BERITA
Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Kontras: Pemerintah tak Serius
"Jadi dua tahun bekerja baru ngomong penyidikan umum sih itu menurut kami bukan kabar yang menggembirakan,"
AUTHOR / Astri Yuanasari
KBR, Jakarta- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai, pemerintah belum cukup serius untuk penegakkan hukum kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Anggota Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Ahmad Sajali mengatakan, saat ini kasus Paniai sudah masuk ke tahap penyidikan oleh Kejaksaan Agung. Namun hal ini masih jauh dari cita-cita untuk menyelesaikan seluruh kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Jadi kalau baru sebatas statement di muka publik bahwa kejaksaan agung akan mengadakan penyidikan umum itu jelas masih sangat langkah yang awal yang seharusnya sudah bisa dilakukan dari hari-hari pertama Jaksa Agung bekerja di 2019 tepatnya untuk pak Sanitiar Burhanuddin ini ya. Jadi dua tahun bekerja baru ngomong penyidikan umum sih itu menurut kami bukan kabar yang menggembirakan, walaupun ya ini bisa dibilang progress tapi pengawalan dan bentuk koreksi kritis terus harus dilakukan oleh Kontras dan juga banyak pihak lain tentunya," kata Ahmad kepada KBR, Selasa (7/12/2021).
Ahmad mengatakan, sampai saat ini masyarakat dan korban pelanggaran HAM berat masa lalu belum melihat ada bukti nyata dari janji-janji pemerintah era presiden Jokowi. Kata dia, sejak kampanye presiden 2014, sampai hari ini, yang terjadi justru kemunduran demi kemunduran terkait komitmen penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dari pemerintah.
Menurutnya, salah satu hal yang paling nyata adalah diangkatnya para terduga pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu menjadi pejabat di pemerintahan. Selain itu, kata Ahmad, pembentukan unit kerja presiden untuk penyelesaian kasus HAM berat juga sangat minim aspirasi para korban dan pendamping.
"Jadi kami melihat gejala-gejalanya malah ke arah yang kedua, bahwa apa yang dilakukan oleh presiden Jokowi dan jajaran itu untuk akhirnya bikin mereka yang akhirnya dulu terlibat dan secara jelas sekarang ada di pemerintahan, itu mereka secara legal nanti benar-benar akhirnya tidak bisa lagi diproses atau diusut oleh hukum di Indonesia," pungkasnya.
Berita lainnya:
- Penyelesaian Kasus HAM Berat Masa Lalu Tak Perlu Tunggu DPR
- Revisi UU Kejaksaan Langgengkan Impunitas, Kontras Tolak Wewenang Rekonsiliasi
Sebelumnya, Komnas HAM telah menyelesaikan penyelidikan terhadap 13 kasus pelanggaran HAM berat, berkas penyelidikan sudah diserahkan kepada Kejaksaan Agung agar ditindaklanjuti ke tahap penyidikan. Namun baru satu kasus yang bisa lanjut ke tahap penyidikan, yakni kasus Paniai. Kejaksaan Agung pun membentuk Tim Penyidik Dugaan Pelanggaran HAM Berat di Paniai, Provinsi Papua 2014.
Langkah tersebut diambil berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 267 Tahun 2021 pada 3 Desember 2021 yang ditandatangani oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Draf Keppres Pelanggaran HAM Masa Lalu
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Omar Sharif Hiariej mengungkapkan adanya draf Keputusan Presiden (keppres) terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Dia menyebut, drafKeppres itu masih berproses sembari berjalannya pembahasan soal Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR).
"Saya tetap ingin menegaskan bahwa ini adalah satu tanggungan pemerintah mengenai penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu dan saya mau katakan bahwa ini in progress untuk menuju kepada keluarnya Keppres tersebut atau Peraturan Presiden, sembari kita menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi," ucap Eddy dalam diskusi publik menyambut Hari HAM 2021: “Refleksi 21 Tahun UU Pengadilan HAM” yang disiarkan Youtube Komnas HAM, Senin (6/12/2021).
Eddy mengatakan, di dalam draf Keppres tersebut, terdapat tiga poin penting, yakni pengungkapan kebenaran terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu, rehabilitasi terhadap korban, serta jaminan bahwa pelanggaran HAM berat di masa lalu tidak akan terulang kembali di masa depan.
“Pengungkapan kebenaran ini merupakan suatu keniscayaan. Harus ada,” jelasnya.
Editor: Rony Sitanggang
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!