NASIONAL

Bahaya Tembakan Gas Air Mata

"Kepanikan saat itu membuat orang berdesak-desakan. Sementara, pintu keluar tidak sepenuhnya terbuka sehingga membuat jalur keluar tersumbat. Sebagian besar meninggal karena asfiksia atau sesak napas."

Muthia Kusuma

gas air mata
Ilustrasi. Polisi menembakkan gas air mata ke arah demonstran di Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (26/9/2022). (Foto: ANTARA/Jojon/tom)

KBR, Jakarta - Penggunaan tembakan gas air mata oleh aparat keamanan saat menghadapi suporter sepakbola di Stadion Kanjuruhan Malang Jawa Timur, awal Oktober lalu terus menjadi sorotan publik. 

Gas air mata itu diduga menjadi penyebab lebih dari 130 orang tewas dalam tragedi itu. 

"Banyak muncul korban. Korban yang mengalami patah tulang, trauma di kepala, torak. Dan juga sebagian besar yang meninggal mengalami asfiksia," kata Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Jumat (7/10/2022). 

Menurut Kapolri, kepanikan saat itu membuat orang berdesak-desakan. Sementara, pintu keluar tidak sepenuhnya terbuka sehingga membuat jalur keluar tersumbat. Sebagian besar meninggal karena asfiksia atau sesak napas. 

Meski begitu, Kapolri tidak menyebut apa penyebab asfiksia pada korban meninggal.

Tim Pencari Fakta dari Koalisi Masyarakat Sipil menduga jatuhnya korban jiwa hingga lebih dari 100 orang pada Tragedi Kanjuruhan Malang merupakan efek penggunaan tembakan gas air mata.

Anggota koalisi sekaligus Kepala Divisi Hukum Kontras, Andi Muhammad Rizaldi menyoroti adanya mobilisasi personel Kepolisian yang membawa gas air mata meski belum ada suporter yang turun ke lapangan.

“Padahal dalam konteks atau situasi saat itu tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan. Jadi ini kami melihat ada sesuatu hal yang ganjil,” ucap Rizaldi dalam konferensi pers daring, Minggu (9/10/2022).

Baca juga:

Picu kepanikan

Anggota Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil, Andi M. Rizaldi menganggap mestinya kepolisian menggunakan upaya lain sebelum menembakkan gas air mata. Misalnya dengan imbauan lisan, atau suara peringatan, maupun kendali tangan kosong lunak sesuai aturan.

Tim menduga penggunaan gas air mata memicu kepanikan puluhan ribu suporter yang langsung berdesakan menuju pintu keluar stadion. 

Rizaldi menyebut, dalam kondisi itu banyak suporter sesak napas, terjatuh, terinjak-injak hingga meninggal dunia.

Kritik penggunaan gas air mata juga disampaikan anggota legislatif. Anggota komisi olahraga DPR, Dede Yusuf menegaskan federasi sepak bola dunia, FIFA telah melarang penggunaan gas air mata untuk pengamanan di stadion.

"Bahkan di aturan FIFA sudah tidak boleh. Sudah ada kesepakatan juga saat 2019 saat pertandingan waktu itu mengatakan tidak boleh digunakan. Kalau digunakan maka pertanyaan saya siapa yang mengizinkan? Kalau ada asap yang kebetulan buat bubarin demo, bukan hanya mata yang perih tapi juga sesak napas. Saya sangat sedih sekali ketika melihat video-video korban. Perempuan, anak-anak. mungkin istrinya orang, anaknya orang yang tergencet, tidak bisa napas dan tidak bisa keluar," kata Dede pada tayangan Overview: Tragedi Kanjuruhan Malang yang ditayangkan di kanal youtube Tribunnews, Senin (3/10/2022).

DPR menilai Kepolisian seharusnya mengambil langkah penanganan yang tepat untuk menghalau massa untuk menghindari jatuhnya korban jiwa.

Keluarga korban juga mendesak tragedi diusut tuntas, termasuk mengenai penggunaan gas air mata.

Salah satu keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, Arif Junaidi mengatakan, anak sulungnya yang berusia 17 tahun meninggal di lokasi kejadian dengan kondisi memprihatinkan. 

Arif mengatakan anaknya mengalami kejang dan sesak napas, kondisinya kian memburuk usai terinjak-injak pasca-aparat menembakkan gas air mata. Selain anaknya, dua keponakannya juga mengalami luka membiru di wajahnya.

"Belum ada informasi hanya sekedar kena gas air mata. Informasi kami masih menunggu dari Arema Malang. Dan setidaknya kita ingin ditindaklanjuti, diklarifikasi karena menurut saudara-saudara yang di Malang itu sangat memprihatinkan sekali tindak lanjutnya para aparat terhadap suporter yang di tribun terhadap gas air mata, berikutnya saya minta tolong semuanya yang berkaitan ditindaklanjuti semuanya," ucap Arif, Rabu (5/10/2022).

Baca juga:

Iritasi

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menjelaskan, gas air mata jika terpapar pada seseorang akan menyebabkan iritasi pada mukosa atau sel kulit dalam tubuh.

Ketua PDPI, Agus Dwi Susanto mengatakan, gas air mata merupakan senyawa kimia yang dapat mengiritasi kulit, paru-paru, mata, mulut, dan tenggorokan. 

Jika terkena gas air mata, maka orang tersebut akan kehilangan kemampuan melihat, kulit perih dan memerah, hingga gangguan pernapasan atas.

"Pada dasarnya kalau gas air mata ini umumnya bahan-bahannya mengandung bahan yang bersifat iritan. Iritan itu menyebabkan terjadinya iritasi pada mukosa-mukosa (lapisan kulit dalam, red) dari organ yang terkena. Seperti contohnya kalau kena di kulit akan menyebabkan jadi kulit merah gatal-gatal terasa panas. Kalau kena di mata tentu jadi mata kemarahan, berair terasa panas, dan terbakar matanya," ujar Agus Dwi saat dihubungi KBR, Selasa (4/10/2022).

Dikutip dari aplikasi layanan kesehatan Halodoc, jika seseorang terpapar gas air mata terus-menerus, maka dapat memperburuk dan membahayakan kesehatan.

Dari sejarahnya, gas air mata pada awalnya dikembangkan sebagai senjata kimia di masa Perang Dunia Pertama pada 1914. Sekitar 10 tahun kemudian, Protokol Jenewa 1925 melarang penggunaan gas air mata untuk perang. 

Dalam perjalanannya, gas air mata kerap digunakan aparat untuk membubarkan massa atau menghentikan demonstrasi.

Editor: Agus Luqman

  • Tragedi Kanjuruhan
  • Tragedi Stadion Kanjuruhan
  • Petisi Setop Penggunaan Gas Air Mata
  • gas air mata

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!