NASIONAL

Keppres Tim Nonyudisial Pelanggaran HAM, Ini Kata Amnesty

""Ini menunda hak-hak korban dan keluarganya untuk melakukan proses proyustisia," "

Resky Novianto

Korban Pelanggaran HAM
Korban pelanggaran HAM berat, 15 tahun aksi kamisan di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (7/7/22). (Antara/Akbar Nugroho)

KBR, Jakarta- Manajer Kampanye dan Advokasi Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri menyebut pidato Presiden Joko Widodo soal Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu harus dicermati secara kritis.

Menurutnya, Keppres itu tidak berpihak pada korban guna menuntaskan pelanggaran HAM berat.

"Konsep nonyudisial ini apakah itu termasuk di dalamnya pemulihan kondisi kejiwaan korban. Apakah itu termasuk di dalamnya pemulihan hak-hak korban terhadap keadilan atau jangan-jangan ini hanya sebatas pemulihan secara materi. Ini harus kita pertanyakan bersama dan saya rasa teman-teman media memiliki peran yang sangat kuat untuk mengkritisi ini dan menanyakan ini kepada pemerintah apakah yang dimaksud dengan konsep nonyudisial?" Ujar Nurina dalam diskusi daring, Rabu (17/82/2022).

Nurina mengatakan, penuntasan pelanggaran HAM Berat tidak bisa diselesaikan dengan instan melalui Keppres nonyudisial. Akan tetapi, diperlukan penyelesaian secara yudisial terlebih dahulu melalui peradilan pidana.

Kata dia, konsep nonyudisial dan yudisial harus berjalan beriringan.

"Karena yang dikeluarkan Keppres misalkan yang ditujukan kepada Jaksa Agung untuk membentuk tim independen untuk mengkaji temuan-temuan dari Komnas HAM begitu," tuturnya.

Nurina menambahkan, bahwa keberpihakan kepada korban erat kaitannya dengan kemampuan politik pemerintah Negara.

"Harus ada partisipasi bermakna dari keluarga korban, jangan kemudian di dalam proses pembahasan ini korban atau keluarganya tidak dilibatkan apalagi kemudian kita menyinggung baru sekarang dan ini juga masih dibahas artinya ini menunda hak-hak korban dan keluarganya untuk melakukan proses proyustisia," tegasnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebut telah menandatangani keputusan presiden (Keppres) tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Nonyudisial untuk Pelanggaran HAM berat di masa lalu. Itu diungkapkan Jokowi dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR 2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8).


Berita terkait: 

Jokowi Teken Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat

Komnas HAM Didesak Tetapkan Pembunuhan Munir sebagai Pelanggaran HAM Berat

Saat ini ada 12 kasus pelanggaran HAM berat dari hasil penyelidikan Komnas HAM yang belum tuntas penanganannya. Yakni, peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II di 1998-1999, Mei 1998, Wasior 2001-2002, Wamena 2003.

Kemudian peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998, Talangsari 1989, peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, Jambo Keupok 2003, simpang KKA Aceh 1999, Rumoh Geudong, dan pos Sattis Aceh 1989, pembunuhan dukun santet 1998-1999 dan Paniai di 2014.

Adapun satu-satunya kasus yang sudah masuk ke peradilan adalah kasus Paniai yang terjadi pada 2014.

Editor: Rony Sitanggang

  • non-yudisial
  • paniai
  • Komnas HAM
  • pelanggaran ham berat
  • pelanggaran HAM berat masa lalu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!