NASIONAL

Alasan Perlunya Lembaga Pengawas Independen untuk Penuntasan Kasus Kekerasan Seksual

"Kemenkumham mengungkap, dari 6.000-an kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Indonesia hanya 300-an kasus yang masuk ke pengadilan."

Wydia Angga

Alasan Perlunya Lembaga Pengawas Independen untuk Penuntasan Kasus Kekerasan Seksual
Ilustrasi kekerasan seksual

KBR, Jakarta - Sejumlah kasus kekerasan seksual kembali jadi sorotan publik. Diantaranya kasus pemerkosaan kepada seorang anak perempuan usia 15 tahun di Aceh oleh tiga pemuda. 

Ada juga 18 kasus kekerasan seksual di Kabupaten Tanggerang, Banten di mana para korban rata-rata berusia 14-16 tahun. Publik menyoroti kasus ini karena berakhir damai antara korban dan pelaku. Kasus ini diselesaikan dengan cara kekeluargaan dengan dalih keluarga tidak ingin menambah rasa malu dan trauma.

Sayangnya, dari 6.000-an kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Indonesia hanya 300-an kasus yang masuk ke pengadilan. Data itu disampaikan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) di Kompleks DPR Jakarta, Selasa (29/3/2022).

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menganggap perlu adanya lembaga pemantauan dan pengawasan independen agar penanganan tindak pidana kekerasan seksual bisa maksimal. 

Komnas Perempuan mendesak DPR RI dan pemerintah memasukkan elemen pemantauan dan pengawasan independen dalam kedalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang sedang dalam pembahasan ini.

Saat konferensi pers Selasa (29/3/2022), Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan pentingnya pemantauan dan pengawasan independen oleh Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM), termasuk oleh Komnas Perempuan, dan lembaga pengawas eksternal. 

Menurut Siti Aminah, keberadaan lembaga independen ini penting untuk memastikan negara menjalankan kewajibannya dalam penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM). Khususnya, perlindungan HAM terhadap korban kekerasan seksual secara purna sejak dari pencegahan kekerasan seksual hingga pelaksanaan peradilan pidana dan pemulihannya.

Sementara itu Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfa Anshor menyampaikan kendala penyelesaian kasus kekerasan seksual di Indonesia selama ini. 

Menurut Maria, sebuah undang-Undang tanpa lembaga pengawas independen akan menyebabkan kekosongan hukum. Ia mengatakan implementasi hukum suatu undang-undang akan kurang terawasi dan berpotensi menimbulkan celah-celah penegakan hukum.

Setali tiga uang, Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS), Asfinawati menganggap keberadaan lembaga pengawas atau pemantau independen dibutuhkan. Namun ada sejumlah catatan agar kedepannya lembaga ini tidak dikerdilkan.

Seperti apa obrolan selengkapnya? Simak lewat Podcast What's Trending berikut ini:

Episode lain podcast What's Trending bisa kamu dengarkan di kbrprime.id, spotify, dan platform mendengar podcast lainnya!

Baca Juga:

DPR Targetkan RUU TPKS Selesai Dibahas Awal April 2022

Editor: Agus Luqman

  • TPKS
  • RUU TPKS
  • DIM RUU TPKS
  • Kekerasan Seksual

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!