KBR, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedang mendata perusahaan yang belum mereklamasi lubang bekas tambang di Kalimantan Timur, kawasan ibu kota negara (IKN) baru.
Juru bicara KLHK Djati Wicaksono Hadi menegaskan perusahaan tambang yang izinnya sudah habis wajib melakukan reklamasi.
Ia juga menyebut proses reklamasi itu harus dilakukan berbarengan oleh sejumlah perusahaan yang beroperasi dalam satu kawasan.
"Jadi dalam satu cekungan misal ada beberapa tambang, maka akan dijadikan satu kesatuan untuk reklamasinya, enggak bisa satu-satu, tapi beberapa eks perusahaan langsung disatukan menjadi satu bentangan," kata Djati saat dihubungi KBR, Selasa (24/12/2019).
Berita Terkait:
- Banyak Lubang Tambang Belum Direklamasi, Negara Mestinya Hukum Pengusaha
- Lubang Tambang Jadi Tempat Wisata, Jatam: Itu Modus Kabur Pengusaha
Sembari mengumpulkan data perusahaan, KLHK juga masih menghitung jumlah lubang tambang dan total luas area bekas galian yang harus direklamasi.
Djati menegaskan bahwa KLHK berkomitmen membangun kawasan IKN baru menjadi green city dan forest city yang asri.
Menurut Djati, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk IKN baru ditargetkan rampung pada Januari 2020.
KLHS itu nantinya akan menjadi referensi serta masukan bagi perencanaan pembangunan IKN di Kalimantan Timur.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengingatkan ancaman pidana untuk pengusaha yang menolak melakukan reklamasi lubang tambang.
Hal itu diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba serta Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.
Jokowi memastikan kawasan IKN bakal bebas dari lubang bekas tambang.
"Hati-hati lho, itu kewajiban (pengusaha). Kalau kewajiban tidak dilaksanakan, bisa langsung kita cabut itu. Itu bukan sekarang saja, sejak dulu wajib hukumnya. Hati-hati, ada pidananya di situ," ujar Jokowi saat meninjau kawasan IKN di Penajam Paser Utara, Kaltim, Selasa (17/12/2019).
Presiden Jokowi tak mempermasalahkan kawasan IKN berada di areal bekas tambang. Menurutnya, areal itu tak berbahaya dan bisa dimanfaatkan kembali, asalkan direklamasi sesuai ketentuan.
Editor: Ninik Yuniati