HEADLINE

Pengadilan Rakyat Internasional 1965, Martono: Tuntut Saya Mumpung Belum Mati

"Martono adalah seorang pembawa mayat yang ditugaskan Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD"

Damar Fery Ardiyan

Pengadilan Rakyat Internasional 1965, Martono: Tuntut Saya Mumpung Belum Mati
Hari kedua, Rabu (11/11/15) pengadilan rakyat internasional tragedi 1965 di Den Haag, Belanda (Sumber: Streaming IPT 1965)

KBR, Jakarta - Salah satu saksi Pengadilan Rakyat Internasional tragedi 1965/66 di Den Haag, Belanda, Martono menantang pemerintah Jokowi-JK melanjutkan hukum formal atas pembunuhan massal. Dia ingin pemerintah Indonesia tidak tutup mata dan mulai membuktikan tragedi berdarah tersebut. Bahkan dalam siaran langsung sidang  IPT65, Martono bersedia diseret ke persidangan atas apa yang telah ia sampaikan di muka persidangan IPT.

"Kebenaran itu ada lewat yang saya sampaikan. Kalau memang Anda ingin bukti, saya tunjukan bukti mati. (Harapan?) Paling tidak yang tadinya takut, jadi tidak. Saya ingin ada simpulan untuk membuktikan kalau berani loh, untuk membuktikan kebenaran. Betul-betul ada langkah hukum." ujar Martono saat diwawancarai di sela sidang, Rabu (11/11/2015). 

Martono meminta, "sebelum saya mati, mumpung saya hidup. Adili saya, mumpung saya belum mati. Ada langkah lebih lanjut yang menyatakan bahwa omongan Martono itu benar," 

Martono adalah seorang pembawa mayat yang ditugaskan Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD (kini Kopasus). Ia mengaku membawa sekitar 20-25 mayat tiap akhir pekan untuk dibuang ke Sungai Bengawan Solo.


International People's Tribunal (IPT) atau Pengadilan Rakyat Internasional untuk korban tragedi pembantaian massal di Indonesia pada 1965 sejak kemarin digelar di Den Haag, Belanda. Sidang ini menghadirkan korban, saksi, peneliti, dan ahli sejarah. Di antaranya adalah Asvi Marwan Adam, Lesley Dwyer dan Martono.


Editor: Rony Sitanggang

  • Toleransi
  • pengadilan rakyat internasional tragedi 1965

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!