Nah, itu yang kemudian menjadi catatan penting. Setiap rapat Badan Musyawarah, kami selalu menyuarakan dan selalu di paripurna kami interupsi untuk ini segera diparipurnakan," kata Willy kepada KBR, Rabu, (8/3/2023).

Desakan Meluas

Desakan agar RUU PPRT segera dibahas dan disahkan terus disuarakan aktivis perempuan, salah satunya Perempuan Mahardhika. Koordinator Perempuan Mahardhika Mutiara Ika Pratiwi, meminta pimpinan DPR berempati kepada para pekerja rumah tangga yang rentan mengalami tindak kekerasan.

"Betul-betul negara kita sudah sangat gawat darurat. Karena RUU kebijakan yang tidak ada alasan untuk tidak segera disahkan ini, masih saja mangkrak ini berarti situasi negara kita sudah gawat. Untuk Ibu Puan Maharani selaku ketua DPR, sangat berharap Ibu Puan dan juga pimpinan DPR yang lain tolong lihat dan berikan empati pada kawan-kawan PRT yang selama ini berjuang, kemudian bertahan hidup dalam situasi yang rentan kekerasan dan diskriminasi. Kami berharap RUU PPRT untuk segera disahkan,” ujar Mutiara Ika Pratiwi, kepada KBR, Rabu, (8/3/2023).

Koordinator Perempuan Mahardhika Mutiara Ika Pratiwi menegaskan, para aktivis perempuan akan terus menggelar aksi di depan Gedung DPR hingga RUU ini disahkan. Aksi digelar rutin setiap Rabu. Ika juga menagih janji pemerintah yang sebelumnya berkomitmen mendorong pengesahan RUU PPRT.

Jawaban Puan

Menanggapi desakan tersebut, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga RUU PPRT ditunda. Kata Puan, keputusan itu merupakan hasil rapat pimpinan DPR.

Melalui keterangan tertulis Kamis, 09 Maret 2023, Puan mengatakan rapat pimpinan sepakat menunda membawa RUU PPRT ke Rapat Badan Musyawarah. Atas dasar itu, RUU PPRT belum dapat dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan sebagai RUU inisiatif DPR.

Apa Itu RUU Inisiatif DPR

Mengutip law.uii.ac.id, RUU usul inisiatif DPR adalah usulan rancangan undang-undang yang berasal dari sekurangnya 13 anggota dewan, komisi, gabungan komisi, atau badan legislasi.

Usulan harus disertai naskah akademik dan/atau penjelasan, yang kemudian disampaikan kepada pimpinan DPR, untuk selanjutnya dibagikan ke anggota lainnya dalam rapat paripurna berikutnya.

Rapat tersebut akan memutuskan apakah usulan inisiatif itu diterima atau ditolak. Jika diterima, namun dengan catatan perubahan, maka rapat paripurna akan menugaskan komisi, badan legislasi atau panitia khusus untuk menyempurnakan.

RUU yang diterima tanpa perubahan, selanjutnya akan diinfomasikan ke presiden untuk menunjuk kementerian yang akan mewakili pemerintah dalam pembahasan. Paling lama, 60 hari sejak surat dari pimpinan DPR diterima.

Baca juga:

Editor: Sindu

  • RUU PPRT

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!