BERITA
Jokowi Harus Buktikan RAPBN 2019 Bukan untuk Kepentingan Politik
“Kecenderungannya kami melihat bahwa kenaikan gaji pegawai di akhir periode itu punya kesan politik.”
AUTHOR / Ria Apriyani, Gilang Ramadhan, Rizky Fauzan
KBR, Jakarta- Keputusan Jokowi menaikkan belanja pegawai sebesar 5 persen dan anggaran bantuan sosial (bansos) pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 mengundang pro dan kontra. Ada yang menyebut kebijakan ini memang diperlukan oleh masyarakat. Ada pula yang menduga RAPBN 2019 bermuatan politis untuk mendulang suara pada Pilpres mendatang.
Menurut peneliti Saiful Mujani Research Center (SMRC), Sirajuddin Abbas, penilaian kebijakan bermuatan politis dianggap wajar. Sebab, Indonesia memang sedang memasuki tahun politik. Kendati begitu, menurut Sirajuddin, kebijakan itu jangan semata-mata dikaitkan dengan Pemilu 2019. Dari sisi pemerintahan, Jokowi pun harus bisa membuktikan bahwa kebijakan RAPBN 2019 bukan untuk kepentingan di pilpres mendatang.
"Saya kira jalankan dengan baik dan buktikan memang pemerintah ini berusaha mendahulukan kepentingan masyarakat banyak. Karena yang bersikap kritis atau sinis akan terus ada. Risikonya jika pemerintah tidak mengambil langkah antisipatif seperti itu di 2019 bisa jadi lebih buruk secara sosial dan ekonomi," kata Sirajuddin kepada KBR, Minggu (19/8).
Sirajuddin mengatakan, dari sisi ekonomi saat ini sebenarnya kebijakan menaikkan belanja pegawai dan anggaran Bansos dirasa tepat untuk merespons akibat dari penurunan nilai Rupiah terhadap Dolar. "Bahwa memang bertepatan dengan tahun politik tapi saya kira tidak bisa dipisahkan dari konteks politik makronya juga," ujar Sirajuddin.
Terkesan Ada Upaya Menjaga Citra
Sementara itu, peneliti nasional Forum Indonesia untuk Transparansi (FITRA) Gurnadi Ridwan mengatakan, penaikan anggaran pada momentum tahun politik 2019 itu terkesan ada upaya menjaga citra. "Kecenderungannya kami melihat bahwa kenaikan gaji pegawai di akhir periode itu punya kesan politik," ucap Gurnadi, Minggu (19/8).
Dia menambahkan presiden sebenarnya sah-sah saja menaikkan anggaran tersebut karena memang jika dilihat secara makro sedikit defisit anggaran pada tahun ini.
"Karena gini, Jokowi memang baru menaikkan dua kali gaji pegawai selama periode pemerintahan itu ya rata-rata punya kenaikan yang signifikan sampai 17-20 persen, nah momentum terakhir itu di tahun ini kan menjelang akhir ada kenaikan lagi," ujar Gurnadi saat dihubungi KBR.
Menurut Gurnadi, penaikan gaji dan tunjangan pada tahun depan harus diimbangi dengan kinerja dan capaian serta target yang lebih besar. Supaya, penaikan tersebut tidak dianggap sebagai pencitraan.
Baca juga:
- APBN 2019 Direncanakan Senilai Rp2.439 Triliun
- Masuk Tahun Politik, Jokowi Tambah Dana Perlindungan Sosial Hampir Rp100 Triliun
Sudah Sesuai RPJMN 2014-2019
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Erani Yustika menegaskan kenaikan gaji PNS dan anggaran bantuan sosial bukan upaya mendulang suara bagi Presiden Joko Widodo. Dia berdalih, setiap tahunnya belanja pegawai, anggaran kesehatan, pendidikan memang naik. Menurutnya, apa yang dilakukan pemerintah sudah sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019.
Pada RAPBN 2019, anggaran belanja pegawai pemerintah ditetapkan mencapai Rp368,6 triliun atau naik sekitar Rp26,1 triliun dibanding tahun sebelumnya. Begitu pula dengan anggaran bansos Program Keluarga Harapan (PKH), yang rencananya indeks bantuan sosial bagi 10 juta keluarga penerima manfaat PKH akan naik dari Rp15,4 triliun pada 2018 menjadi Rp32 triliun pada 2019.
"Kalau pemerintah ingin mendulang suara, membangun infrastruktur akan dibikin sebagian besarnya di Jawa dan Sumatera saja. Enggak perlu infrastruktur dibangun besar-besaran di Nusa Tenggara Timur, Papua, pelosok-pelosok Kalimantan atau Sulawesi. Karena konsekuensi politiknya tidak sebesar di pulau Jawa," kata Erani saat dihubungi KBR, Minggu(19/8).
Erani menjelaskan, penambahan anggaran sejumlah pos prioritas pemerintah sebetulnya lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dia mencontohkan dana desa yang hanya ditambah sekitar 20 persen di RAPBN 2019. "Pertumbuhan tahun 2015 ke 2016 mencapai 125 persen dan di tahun berikutnya tumbuh 40 persen," jelasnya.
Dia menambahkan, jika pemerintah berniat pencitraan, anggaran belanja pegawai seharusnya dinaikkan lebih dari pertumbuhan APBN tahun depan, sebesar 10 persen. Erani memastikan semua penambahan anggaran itu tetap terukur dan sesuai program prioritas pemerintah.
Editor: Fajar Aryanto
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!