NASIONAL

Dokter Paru: Berhenti Merokok, Atau Berisiko Lebih Besar Terinveksi COVID-19

"Merokok meningkatkan reseptor angiotensin-converting enzyme-2 (ACE2) hingga 40 persen dari non-perokok. Reseptor ACE2 disebut sebagai "tempat duduk" virus korona saat masuk tubuh manusia. "

Resky Novianto

rokok
Ilustrasi. Pemusnahan rokok. (Foto: ANTARA/Adiwinata Solihin)

KBR, Jakarta - Kalangan dokter ahli paru mewanti-wanti para perokok mengenai bahaya COVID-19. Berdasarkan riset internasional, perokok memiliki risiko dua kali lipat terkena COVID-19 dibanding orang bukan perokok.

Dokter paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Feni Fitriani Taufik mengatakan mengatakan, terdapat empat faktor yang menyebabkan perokok lebih rentan terpapar COVID-19 dan bergejala berat.

"Bahwa 9,7 persen orang yang mengalami sakit dan 5 persennya memiliki riwayat merokok. Dari yang memiliki riwayat merokok ini, memiliki gejala covid yang berat itu ditemukan lebih banyak pada pasien yang merokok 17,8 persen dibandingkan dengan yang bukan perokok 9,3 persen," ujar Feni dalam webinar bertajuk Rokok dan Pandemi COVID-19, hari ini, Kamis (24/3/2022).

Data itu dilansir Feni Fitriani dari penelitian metaanalisis terhadap 12 hasil penelitian terpublikasi yang dilakukan dua peneliti dari Center for Tobacco Control Research and Education, Department of Medicine, University of California San Francisco serta peneliti dari Department of Community Medicine di Mahidol University Thailand. Hasil penelitian metaanalisis itu dipublikasikan di situs publikasi kesehatan medrxiv.org pada April 2020 lalu.

Faktor penyebabnya adalah zat berbahaya yang masuk ke dalam paru-paru akan memperlemah sistem imun, perokok rentan terkena penyakit berat seperti jantung hingga diabetes.

Baca juga:


Feni mengatakan perokok berisiko lebih tinggi terkena COVID-19 karena perokok mengalami gangguan pada sistem imunitas saluran nafas dan paru akibat asap rokok.

Selain itu, merokok meningkatkan reseptor angiotensin-converting enzyme-2 (ACE2). Feni menyebut reseptor ACE2 sebagai "tempat duduk" virus korona saat masuk tubuh manusia. Pada paru seorang perokok, memiliki 40 hingga 50 persen reseptor ACE2 lebih banyak dibanding bukan perokok.

Sedangkan, bekas perokok memiliki kadar ACE2 lebih rendah (30 persen) dibanding perokok aktif. Karena itu, berhenti merokok dapat mengurangi risiko terkena COVID-19.

"Bagaimana dengan pengguna vape? Vape juga rentan terhadap infeksi COVID-19, karena vape juga mengganggu ketahanan saluran nafas kita. Karena itu penting berhenti sesegera mungkin," kata Feni.

"Perokok yang sudah lama juga biasanya berisiko ada komorbid, penyakit kronis, seperti jantung, diabetes, PPOK dan ini merupakan komorbid yang sering kita dapatkan di pasien di rumah sakit, dan memperberat kondisi COVID-19," kata Feni.

Feni Fitriani berharap para perokok bisa kembali mempertimbangkan faktor risiko terpapar Covid-19 dengan menjaga pola hidup bersih dan sehat (PHBS).

Berdasarkan data Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA), Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di ASEAN 65,19 juta orang. Angka ini setara 34 persen dari total penduduk Indonesia pada 2016.

Sementara itu, berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia WHO pada 2012, prevalensi perokok dewasa 27 persen penduduk (65 juta orang).

Sedangkan prevalensi perokok laki-laki sebanyak 64,9 persen dan perempuan 2,1 persen, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

  • SARS-CoV-2
  • COVID-19
  • perokok
  • tembakau
  • pneumonia
  • perokok anak

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!