BERITA

Pakar: Salah Ketik di UU Cipta Kerja Tak Boleh Dikoreksi Diam-diam

"Ada beberapa contoh undang-undang yang diperbaiki secara melanggar prosedur di balik meja, namun tidak banyak diketahui publik karena undang-undang itu tidak kontroversi."

Wahyu Setiawan

Pakar: Salah Ketik di UU Cipta Kerja Tak Boleh Dikoreksi Diam-diam
Tangkap layar halaman depan salinan Undang-undang Cipta Kerja yang diunggah Sekretariat Kabinet. (Foto: Istimewa)

KBR, Jakarta - Kesalahan penulisan di dalam naskah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mendapat sorotan banyak pihak.

Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti menyebut kesalahan itu tidak boleh dikoreksi secara diam-diam baik oleh DPR maupun pemerintah.

Menurut Bivitri, undang-undang ini sudah diberi nomor dan sah menjadi lembaran negara. Karena itu, perubahan atau koreksinya harus dilakukan melalui proses yang benar menurut konstitusi.

Bivitri mewanti-wanti agar pemerintah tak asal mengubah kesalahan ketik ini kemudian mempublikasikannya ulang seperti distribusi kedua.

"Kita bicara undang-undang, bukan bicara skripsi, yang namanya distribusi kedua. Diganti langsung di balik meja tanpa ada prosedur formal terus kemudian dipublikasikan ulang. Ini tidak boleh, karena ini Undang-undang. Kita nggak bisa langsung revisi di balik meja seperti itu saja," kata Bivitri saat dihubungi KBR, Selasa (3/11/2020).

Bivitri Susanti mengatakan ada beberapa contoh undang-undang yang melalui tahap distribusi kedua, atau perbaikan tanpa prosedur yang benar.

Meskipun perbaikan itu melanggar prosedur, namun sejumlah undang-undang itu tidak banyak diketahui publik karena tidak menimbulkan kontroversi.

Jika pemerintah atau DPR nekat memperbaiki kesalahan ketik di undang-undang secara diam-diam, menurut Bivitri, itu menunjukan adanya pelanggaran prosedur yang nyata.

Pelanggaran itu bisa dijadikan alasan kuat bagi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan Undang-undang Cipta Kerja karena tidak melalui proses legislasi yang benar.

"Ada namanya moral demokrasi, nilai-nilai konstitusional. Proses legislasi jangan dianggap dikerdilkan sebagai proses teknokratis. Itu sebenarnya peristiwa sakral, kontrak sosial kita 250 juta warga ini yang diwakili oleh para wakil rakyat di DPR dan Presiden yang dipilih langsung, dan menjadi undang-undang," ujarnya.

"Kalau main diganti-ganti seperti ini, bagi saya moral demokrasi sudah sangat tercemari," imbuhnya.

Bivitri meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mengoreksi pasal-pasal yang salah penulisan itu. Atau, DPR melakukan legislative review (uji legislasi) untuk mengubah undang-undang tersebut sesuai proses legislasi di DPR.

Undang-Undang Cipta Kerja disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 5 Oktober lalu. UU ini kemudian diteken Presiden Joko Widodo pada 2 November dan diundangkan di lembar negara dengan nomor 11 tahun 2020.

Meski sudah menjadi lembaran negara, undang-undang ini ternyata masih menyisakan kejanggalan salah ketik, termasuk salah rujukan di Pasal 6 dan Pasal 175 poin 6.

Editor: Agus Luqman

  • UU Cipta Kerja
  • Jokowi
  • DPR
  • Mahkamah Konstitusi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!