NASIONAL

LBH Yogyakarta: Yogyakarta Darurat Intoleransi

"KBR, Jakarta- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mencatat terjadi peningkatan kasus intoleransi yang terjadi di Yogyakarta sampai akhir Mei 2014."

Eli Kamila

LBH Yogyakarta: Yogyakarta Darurat Intoleransi
yogyakarta, darurat, intoleransi

KBR, Jakarta- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mencatat terjadi peningkatan kasus intoleransi yang terjadi di Yogyakarta sampai akhir Mei 2014. Total kasus intoleransi sampai Mei 2014 adalah 21 kasus. 

Kasus-kasus tersebut umumnya hanya berakhir di Polda DIY dan tanpa tindaklanjuti penangkapan pelaku kekerasan. 

Direktur LBH Yogjakarta Samsudin Nurseha mengatakan Yogyakarta memang sedang mengalami masa-masa intoleransi, bahkan ia menyebutkan Yogyakarta bisa disebut sebagai kota darurat intoleransi. Dari 21 kasus yang terjadi, sebanyak 15 orang telah menjadi korban aksi kekerasan tersebut.

"LBH Yogyakarta dengan masyarakat sipil sudah berkali-kali mengingatkan kepada Pemda bahwa Yogya ini darurat kekerasan, kalau tidak ada tindakan tegas, ini akan terulang. Dan benar prediksi kita kasus kekerasan di Yogya semakin meningkat," kata Samsudin kepada KBR, Jumat (30/5)

(baca juga: Elga Sarapung: FPI Pelaku Penganiayaan di Yogyakarta

Sebelumnya, aksi kekerasan dan intoleransi di Yogyakarta semakin meningkat jumlahnya. Selain kasus penyerangan  yang terjadi di rumah Julius Felicianus, Direktur Penerbitan Galang Press Yogyakarta yang tengah menggelar ibadah doa Rosario pada Kamis (29/5). Kasus lainnya adalah penganiayaan yang dialami ketua lintas iman Gunungkidul dan penyegelan gereja di Gunungkidul yang dilakukan oleh Front Jihad Islam (FJI) pada Mei 2014.

(Baca juga: Ponpes Rausyan Fikr DIY: Kami Tak Sebarkan Ajaran Syiah

Editor: Luviana

  • yogyakarta
  • darurat
  • intoleransi
  • Toleransi
  • petatoleransi_34Daerah Istimewa Yogyakarta_merah

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!