KBR, Jakarta- Anggota Komisi Pertahanan DPR menyesalkan pengangkatan Mayor Jenderal Hartomo sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI. Langkah ini menurut Charles Honoris, sebuah kemunduran di tengah upaya TNI melakukan reformasi di tubuh internalnya.
"Ya memang sebetulnya ini agak kurang bijak ya mengangkat seseorang yang terlibat kasus pelanggaran HAM. Dimana hari ini kita sedang mengharapkan dan sudah melihat adanya upaya reformasi dalam tubuh TNI. Pelantikan ini dapat dilihat sebagai upaya kemunduran reformasi internal di tubuh TNI," kata Charles kepada KBR, Rabu (21/9).
Dia memaklumi adanya perbedaan mekanisme dalam pengangkatan seseorang di institusi militer. Charles mengatakan banyak hal sama terjadi ketika bekas terpidana yang sudah selesai menjalani hukumannya kembali berdinas bahkan menduduki jabatan. Semua itu, tergantung pada pertimbangan pemimpin.
"Kasus per kasus harus dilihat. Yang bersangkutan terkena pidana apa? Memang pada umumnya sistemnya di TNI berbeda dengan yang di luar. Jadi memiliki proses penilaian sendiri. Ada diskresi dari atasan yang mungkin bisa menilai kapabilitas, kredibilitas, dan apapun itu yang menyebabkan mengapa orang tersebut bisa masuk ke jabatan itu kan."
Meski begitu, Charles meminta agar Kementerian Pertahanan dan Panglima TNI mengevaluasi kebijakan ini.
Tahun 2003 lalu, Hartomo didakwa untuk kasus pembunuhan Theys Hiyo Aluay, pemimpin politik Papua. Theys tewas dibunuh pada 10 November 2001 sepulang menghadiri undangan peringatan hari Pahlawan di markas Kopassus.
Saat itu Letnan Kolonel Hartomo Dansatgas Tribuana 10 dan anak buahnya dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Mahkamah Militer Tinggi III, Surabaya, Jawa Timur. Mahmil memutuskan Hartomo dihukum 3,6 tahun penjara dan dipecat dari kesatuan.
Editor: Rony Sitanggang