BERITA

MUI Desak Coret Capim Bermasalah, Pengamat Ini Sebut Biarkan Pansel Selesaikan Tugasnya

"Istilahnya adalah karakter malaikat untuk ukuran manusia"

Muthia Kusuma

MUI Desak Coret Capim Bermasalah, Pengamat Ini Sebut Biarkan Pansel Selesaikan Tugasnya
Ilustrasi

KBR, Jakarta - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Yunahar Ilyas mendorong Presiden Joko Widodo, agar mencoret nama pendaftar calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang bermasalah, meski telah panitia seleksi telah menyerahkan 10 nama yang akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR.

"Kalau sudah DPR lobi-lobi politik mainnya nanti. Kalau bisa sebelum DPR lah, yang dikirim ke DPR betul betul yang sudah bersih lah ya. Sehingga tidak ada pengaruh lobi-lobi politik, yang bermasalah itu dicoret jangan dimasukkan. Karena kalau pun sudah ke DPR, DPR kan akan menganggap ini sudah seleksi panjang, berarti siapapun bisa. Tinggal DPR, karena lembaga politik yah akan lobi-lobi politik ya, kepentingan politik," ucap Yunahar kepada KBR, Senin, (2/9/2019).


Yunahar menambahkan, syarat menjadi calon pimpinan KPK memang tinggi, yaitu berintegritas dan tidak memiliki catatan buruk pada rekam jejaknya. Istilahnya adalah karakter malaikat untuk ukuran manusia.


Sementara itu, Pengamat Politik dari Universitas Tanjungpura, Ireng Maulana menilai panitia seleksi saat ini telah bekerja secara baik dalam melaksanakan proses seleksi secara transparan dan akuntabel, meski sebagian pihak menolak beberapa kandidat hasil seleksi tahap akhir karena dinilai cacat.


Ireng menilai, jika mekanisme seleksi yang diselenggarakan oleh pansel dinilai tidak cukup layak untuk menyaring kandidat, maka harus pula diketahui ruang kepercayaan publik terhadap aksi penolakan ini.


"Bisa jadi publik juga tidak lantas langsung memberikan dukungan kepada kepentingan ini," ujar Master of Art in Political Science dari Lowa State University, Iowa (IA), Amerika Serikat ini.


Dikatakan Ireng, upaya pemberantasan korupsi diklaim menjadi komitmen banyak orang, namun rotasi pimpinan KPK tidak selalu menjadi ranah publik secara luas. Maka dari itu, kata dia, lebih baik jika memberikan kesempatan kepada Pansel untuk menyelesaikan proses seleksi hingga tuntas.


"Mereka yang lolos seharusnya mereka yang dinilai layak," kata Ireng.


Selain itu, pihak-pihak yang bersikeras menolak sepertinya terlalu bersandar kepada KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Padahal, upaya pemberantasan korupsi itu menjadi satu ekosistem lengkap dalam sebuah tata kelola pemerintahan yang baik yaitu adanya wakil rakyat di parlemen (daerah dan nasional), untuk melakukan check and balance terhadap eksekutif, bahkan di desa di bentuk BPD untuk mengawasi kerja Kepala Desa.


"Kemudian di bidang pemeriksaan sudah berlapis instrumen seperti Inspektorat Daerah, BPKP dan BPK untuk memastikan pengelolaan keuangan dilakukan secara akuntabel dan transparan," kata pria yang juga memiliki keahlian Tata Kelola pemerintahan desa ini.


Selanjutnya, kata Ireng, penegakan hukum juga digerakkan oleh institusi kejaksaan dan kepolisian selain KPK.


Dengan kondisi seperti itu, maka cermin pemberantasan korupsi tidak hanya terletak pada kerja KPK seorang, melainkan pada bekerjanya seluruh ekosistem tata kelola pemerintahan yang baik tadi secara konsisten dan berjenjang.


"Pimpinan KPK hanyalah supporting unit yang harus memastikan KPK mengambil perannya dalam dunia tata kelola pemerintahan yang baik. Semua berperan dan tidak perlu ada keistimewaan untuk kerja pemberantasan korupsi yang efektif," ujar dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Kalbar tersebut.


Ireng menilai mereka yang menolak sepertinya tidak percaya dengan kekuatan dari dalam diri KPK sendiri sehingga terkesan pimpinan yang tidak mereka kehendaki ketika lolos menjadi pimpinan akan membuat kerusakan bagi KPK.


"Prediksi seperti ini mengandung sikap phobia yang tidak mendasar karena jika semua orang yang percaya pada KPK seharusnya yakin bahwa aturan main di dalam yang ketat serta kode etik yang keras akan tetap menjaga kehormatan Lembaga ini," jelas Ireng.


Pimpinan yang dianggap tidak baik pun mungkin akan bekerja ekstra hati-hati dan tidak akan mudah memanfaatkan KPK untuk kepentingannya.


Sederhananya, lanjut Ireng posisi pimpinan malahan akan memaksa orang untuk bertindak lebih kredibel daripada membuat masalah, dan mereka yang lolos seleksi, seharusnya siap diganti jika terdapat masalah di kemudian hari, sehingga tidak perlu ketakutan berlebihan untuk figur yang telah lolos seleksi.


Kelompok yang menolak hasil seleksi, katanya, barangkali lupa bahwa pimpinan yang baru walaupun mereka dikhawatirkan atau diprediksi akan melemahkan KPK sedang tidak berada di zona nyaman karena harus melalui proses adaptasi dan konsolidasi.


"Pimpinan KPK mengalami pergantian secara gradual," kata pria yang saat ini masih menjabat sebagai Co-Founder Forum Diskusi Era Baru-Fordeb.


Sebaliknya sebagian besar pegawai KPK malahan sudah terbiasa dengan pergantian pimpinan dan lebih lama berada di KPK.


Para pegawai barangkali juga lebih menguasai situasi kerja di dalam daripada pimpinan KPK yang baru saja cek in. Gap ini tentu membutuhkan waktu untuk saling terikat dalam kerja tim yang lancar dan solid.


Menurut Ireng, Pimpinan KPK yang baru tentu saja tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan sesuatu yang diasumsikan dapat merusak KPK dari dalam karena sudah berhadapan dengan keadaan eksisting yang mapan dan sudah jadi selama bertahun-tahun sejak era pimpinan KPK Jilid I.


"Yang paling mungkin dapat mereka lakukan adalah bekerja memenuhi target program yang telah dibuat dengan sisa waktu yang tersedia setelah dipotong masa adaptasi dan konsolidasi," ujar Ireng.


Selain itu, calon pimpinan ini tidak akan punya banyak waktu untuk melakukan tindakan yang dapat merusak nama baik sendiri sebagai pimpinan KPK.


"Karena pekerjaan mereka yang lain lebih banyak lagi sebagai pimpinan," pungkas Ireng.


Editor: Kurniati Syahdan

  • Capim KPK
  • Pansel Capim KPK
  • MUI
  • Antikorupsi
  • KPK

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!