NASIONAL

Kesaksian Korban Selamat Tragedi Stadion Kanjuruhan

Saksi mata menyebut banyak korban terinjak dan mengalami sesak napas akibat berdesak-desakan saat berusaha menyelamatkan diri.

AUTHOR / Heru Haetami, Eko Widianto

Tragedi Kanjuruhan
Warga menggelar aksi menuntut pengusutan tragedi Kanjuruhan di kawasan Monumen Juang 45, Kota Malang, Jawa Timur, Senin (3/10/2022). (Foto: ANTARA/Zabur Karuru)

KBR, Jakarta - Lebih dari 120 orang tewas dalam kerusuhan usai pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022). 

Saksi mata menyebut banyak korban terinjak dan mengalami sesak napas akibat berdesak-desakan saat berusaha menyelamatkan diri.

Pada tragedi Stadion Kanjuruhan, lebih dari 120 penonton tewas diduga akibat kehabisan napas dan terinjak dan 300-an lain luka.

Kerusuhan usai pertandingan antara Arema FC dan Persebaya itu menjadi noda paling hitam dalam sejarah persepakbolaan Indonesia.

Fian adalah salah satu dari puluhan ribu korban selamat dalam tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang Jawa Timur.

Pemuda asal Kecamatan Sumbermanjing Kulon, Kabupaten Malang itu menceritakan usahanya bersama ribuan penonton lain untuk menyelamatkan diri dari kepulan gas air mata yang memenuhi tribun Stadion Kanjuruhan.

"Bada tembakan itu (asap) banyak. Sampe ketutup asap (gas air mata). Terus asap itu menyebar, semua panik, banyak tentara bopong-bopong anak kecil keluar. Tapi di pintu keluar itu udah penuh. Saya juga panik sendiri, mau keluar lewat mana, teman juga kemana, semua mencar," kata Fian kepada KBR, Sabtu (1/10/2022).

Baca juga:

Sam Gilang juga mengungkapkan apa yang ia alami. Warga Jember itu menceritakan bagaimana orang-orang berjuang menghindari maut di tengah sulitnya menjangkau pintu keluar stadion. 

Pintu keluar stadion sulit dijangkau karena orang berdesak-desakan.

“Mau keluar jadi anak anak berdesak-desakan banyak korban yang kejepit pas di pintu masuk itu,” kata Gilang kepada KBR.

Kesaksian lain disampaikan seorang suporter Arema FC, Slamet Sanjoko. Slamet menyebut tragedi Kanjuruhan terjadi karena ada dua suporter turun ke lapangan dan menghampiri pemain Arema. Tindak itu turut memancing suporter lain ikut turun ke lapangan.

“Dua anak tadi yang mau katanya mau foto ternyata bukan foto. gak tahu penangkapan Arema bagaimana. mereka mendekati, pemain Arema lari, kita lihat dari kejauhan terus bentrokan terjadi. nah di situ pemicunya yang dari tribun timur, tribun turun semua. Tapi kami instruksikan untuk teman-teman lain dari wilayah Bantur jangan ikut masalah itu,” kata Slamet dalam konferensi pers, Minggu (02/10/2022).

Slamet menyayangkan tindakan polisi yang mengarahkan tembakan gas air mata ke arah penonton yang berada di tribun.

“Perkiraan estimasi tiga menit kami keluar gerbang itu belum dibuka gerbang darurat. Itu ada tembakan gas air mata ke arah Tribun di situ sudah kesulitan bernapas. kalau seberapa gencar karena waktu itu listrik mati yang di sebelah sana itu padam lampu stadionnya mati. Cuma secara logika kita tidak salahkan mereka sudah melanggar garis batas tapi kami yang di tribun itu salah apa gitu lho yang maksudnya kami. Kalau sebagian menyalahkan polisi, kami tidak menyalahkan polisi doang, manajemen Arema kenapa tidak melarang?,” katanya.

Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) menyebut kerusuhan dalam laga Arema-Persebaya merupakan tragedi terbesar di sepanjang sejarah sepak bola tanah air. 

Jumlah korban di Tragedi Kanjuruhan bahkan menempati posisi kedua terbanyak di dunia setelah tragedi di Peru.

Ketua Umum PSTI, Ignatius Indro mengatakan ada regulasi yang dilanggar pihak pengaman saat mengawal pertandingan. 

Selain itu kesalahan penyelenggara pertandingan di Indonesia yang tidak menyediakan safety steward atau petugas keamanan di stadion.

Padahal, steward memiliki tugas khusus untuk memastikan para penonton di stadion tidak sampai memasuki lapangan.

“Kalau misalnya dari sederhana kita melihat produknya kalau di luar negeri steward. Steward itu langsung menghadap penonton tujuannya adalah bisa mengantisipasi bila ada hal hal yang mencurigakan dari kawasan penonton atau suporter. ini yang protap yang harus dilakukan sementara kalau di sini steward-stewardnya malah menonton sepak bola. ini ada kesalahan protap dalam menghadapi suporter dan ini yang harus diperbaiki oleh federasi ke depannya. juga dengan PT liga tidak boleh ada lagi steward-steward yang seperti itu. Steward atau pihak keamanan harus fokus untuk menjaga kemungkinan kemungkinan yang terjadi dari suporter,” kata Ignatius kepada KBR, Minggu (2/10/22).

Baca juga:

Ignatius mengatakan, sebetulnya sudah ada undang-undang yang mengatur tentang pendukung sepak bola. Namun kurangnya sosialisasi membuat implementasi regulasi itu tidak berjalan baik.

“Ini harus segera dibuat aturan di bawahnya untuk misalnya melakukan Edukasi. ini tidak hanya dilakukan kepada suporter namun juga terhadap panitia pelaksana agar lebih membuat pertandingan itu akan berlangsung aman dan nyaman bagi suporter. sehingga edukasi itu harus dilakukan dan melibatkan seluruh stakeholder sepak bola. aturan di bawah undang undang keolahragaan ini seluruh stakeholder untuk melakukan edukasi kepada suporter sehingga kita menjadi satu pemikiran ada hal yang lebih besar dari rivalitas ataupun bahkan dari sepak bola itu sendiri ini masalah kemanusiaan,” katanya.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!