NASIONAL

Komnas HAM akan Tinjau Langsung Lokasi Dugaan Perbudakan oleh Bupati Langkat

"Komnas HAM telah memulai penyelidikan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen serta berencana turun ke lokasi penyelidikan di Langkat mulai 26 Januari, besok."

Astri Septiani

Komnas HAM selidiki dugaan perbudakan oleh Bupati Langkat
Sel kerangkeng di rumah pribadi Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. (Foto: Migrant Care)

KBR, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai kasus dugaan perbudakan dari temuan kerangkeng di rumah Bupati Langkat Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin Angin memunculkan banyak persoalan.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengibaratkan terkuaknya dugaan perbudakan modern ini bak membuka kotak pandora. Sebab, usai kasus dugaan korupsinya terbongkar KPK, ternyata mengarah pada banyak persoalan dan dugaan pelanggaran hukum lainnya.

Dugaan perbudakan menuai dua pandangan yang berbeda. Pihak Polri meyakini rumah Bupati itu sebagai tempat rehabilitasi narkotika, sedangkan LSM Migrant Care melaporkan ada dugaan perbudakan di lokasi itu. Kata Taufan, Kedua pandangan itu sama-sama mengindikasikan pelanggaran hukum pidana.

"Kalau mau disebut sebagai panti rehabilitasi narkoba setahu kami panti rehabilitasi narkoba itu ada standarnya, kemudian juga harus berizin. Kalau dia berizin, maka kemudian ada institusi pemerintah yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan, pembinaan, supervisi. Ini kan tidak, tidak pernah ada apa-apa itu," kata Taufan kepada KBR (25/1/21).

"Pertanyaannya apa masuk akal itu? Itu menyangkut puluhan orang kemudian instansi-instansi di sana enggak tahu sama sekali rasanya sulit untuk diterima juga," tambahnya.

Baca juga:

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menambahkan, jika kasus tersebut terbukti sebagai perbudakan modern, maka masalahnya juga tak kalah serius, dibandingkan dengan dugaan pelanggaran panti rehabilitasi ilegal. Terlebih praktik tersebut sudah berlangsung puluhan tahun tanpa ada pengecekan, pengawasan, supervisi apapun dari institusi pemerintahan di wilayah itu.

Komnas HAM telah memulai penyelidikan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen serta berencana turun ke lokasi penyelidikan di Langkat mulai 26 Januari, besok.

Taufan juga menyebut pihaknya telah berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri terkait penyelidikan kasus ini.

"Jadi kami ingin memastikan ke lapangan dulu apakah benar ini panti rehabilitasi. Karena panti rehabilitasi itu kan pertama ada izinnya, yang kedua juga ada standarnya. Sepintas kami lihat dari video tapi ini masih pengamatan sepintas belum langsung ke lokasi, kelihatannya tidak standar panti rehabilitasi," kata Taufan.

"Tapi kenapa kok kemudian polisi sudah berulang kali menyebutkan bahwa ini adalah panti rehabilitasi. Padahal diakui juga bahwa izinnya tidak ditemukan. Nah kalau dia bukan panti rehabilitasi, tapi lebih kepada perbudakan ya artinya penggunaan orang-orang kerja secara paksa dengan eksploitasi dan macam-macam itu maka kasusnya beda lagi. Tapi yang mana pun itu, itu pelanggaran hukum dan itu tindak pidana," tambahnya.

Sebelumnya, masyarakat ramai menyoroti temuan kerangkeng di rumah Bupati Langkat Sumatera Utara, Terbit Rencana Peranginangin. Penemuan itu pertama kali diketahui KPK saat menggeledah rumah Bupati Terbit yang terlibat kasus dugaan korupsi.

Penemuan itu disoroti oleh LSM Migrant Care yang menduga adanya indikasi perbudakan, sehingga melaporkannya ke Komnas HAM. 

Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa

Dalam kasus korupsi yang melibatkan Terbit, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa.

Guna mendalami dugaan kasus korupsi itu, KPK kembali menggeledah rumah Bupati Langkat, Terbit, pada Selasa, (25/1/2022) hari ini.

Juru bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, tim KPK tengah mengumpulkan barang bukti terkait kasus yang disangkakan.

"KPK mengingatkan kepada siapapun dilarang dengan sengaja merintangi hingga berupaya menggagalkan proses penyidikan perkara ini. KPK tidak segan menerapkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," pungkas Ali.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, selain Bupati Langkat, KPK juga menetapkan lima tersangka lain. Diantaranya, sebagai pemberi suap ialah Muara Perangin Angin selaku swasta atau kontraktor.

Kemudian empat tersangka selaku penerima yaitu Kepala Desa Balai Kasih sekaligus saudara kandung Terbit, bernama Iskandar, dan tiga swasta bernama Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra.

Penetapan tersangka itu merupakan perkembangan terhadap delapan orang yang dicokok KPK dalam operasi tangkap tangan. Dalam kasus ini, KPK telah menyita uang sebesar hampir Rp800 juta sebagai barang bukti. 

Editor: Muthia Kusuma

  • Sel di Rumah Bupati Langkat
  • Bupati Langkat
  • Komnas HAM
  • KPK
  • Terbit Perangin Angin
  • Perbudakan

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!