NASIONAL

Ambisi Jakarta Jadi Kota Global, Apa Bisa?

""Arahan presiden agar Jakarta menjadi kota bisnis serta pusat ekonomi skala regional dan global," kata Heru."

Heru Haetami

DKJ
Kemacetan rutin di DKI Jakarta. (Foto: antaranews)

Jakarta ditargetkan menjadi pusat ekonomi dan kota global usai lepas status dari ibu kota negara. Namun, upaya mewujudkan ambisi itu masih memerlukan perjalanan panjang. Lalu, apa saja parameter yang harus dipenuhi?


KBR, Jakarta - Pemerintah berencana mengubah Jakarta menjadi pusat bisnis dan kota global usai lepas status sebagai ibu kota negara. Sekretaris Jendral Kemendagri, Suhajar Diantoro mengatakan, pemerintah menaruh harapan besar kepada Daerah Khusus Jakarta (DKJ) untuk mampu berkembang menjadi pusat perdagangan dunia.

“Jadi setelah ibu kota negara berpindah ke IKN, maka justru Jakarta akan semakin fokus mengembangkan visi utama Jakarta sebagai pusat perdagangan dan kota global. Maka penataan-penataan yang kita berikan kepada kewenangan-kewenangan Jakarta itu semakin memberikan ruang kepada Jakarta untuk bergerak lebih baik,” kata Suhajar di YouTube FMB9ID_IKP (22/4/2024).

Sementara itu, Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono menyebut, menjadikan Jakarta sebagai kota global merupakan arahan Presiden Joko Widodo.

"Arahan presiden agar Jakarta menjadi kota bisnis serta pusat ekonomi skala regional dan global," kata Heru dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) RKDP 2025 dan RPJMD 2025-2045 Provinsi DKI Jakarta di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa, (24/4/2024).

Heru Budi menyebut, ada empat prioritas pembangunan untuk menciptakan Jakarta Global City. Antara lain peningkatan kualitas lingkungan dan infrastruktur, akselerasi pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesehatan masyarakat, dan tata kelola pemerintahan yang adaktif. 

“Untuk itu diperlukan upaya bersama untuk mengimplementasikan hal-hal dalam dokumen perencanaan kita. Baik dari jangka panjang, menengah, hingga tahunan yang diturunkan melalui pelaksanaan program kegiatan prioritas anggaran," imbuhnya. 

Heru bilang, ambisi menjadi kota global juga akan mempertimbangkan perubahan kewenangan melalui Undang-Undang DKJ, acuan indeks kota global, serta rencana tata ruang wilayah.

"Penyusunan dokumen perencanaan tahun 2025 juga mempertimbangkan posisi Jakarta sebagai Kota Global dengan dasar pertimbangan yang meliputi kebijakan pemerintah pusat yakni RPJPMN 2045 Indonesia emas, RPJMN 2025-2029 penguatan pondasi transformasi, RKP 2025 akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan," katanya.

Namun menurut Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, perlu kolaborasi sinergis untuk mewujudkan kota global.

"Kolaborasi yang sinergis akan menjadi kunci keberhasilan kita dalam mencapai tujuan bersama. Kota global tidak hanya memiliki infrastruktur dan ekonomi yang maju tetapi juga mencakup aspek sosial, budaya, dan lingkungan yang berkelanjutan," kata Prasetyo di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat (24/4/2024).

Prasetyo Edi Marsudi mengeklaim, DPRD DKI Jakarta akan terus mengawasi proses transisi Jakarta menjadi pusat bisnis.

"Sebagai wakil rakyat kami memiliki tanggung jawab untuk menjalankan fungsi pengawasan dan registrasi dengan baik untuk memastikan pembangunan yang seimbang inklusif dan berkesinambungan," katanya.

Sementara itu, kalangan pengusaha menilai Jakarta memiliki potensi besar menjadi global city atau kota global, meski tak lagi berstatus ibu kota negara.

Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Jakarta, Diana Dewi mengatakan, peluang itu mengacu pada berbagai penilaian yang dikeluarkan sejumlah lembaga pemantau perkotaan.

“Apalagi setelah menjadi kota global di mana menjadi pusat perdagangan, kemudian pusat bisnis, kemudian juga pusat jasa. Itu harapannya sehingga pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta walaupun sudah tidak menjadi ibu kota negara akan selalu menambah pertumbuhan ekonomi,” kata Diana kepada KBR (12/3/2024).

Diana Dewi optimistis para pengusaha di Jakarta bisa membuat peluang-peluang bisnis lain. Sehingga pertumbuhan ekonomi tetap terjaga dan bahkan bisa tumbuh. Namun, ada sejumlah kekhawatiran, salah satunya soal dampak pada konsumsi rumah tangga.

Menurut Diana, para pelaku usaha di bidang konsumsi rumah tangga inilah yang kemungkinan pertama kali akan terdampak.

“Apabila memang terjadi perpindahan ibu kota yang akan dimulai dengan beberapa perangkat ASN, kemudian juga TNI-Polri yang biasa berkantor di ibu kota negara. Begitu banyaknya memerlukan konsumsi rumah tangga seharusnya dan ternyata mereka pindah. Nah, ini juga salah satu yang mungkin,” katanya.

Di lain pihak, analisis ekonom dari lembaga kajian ekonomi Indef, Eko Listiyanto, secara infrastruktur dasar Jakarta sudah memiliki modal menjadi pusat ekonomi dan kota global. Namun, masih kalah saing dari kota lain di dunia.

Menurut Eko, sebelum ke level global, setidaknya di ASEAN dan Asia dulu. Sebab, saat ini, masih ada parameter-parameter yang harus dipenuhi seperti memastikan Jakarta menjadi kota layak investasi.

"Ini tentu masih banyak hal yang harus dikerjakan ya apalagi kalau kita lihat beberapa negara tetangga ya kota-kota tetangga juga memiliki tingkat ini ya. Katakanlah daya kompetisi yang kuat ada Singapura yang menjadi salah satu pusat untuk keuangan di ASEAN atau bahkan di Asia begitu ada Shanghai Cina dan beberapa kota yang lain," ujar Eko kepada KBR (24/4/2024).

Baca juga:

Tak Lagi Ibu Kota, Jakarta Akan Disulap Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Aturan Wapres Pimpin Dewan Aglomerasi Dicoret dari RUU Jakarta

Menurut data power city index, Jakarta menduduki peringkat 45 dari 48 kota. Jakarta juga berada di peringkat 153 dari 183 dalam cities in motion index.

Selain itu, dari data sementara economy intelligent unit, Jakarta di urutan 139 dari 173 kota, dan peringkat ke-69 dari 156 kota dalam global city index.

Editor: Fadli

  • RUU DKJ
  • DPR
  • Jakarta
  • #IKN
  • Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta
  • Kota Global

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!