BERITA
Nursyahbani: Buka Hasil Rekomendasi Simposium '65 ke Publik!
Pengacara dan aktivis HAM, Nursyahbani Katjasungkana meminta agar hasil rekomendasi Simposium Nasional Tragedi 1965 dibuka ke publik segera mungkin.
AUTHOR / Quinawati Pasaribu
KBR, Jakarta - Pengacara dan aktivis HAM, Nursyahbani Katjasungkana meminta agar hasil rekomendasi Simposium Nasional Tragedi 1965 segera dibuka ke publik. "Ya iya, ini kan menggunakan anggaran negara, jadi kan harus terbuka dan akuntabilitas kepada publik. Lagipula simposium kan terbuka dan bisa dilihat oleh publik," kata Nursyahbani pada KBR, Kamis (19/5/2016).
Dengan begitu, menurut Nursyahbani, publik dapat mengontrol apakah rekomendasi tersebut sesuai dengan simposium April lalu. "Dan hal-hal yang dibahas (di simposium-red) itu apakah nyambung dengan rekomendasinya atau tidak? Tidak hanya rekomendasi, tetapi poin-poin konsideran harus nyambung dengan rekomendasi," tambahnya.
Apabila tidak segera diumumkan, ia mengkhawatirkan ada intervensi pihak lain yang membuat hasil rekomendasi tersebut berbeda dengan yang disodorkan tim perumus. "Dan mungkin Pak Luhut masih konsultasi dengan pihak-pihak oposisi. Itu bisa saja terjadi hari ini. Atau dilaporkan dulu kepada Presiden sebelum diumumkan," tegasnya.
Kemarin (18/5/2016), Ketua Tim Pengarah Simposium Nasional 1965 sekaligus anggota tim perumus, Agus Widjojo menyerahkan hasil rekomendasi ke Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan di kantornya. Luhut mengatakan, rekomendasi itu akan diumumkan Jumat (20/5/2016).
Kata dia, salah satu isi rekomendasi itu adalah penyataan penyesalan oleh negara soal tragedi 1965. “Saya kita baru bisa komentari hari Jumat. Saya masih pelajari. Mereka memberikan range, pilihan, ujungnya untuk pemerintah mungkin menyesalkan, seperti itulah. (Permintaan maaf?) Permintaan maaf, saya kira masih jauh dari dari kami. (Pengakuan keterlibatan negara?) Masih jauh dari pikiran kami," ujar Luhut pada Rabu (18/05/16).
Luhut pun menyatakan, langkah pemerintah mengakui keterlibatannya dalam tragedi 1965 dan meminta maaf kepada korban masih sangat jauh. Kata dia, langkah yang paling mungkin adalah rehabilitasi. Namun, Luhut juga masih mempertanyakan berapa orang yang namanya harus direhabilitasi negara. "(Jaminan rehabilitasi?) Ya kita lagi lihat. (Jumat itu diumumkan materinya?) Saya masih melihat lagi, saya tanggapi dulu butir-butir mereka. (Ada sepuluh?) Tak tahu,” imbuhnya.
Baca juga: Pemerintah Beri Penyataan Penyesalan
Menanggapi salah satu poin rekomendasi di mana pemerintah tidak akan meminta maaf, Nursyahbani menyayangkannya. Sebab kata dia, dalam simposium para sejarawan terang mengatakan ada rantai komando dalam kejahatan kemanusiaan itu. "Saya kira ini jauh dari fakta-fakta yang kita kumpulkan oleh peneliti dan jauh dari kesimpulan Komnas HAM. Bahwa ada keterlibatan negara dan itu memang ada bukti-bukti dokumennya," pungkas Nurysahbani.
Simposium Nasional Tragedi 1965 digelar dengan sokongan Menkopolhukam Luhut Pandjaitan. Tujuannya untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM berat yang terjadi pada 1965. Gearan itu dihadiri ratusan peserta yang terdiri dari korban, pelaku, aktivis, dan akademisi. Salah satu solusi yang diusulkan adalah penyelesaian melalui jalur non-yudisial atau rekonsiliasi.
Baca juga: Isu Neo-PKI Hanya Pengalihan Isu
Editor: Damar Fery Ardiyan
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!