HEADLINE
ISIS, BNPT Minta Pemda Bantu Awasi Simpatisan yang Telah Kembali
"Saya minta pemerintah daerah ikut berperan nih, untuk ikut menjaga. Kita tidak bisa menjamin mereka sudah tidak radikal lho,"
AUTHOR / Yudi Rachman, Dwi Reinjani

KBR, Jakarta- Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) mengaku
sulit untuk mendeteksi simpatisan ISIS yang akan melakukan
teror. Menurut Kepala BNPT Suardi Alius, tidak adanya payung hukum
membuat aparat sulit untuk menindak pelaku teror secara dini. Sehingga
simpatisan teroris bergerak leluasa dan mendapatkan materi secara bebas
melalui jaringan internet yang bebas.
"Kan online, mana ada sekat kita online, semua masuk, sepanjang ada sinyal. (Perekrutannya luas?) Luas, kan digerakkan ini simpatisan, dari empat cluster itu simpatisan
yang digerakkan, kalau kita lihat, yang kayak gini pemahaman agamanya tidak tinggi tinggi amat, tapi kan punya pemahamankan," ujar Suardi di
Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (3/7/2017).
Suardi menambahkan, selain maraknya aksi teror oleh simpatisan, BNPT juga mewaspadai bekas militan yang
kembali dari Suriah. Kata Suardi, tidak semua yang kembali dari Suriah
merupakan anggota ISIS. Kata dia, ada juga yang merupakan kelompok
Jabal Nusra dan FSA Army yang juga memiliki kemampuan teror.
"Kan ada FSA Army itu. (Jumlah?) Sudah ada, tapi kan tidak mungkin kita
buka semuanya. Kalau tidak ada payung hukum Bagaiman? Kita kan membatasi
ruang, begitu orang datang, kita verifikasi, kita kasih pencerahan di Bambu Apus satu bulan, kita antar sampai ke rumahnya. Saya minta
pemerintah daerah ikut berperan nih, untuk ikut menjaga. Kita tidak bisa
menjamin mereka sudah tidak radikal lho," katanya
Dia juga meminta pemerintah daerah untuk membantu mengawasi bekas militan yang kembali dari daerah konflik seperti Suriah.
"Jelas sudah ada namanya, sekian ratus sudah ada, yang balik sudah ada,
dan sudah tersebar di seluruh Indonesia itu. Saya minta pemda, melalui Kemendagri," katanya.
Diskresi
Juru bicara Polri Setyo Wasisto mengatakan tindakan deskresi menembak mati terduga teroris untuk mengantisipasi adanya hal yang tidak diinginkan.
"Gini, kita tidak tau dia membawa senjata apa, dia menyerang polri kemudian dia melarikan diri, kita tidak tahu kalau dalam jarak dekat kita dekati ternyata dia bawa bom bagaimana? Kita harus menyelamatkan petugas kita terlebih dahulu. Kita harus memahami konteks di lapangan. Ini adalah teror seperti kejadian di Kampung Melayu begitu didekati meledak," ujar Setyo, Senin (03/07/2017).
Sebelumnya Wakil Koordinator LSM Kontras, Puri Kencana Puteri menyayangkan tindakan petugas yang menembak mati pelaku penyerangan petugas. menurutnya tindakan tersebut bukanlah tindakan bijak yang bisa dilakukan.
"Karena dengan mematikan (tersangka), polisi tidak pernah tahu apa motif di balik aksi kekerasan itu. kalau balas dendam dibalas dengan brutalitas tentu tidak menunjukan watak Polri yang seharusnya menjunjung agenda penegakan hukum," ujar Puri.
Sebelumnya terduga teroris simpatisan ISIS menyerang anggota kepolisian di Sumatera Utara dan Jakarta. Penyerangan di Medan pada Minggu pagi (25/06) mengakibatkan Ajun Inspektur Satu Martua Sigalingging, anggota Kepolisian Daerah Sumatera Utara tewas. Polisi menembak mati satu dari dua pelaku penyerangan. Sedangkan penyerangan di Masjid Falatehan mengakibatkan dua anggota polisi terluka. Dalam peristiwa yang terjadi pada Jumat (30/06) itu Polisi menembak mati pelaku.
Editor: Rony Sitanggang
Editor:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!