NASIONAL
Buruh: Ratusan Organisasi Serukan Tolak Pengesahan Perpu Cipta Kerja
Ada 140 sampai 150 organisasi yang sudah menyepakati untuk mengeluarkan ultimatum penolakan pengesahan Perpu Cipta Kerja.
AUTHOR / Muthia Kusuma
KBR, Jakarta - Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) berencana mogok massal atau melakukan pembangkangan sipil secara nasional jika Presiden Joko Widodo tidak mencabut Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) Cipta Kerja.
Ketua Umum KPBI, Ilhamsyah Boing beralasan sejumlah aturan di Perpu Cipta Kerja merugikan kelompok buruh. Antara lain aturan soal upah, pesangon hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Ada 140 sampai 150 organisasi yang sudah menyepakati untuk mengeluarkan ultimatum dan kita sedang membicarakan sekarang apa langkah selanjutnya apabila pemerintah tidak mau menjalankan atau mencabut perpu, ada dua, ada pembangkangan sipil modelnya akan kita tentukan dalam waktu dekat, kedua mobilisasi terpusat dengan seluruh upaya kekuatan yang ada dan artinya adalah aksi bertahan sampai Jokowi kembali mencabut Perpu," ujar Ilhamsyah Boing, kepada KBR, Rabu, (11/01/2023).
Selain itu, Perpu Cipta Kerja juga menimbulkan ketidakpastian kerja, sehingga membebani buruh, dan tidak menjamin perlindungan terhadap pekerja, terutama perempuan.
Padahal, mayoritas pekerja perempuan terserap pada sektor informal. Itu disampaikan Wakil Ketua KPBI, Jumisih.
“Jadi guru perempuan itu dikategorikan atau lebih banyak dimasukkan ke dalam tanah informal informal seperti itu oleh pemerintah nah informalisasi tenaga kerja itu kalau hubungan kerjanya nggak pasti itu kan berdampak kepada hak matematika guru perempuan secara langsung karena dengan hubungan kerja yang tidak pasti guru perempuan akan kesulitan untuk mendapatkan cuti hai melahi jadi sebetulnya keberadaan undang-undang itu menegaskan hak maternitas buruh perempuan,” ucap Jumisih kepada KBR, Kamis, (16/2/2023).
Jumisih menyampaikan mosi tidak percaya terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Itu sebab, kelompok buruh akan berdemo menolak pengesahan aturan soal cipta kerja.
Buruh juga akan menempuh gugatan materil maupun formil ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga:
- Diklaim Mendesak, Jokowi Terbitkan Perpu Cipta Kerja
- Selangkah Lagi Disahkan, Baleg DPR Setujui Perpu Cipta Kerja
Masyarakat Adat
Tidak hanya merugikan pekerja, Perpu Ciptaker juga merugikan masyarakat adat. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyebut Perpu Ciptaker sebagai bentuk kejahatan yang dilakukan pemerintah.
Perwakilan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muhammad Arman menegaskan bakal terus berkonsolidasi untuk menolak perpu yang diterbitkan Jokowi pada akhir tahun lalu.
“Bersama sama menyatakan sikap kami menolak perpu ini dalam berbagai macam cara dan bagi kami masyarakat adat, kami akan melakukan perlawanan dengan melakukan pendudukan atau pengambilan kembali wilayah-wilayah adat yang selama ini diklaim oleh pemerintah. Karena itu kami menegaskan bahwa perpu ini adalah sebuah kejahatan, sebuah pembangkangan konstitusi, dan tidak ada kewajiban bagi kita rakyat Indonesia untuk mematuhinya,” ujar Muhammad Arman, dalam konferensi pers Ultimatum rakyat kepada Presiden dan DPR, Selasa (17/01/2023).
Bagi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Perpu Cipta Kerja merupakan wajah kediktatoran pemerintah dalam praktik legislasi.
Direktur LBH Jakarta, Citra Referendum menegaskan penerbitan Perpu Cipta Kerja tidak didasari keadaan genting yang memaksa, dan tidak sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Hal ini secara substansial juga Perpu Cipta Kerja tidak jauh berbeda isinya dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Nah sementara kami, LBH Jakarta juga berpandangan bahwa seharusnya UU Cipta Kerja itu seharusnya bukan direvisi tetapi seharusnya memang tidak perlu ada, alias seharusnya dicabut kira-kira begitu. Karena memang tidak hanya bermasalah secara formal juga kemudian bermasalah secara substansial. Metode Omnibus Law yang kemudian sekarang sudah dimasukkan dalam UU PPP juga tetap bermasalah begitu karena dia menyampingkan prinsip hak asasi manusia dalam proses pembentukannya," ucap Citra kepada KBR, Kamis, (16/2/2023).
Baca juga:
- Tolak Perpu Cipta Kerja Masyarakat Adat Ancam Ambil Alih Wilayah
- KADIN: Perpu Ciptaker Tak Langsung Beri Kepastian Hukum Investasi
Gugatan ke MK
Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) ikut mendukung gugatan uji formil maupun materiil terhada Perpu Cipta Kerja.
Ketua Komisi Hukum dan HAM PGI, Johny Nelson Simanjuntak beralasan, perpu itu ditolak karena dianggap tidak partisipatif dan secara substansial merugikan pekerja hingga masyarakat adat. Ia mendorong agar pembuat undang-undang melibatkan partisipasi publik.
"Kita berharap bahwa DPR memenuhi harapan (aspirasi masyarakat sipil-red) itu. Jangan sampai pemberlakuan Perpu ini, menimbulkan gejolak yang lebih besar. Menurut kami di PGI, sebaiknya bijaksanalah. Mendengarkan aspirasi rakyat itu amanah. Tapi mengingkari aspirasi rakyat itu sama dengan mengingkari demokrasi. Kami dari PGI mendorong DPR jangan tiba-tiba karena mayoritas (koalisi-red) lalu kemudian disahkan," ucap Johny kepada KBR, Kamis, (05/01/2023).
Tak hanya itu, sejumlah pihak dari unsur advokat dan mahasiswa melakukan uji formil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Perpu itu diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022. Alasannya untuk menyikapi ketidakpastian hukum terhadap investor. Itu dilakukan setelah MK memutus UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Dalam putusannya, MK memerintahkan pemerintah menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.
MK juga tidak membenarkan penerbitan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baca juga:
Editor: Agus Luqman
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!