OPINI ANDA

Menuntaskan Reformasi Kebijakan Cukai Hasil Tembakau

"Konsolidasi dan reformasi fiskal harus dilakukan secara menyeluruh, bertahap, dan terukur. Mulai dari penguatan pendapatan negara, perbaikan belanja, dan pengelolaan pembiayaan yang hati-hati."

Danang Widoyoko

cukai rokok
Aksi peringatan Hari Anti-Tembakau Sedunia di Sport Centre Indramayu, Jabar, Jumat (31/5/21). (Antara/Dedhez Anggara)

Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR/DPR pada 16 Agustus 2022 kembali menitikberatkan pentingnya reformasi fiskal hingga menjadi salah satu dari dua strategi besar yang akan diterapkan dalam pemanfaatan APBN 2023. Tak hanya reformasi fiskal saja, fokus ketiga dari lima agenda utama pemanfaatan APBN 2023 juga mencakup pemantapan efektivitas implementasi reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi.

Pidato Presiden ini mengingatkan kita pada salah satu kebijakan yang belum tuntas, yakni reformasi cukai hasil tembakau. Perpres No. 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 memuat salah satu visi dan misi Presiden untuk menjaga kesinambungan fiskal melalui Reformasi Kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT). Tidak hanya optimalisasi penerimaan negara dari pajak, reformasi yang mencakup penyederhanaan struktur cukai dan peningkatan tarif CHT ini juga termasuk dalam rancangan RPJMN sebagai salah satu bagian dari perlindungan kesehatan masyarakat melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.

Visi dan misi yang mulia ini sayangnya masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang belum berhasil dituntaskan. Hingga kini keberlanjutan kebijakan reformasi CHT masih diwarnai ketidakpastian dan dapat berubah setiap tahunnya karena tidak adanya peta jalan (roadmap) penyederhanaan struktur tarif cukai tembakau yang jelas dan terukur. Struktur tarif cukai tembakau yang saat ini berlaku masih rumit dan kompleks, sehingga harga rokok juga bervariasi dan rokok dengan harga murah karena membayar cukai murah di golongan rendah masih jamak serta semakin marak beredar di masyarakat.

Meningkatnya konsumsi rokok murah akan melumpuhkan semangat reformasi fiskal untuk optimalisasi penerimaan negara dari cukai. Selain itu juga tidak sejalan dengan tujuan utama cukai untuk mengendalikan konsumsi. Berangkat dari persoalan ini, ada dua pertanyaan mendasar, pertama, apa dan bagaimana cara pemerintah melakukan reformasi kebijakan cukai hasil tembakau? Kedua, bagaimana cara agar reformasi kebijakan cukai hasil tembakau terus berlanjut?


Mengurangi Disparitas Harga Rokok di Pasaran


Setidaknya, ada dua langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk menjawab dua pertanyaan tersebut. Pertama, menuntaskan amanat RPJMN 2020-2024 dengan membuat roadmap reformasi kebijakan CHT. Reformasi kebijakan CHT ini perlu disusun secara komprehensif dalam bentuk peta jalan struktur tarif cukai tembakau yang mencakup peningkatan tarif cukai agar mendekatkan jarak cukai antargolongan, penurunan jumlah produksi yang menjadi kriteria penggolongan cukai serta pengurangan jumlah layer untuk menutup celah penghindaran pajak.

Langkah pertama ini penting mengingat dampak utama banyaknya lapisan tarif cukai akibat struktur yang kompleks adalah terciptanya banyak variasi harga rokok. Bukannya berhenti merokok karena harga rokok yang semakin mahal akibat kenaikan cukai, konsumsi rokok justru berpindah ke rokok yang lebih murah.

Saat ini, selisih tarif cukai hasil tembakau antara golongan tertinggi dengan terendah sudah di atas 80%. Akibatnya, produksi rokok murah semakin merajalela dan tingkat konsumsi masyarakat, khususnya anak, sulit turun. Jika ini dibiarkan maka target penurunan konsumsi rokok oleh anak dan pencapaian target RPJMN 2020-2024 untuk prevalensi merokok anak sebesar 8,7% pada tahun 2024 sulit diraih. Dari segi penerimaan negara, ini juga berarti penerimaan negara dari cukai kurang optimal sebab konsumsi naik di golongan yang membayar cukai lebih rendah hingga 80%.

Jika Pemerintah benar-benar serius menjalankan visi misi yang sudah direncanakannya, reformasi kebijakan CHT seharusnya menjadi pilihan kebijakan yang segera direalisasikan. Apalagi mengingat selama ini Pemerintah telah melihat dampak positif dari reformasi struktur cukai yang telah dilakukan, baik itu meningkatkan tingkat compliance (mencegah tax avoidance), meminimalisasi peredaran rokok ilegal (beberapa jenis pelanggaran rokok ilegal di Indonesia yakni Salah Peruntukan dan Salah Personalisasi terjadi akibat struktur cukai yang kompleks), penyederhanaan sistem administrasi, menghilangkan rentang harga rokok di pasaran (mendorong kenaikan harga rokok), maupun optimalisasi penerimaan negara dari cukai. Jumlah penerimaan negara dari cukai tembakau yang sangat fantastis hingga 189 triliun di tahun 2021 bisa lebih maksimal jika dilakukan optimalisasi struktur cukai, sehingga penerimaan tambahan ini dapat memberikan dukungan bagi pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan mendukung program-program strategis pemerintah.

Langkah kedua untuk memastikan reformasi kebijakan cukai hasil tembakau tetap berlanjut dan berkesinambungan adalah menuangkan roadmap kebijakan CHT lintas tahun (multi years policy) tersebut dalam regulasi setingkat Peraturan Presiden (Perpres). Tingkatan pengaturan level Perpres ini penting untuk mencegah terjadinya regulasi soal roadmap reformasi fiskal yang tidak harmonis, tidak sinkron dan tidak berjalan. Masih segar di ingatan bahwa roadmap penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau sebelumnya pernah disusun melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017 namun akhirnya hanya bertahan satu tahun dan dibatalkan pada 2018.

Baca juga:

Perokok Anak dan Warisan Jokowi

Pemerintah Naikkan Cukai Rokok 10 Persen

Menjadi sebuah urgensi agar reformasi roadmap CHT segera dituntaskan dan diatur dalam peraturan setingkat Peraturan Presiden. Melihat preseden yang selama ini terjadi, menjelang pemilihan umum presiden, seringkali terjadi kemunduran dalam kebijakan cukai hasil tembakau dengan tidak menaikkan tarif cukai (sebagaimana terjadi pada 2014 dan 2019) sehingga roadmap reformasi CHT yang lintas tahun dapat menjadi regulasi yang menjaga komitmen Pemerintah. Jangan sampai asa peningkatan kualitas SDM bangsa dan upaya kesinambungan fiskal negara menjadi pertaruhan politik dan lobby industri rokok menjelang pemilu 2024.

Yang tak kalah penting, proses pembentukan regulasi tersebut harus dilaksanakan secara terbuka. Mulai perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan harus dilakukan secara transparan dan terbuka dengan melibatkan banyak pihak kepentingan atau lapisan masyarakat untuk memberikan masukan.

Mengingat Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Komisi Pemberantasan Korupsi juga memuat optimalisasi penerimaan negara dari cukai sebagai salah satu dari tiga fokus pencegahan korupsi 2021-2022, pengawasan Stranas PK untuk terwujudnya roadmap struktur CHT menjadi penting. Dengan adanya roadmap industri tembakau yang saat ini sedang disusun di bawah komando Kemenko Ekonomi, patut dilakukan pengawalan ketat untuk memastikan ketentuan di dalam roadmap industri tersebut sejalan dengan RPJMN untuk kemudian diikuti oleh semua kementerian lembaga. Roadmap industri tembakau yang sejalan dengan amanat RPJMN seharusnya mencakup di dalamnya roadmap reformasi CHT dengan penyederhanaan struktur CHT yang akan dilakukan.

Tahun ini adalah masa krusial bagi Presiden Jokowi untuk menunaikan semua janji dan program yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024. Reformasi kebijakan fiskal, khususnya cukai hasil tembakau, akan menjadi pertaruhan Presiden untuk menghentikan polemik berkepanjangan yang terus muncul setiap menjelang pengumuman tarif cukai hasil tembakau. Sebuah situasi yang tak perlu terjadi andai pemerintah serius melanjutkan agenda reformasi kebijakan cukai hasil tembakau sebagaimana tercetus saat Presiden menjabat pertama kali delapan tahun lalu.

*) Penulis adalah Peneliti Kebijakan Publik. 

  • Presiden Jokowi
  • prevalensi perokok anak
  • Reformasi Kebijakan Cukai Hasil Tembakau

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!