BERITA

Asing Bisa Masuk 100 Persen, Tak Ada yang Perlu Ditakutkan

"KBR68H, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM melansir hasil revisi Daftar Negatif Investasi di Indonesia."

Doddy Rosadi

Asing Bisa Masuk 100 Persen, Tak Ada yang Perlu Ditakutkan
asing, masuk 100 persen, indef, investasi

KBR68H, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM melansir hasil revisi Daftar Negatif Investasi di Indonesia. Dalam hasil revisinya ada sejumlah aturan yang melonggarkan kepemilikan asing di dalam negeri dan ada juga pembatasannya untuk sektor lainnya. Untuk investasi dibidang energi dan infrastruktur peran asing bahkan dibolehkan hingga 100 persen.

Penyiar KBR68H Agus Luqman dan Rumondang Nainggolan berbincang dengan Pengamat Ekonomi INDEF Sugiyono tentang revisi Daftar Negatif Investasi dalam program Sarapan Pagi.

Tahun depan kita punya Daftar Negatif Investasi yang baru dimana pengusaha asing bisa berinvestasi dengan saham 100 persen untuk bidang energi dan infratstruktur. Ini apakah langkah maju atau memang ini perlu dilakukan?

Ada dua hal. Jadi memang ketika asing tidak diperkenankan masuk itu titik awalnya adalah output untuk infrastruktur yang tidak ada hubungannya dengan asing adalah nol. Kemudian apabila mereka diperkenankan masuk maka per sektor itu impor kita terhadap mereka kemudian berkurang. Jadi secara ekonomi makro itu memberikan dampak peningkatan output atau pertumbuhan ekonomi yang lebih baik untuk kita. Namun persoalannya adalah pertama peningkatan modal asing terutama jasa asing itu di dalam neraca pembayaran kita maka defisit datanya akan meningkat walaupun biasanya dari sisi neraca modal kita itu biasanya naik. Kedua adalah soal kedaulatan, jadi kedaulatan di dalam infrastruktur dan energi paham nasionalisme itu di parlemen atau partai politik itu biasanya tidak suka kalau kedaulatan asing meningkat di negara kita walaupun perekonomian makro kita menjadi akan lebih baik. Ketiga adalah bahwa berdasarkan pengalaman misalnya Inalum, kerjasama dengan pemerintah Jepang yang sekian lama itu awalnya sampai lama sekali kemudian laporannya adalah merugi. Laporan selalu merugi ketika kemudian terjadi gerakan politik untuk pengambilalihan secara total dan itu kemudian tidak mudah dilakukan karena APBN kita mampu dengan harga kondisi sekarang, maka baru mereka membuat laporan mulai untung. Sedangkan dari sisi transfer teknologi SDM kita walaupun mereka orang asing itu sedikit dan dibatasi tetapi transfer teknologi tidak sepenuhnya bisa pindah. Contoh kasus pada pembangunan kilang minyak yang baru, itu selalu kita banyak untuk tidak bisa membangunnya dan didramatisi impor kita meningkat sehingga harus dibayar dengan harga BBM yang lebih tinggi. Seperti itulah situasi politiknya dilakukan manuver-manuver yang justru dari sisi rakyat walaupun secara perekonomian makro itu lebih baik tetapi dalam hal-hal seperti saya katakan tadi kedaulatan, kepemilikan, transfer teknologi, laporan audit keuangan internasional, dan hubungan perdagangan neraca pembayaran yang defisit dari jasa. Kemudian neraca perdagangan kita bahkan juga defisit dan ketergantungan merupakan kegagalan hilirisasi yang kemudian itu justru memukul balik kita dan kita tidak bisa sepenuhnya merdeka seperti waktu pelarangan ekspor minerba apabila mereka tidak membangun smelter. Akhirnya kita kalah kita bertekuk lutut pada asing, Freeport dan Newmont itu terkecuali, justru kepada smelter dalam negeri kita malah terkena. Jadi karir internasional kita bagi pemimpin kita kiranya itu perlu dikaji ulang, jadi harus ada kepentingan nasional walaupun memang secara ekonomi makro masuknya asing itu membuat pertumbuhan ekonomi kita lebih tinggi, kesejahteraan yang lebih baik tetapi ada sisi lain dari domain politik yang kemudian itu biasanya kita malu untuk mengatakannya.

Kalau begitu apa yang salah disini, aturan turunan kita yang lemah atau pengawasannya yang lemah?

Transparansi. Bagaimana itu didistribusikan baik secara formal maupun biaya transaksi, jadi itu harus ada pertanggungjawaban yang jelas. Sehingga negara kita yang makmur dari sisi sumber daya alam ternyata kemiskinan  masih tinggi dan tidak mampu diturunkan dengan sangat cepat. Betapa nilai tukar kita melemah sampai Rp 12.200 itu karena aspek spekulasi di dalam neraca pembayaran yang keliru. Paham moneter yang sangat mempertahankan bahkan takut pada efek domino itu membuat berapapun cadangan devisa kita korbankan untuk hal itu, defisit neraca jasa seperti itu. Ini adalah pembukaan Daftar Negatif Investasi itu adalah memperkenankan asing masuk, itu kita perlu di dalam perspektif maju bersama. Jadi pasti win win solution dalam sisi ekonomi tetapi dari sisi ekonomi politik itu di dalam detail dari perjanjian internasional itu memang harus berpihak pada kepentingan nasional, karena memang ada manuver-manuver individu. Bukannya saya tidak percaya kepada pengambil keputusan tetapi memang yang terjadi seperti di Indonesia ini dibandingkan Malaysia misalnya, dengan anggaran yang sama mereka lebih makmur secara keseluruhan walaupun jumlah penduduknya lebih kecil  tetapi di kita tidak. Memang yang lalu sudahlah berlalu, penegakan hukum dan segala macam kita perlu memandang ke depan bahwa harus ada auditor kebijakan yang memang memungkinkan kita semua mencapai kesejahteraan total yang lebih tinggi, bukan ada trik-trik tertentu yang individu itu bisa menjadi kaya luar biasa. Sementara secara keseluruhan sumber daya alam kita terkuras dan kita miskin. Beberapa manuver untuk menggertak asing itu justru digunakan transaksi untuk individu.

Lalu kepada pengusaha lokal sendiri walaupun mereka sebetulnya juga mampu tapi mungkin dianggap tidak mampu oleh sebagian politisi atau yang membuat kebijakan ini. Bagaimana?

Dari kebijakan misalnya tentang modernisasi pasar kemudian kerjasama asing dalam hal infrastruktur dan lainnya. Maka sesungguhnya inovasi atau aliansi strategis antara pelaku ekonomi dalam negeri dengan luar negeri itu jangan diganggu. Masalahnya di kita ketika pemerintah mendapat kesempatan untuk mengalokasikan faktor-faktor produksi kemudian kita di dalam negeri sangat tertinggal. Jadi para pelaku ekonomi dalam negeri sangat tertinggal sehingga pemerintah itu harusnya wajib menyediakan infrastruktur yang cukup. Contohnya misalnya di dalam pasar rakyat dan pasar tradisional atau pembangunan ruko atau kombinasi antara mal yang paling bawah pasar tradisional, tengah pasar modern, atasnya apartemen. Itu untuk membantu kelompok-kelompok yang tidak menguasai faktor produksi dengan baik itu adalah pelaku di dalam negeri UKM maupun usaha besar dalam negeri. Jadi musuh kita bukan asing tetapi kita perlu melihat kembali pada diri kita, kita perlu fair didalam mengatur negara ini, para pengambil kebijakan harus berpihak pada kepentingan nasional dan pelaku nasional. Mereka itu mungkin karena sistem seleksi yang kurang baik sehingga yang terjadi kelemahan dalam pengambilan keputusan.
 
Kalau pengusaha lokal tidak begitu diperhatikan tapi yang diutamakan investasi asing. Sebetulnya yang diuntungkan siapa selain investor asing?


Semuanya diuntungkan kalau dari sisi ekonomi, kalau dari sisi politik baru ada timbul kerugian. Semacam bersalah terpaksa memberikan asing mempunyai peran yang lebih dominan dalam jangka yang sangat panjang. Belum tentu nanti sekian tahun yang akan datang berdasarkan Undang-undang Penanaman Modal itu kemudian generasi yang baru itu bisa mempunyai catatan yang baik untuk melakukan evaluasi. Seperti kasus Inalum maupun Freeport itu kita daya tawarnya rendah karena mereka yang terlibat dulu tidak ada yang menguasai persoalan, dalam teknologi kita ilmu eksakta itu kalah jumlahnya atau kualitasnya dibanding mereka yang menekuni ilmu sosial.

Salah satu sektor seperti pengelolaan air minum kepemilikannya oleh asing dibuka sampai 95 persen, ini adalah sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak. Apakah ini justru tidak membuka tidak membuka peluang terjadinya eksploitasi yang merugikan masyarakat kita?
 
Tidak. Inilah yang memang pemerintah selalu pakai alasan macam-macam tetapi untuk mengendalikan harga ada tiga hal. Satu informasi harga itu harus simetris atau transparan, kemudian kedua aturan main harus ditegakkan dengan jelas, ketiga adalah kita harus ada stok. Pemerintah punya kewajiban untuk mempunyai stok, misalnya di pangan kita harus punya stok di dalam negeri sebesar 95 persen, termasuk komoditas ekspor kita kita harus punya stok 20 persen di dalam negeri sehingga harga ekspor tidak ditentukan oleh negara lain tetapi kita punya daya tawar. Perjanjian yang terakhir itu WTO atau lainnya kita dilucuti, seperti tahun 1998 bagaimana Soeharto jatuh itu kita dilucuti tidak boleh ada stok yang dikuasai oleh BUMN sehingga impor dengan derasnya masuk. Beberapa informasi tidak simetris seperti pada kasus BBM dengan arus kuat, seperti itu minoritas kalah. Itu sebenarnya hal yang terjadi seperti itu, sama sekali kesulitan untuk itu.

Ada sorotan misalnya infrastruktur ini meliputi pelabuhan juga misalnya pelabuhan dan sebagainya. Kalau skema ekspor impor terus kemudian nanti dikontrol oleh asing apa bisa sampai seperti itu?

Saya sekarang lebih optimis dibanding dulu. Karena kita lebih banyak bisa belajar ekonomi mikro, makro, politik, aplikasi kesenjangan umum jadi pikiran kita tidak parsial. Saya kira dengan banyak sekali lulusan doktor dan kita bisa berkomunikasi jauh lebih optimis bahwa hal-hal yang dulu menjadi suatu tragedi buruk itu tidak akan terulang.

Tapi perlu dibatasi waktu?

Itu soal daya tawar menawar jadi memang harus saling menguntungkan. Kenapa mereka tidak masuk dan ingin masuk itu semula memang tidak menguntungkan, kemudian mereka melihat ekspektasi positif apabila dilakukan ini itu maka dengan rekayasa ekonomi itu akan bisa untung. Karena itu memang faktor transparansi itu penting sekali untuk membicarakan hal itu secara detil dan jelas, tidak boleh ada pengkhianat disitu.

Jadi tidak ada yang perlu ditakutkan ya?

Tidak ada, itu sama seperti orang mau menikah atau apa segala sesuatu bisa dibicarakan. 

  • asing
  • masuk 100 persen
  • indef
  • investasi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!