BERITA

IPB: Produktivitas Pangan Indonesia Melandai Dalam 20 Tahun Terakhir

"Padahal peningkatan produktivitas ini penting karena makin terbatasnya lahan pertanian di Indonesia."

Vitri Angreni

IPB: Produktivitas Pangan Indonesia Melandai Dalam 20 Tahun Terakhir
Hakteknas, pangan, IPB, lahan

KBR, Jakarta – Setiap tanggal 10 Agustus kita merayakan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas). Tahun ini tema yang diangkat adalah "Inovasi Pangan, Energi, dan Air untuk Daya Saing Bangsa".

Prof. Dwi Andreas Santosa, ketua Program Studi Bio Teknologi Tanah dan Lingkungan IPB, mengatakan peningkatan produktivitas pangan kita ini sudah mulai melambat dalam 20 tahun terakhir ini. Padahal peningkatan produktivitas ini penting karena makin terbatasnya lahan pertanian di Indonesia.

Berikut perbincangan lengkapnya dalam Program Sarapan Pagi KBR (11/8).

Masalah apa yang paling menantang bagi para ilmuwan terkait dengan pangan, energi, dan air?

“Untuk problem pangan sudah barang tentu terkait dengan peningkatan produktivitas. Jadi peningkatan produktivitas pangan kita ini sudah mulai melandai, sudah sangat sulit lagi ditingkatkan pada periode 20 tahun terakhir ini. Karena peningkatan produktivitas ini menjadi kunci karena keterbatasan lahan untuk pengembangan pangan Indonesia. Kedua terkait dengan problem energi memang sekarang mulai muncul bagaimana pertanian ini menjadi pendukung untuk penyediaan energi di masa depan. Karena pertanian menyediakan biomassa, biomassa itu bisa dikonversi menjadi energi. Walaupun itu menjadi problem besar sekali terutama terkait rivalitas antara food and energy.”

Kalau yang Anda lihat perjalanan pemerintahan ini selama 10 tahun adakah upaya-upaya itu digarap serius oleh pemerintah?

“Upaya dalam arti selama ini kita lihat retorika. Dalam arti banyak hal dikemukakan oleh pemerintah tapi dalam praktiknya tidak dilaksanakan, misalnya saja peningkatan produktivitas banyak upaya sebenarnya. Tetapi seperti disebutkan tadi bahwa penyediaan anggaran untuk sektor riset di Indonesia sangat terbatas. Jadi tidak nyambung antara apa yang diinginkan pemerintah dan apa yang kemudian dilakukan.”

“Di sektor energi juga kita pernah mendengar dulu ada program Jarak Pagar, Nyamlung, dan sebagainya sampai Blue Energy yang bagi kami hanya ketawa saja apa-apaan lagi. Dalam arti hanya sekadar retorika, kita menginginkan sesuatu tetapi tidak ada arah yang jelas bagaimana menuju ke arah tersebut.”

Memang selama ini masalah anggaran riset dan sebagainya bisa diberi contoh apa yang terjadi di IPB? apakah penyusutan tiap tahun atau jumlah lokasinya bertambah?


“Memang terkait dengan pertanian akhir-akhir ini bagaimana pemerintah berusaha memasukkan benih-benih unggul justru dari luar negeri. Kita ingat ketika kita ingin meningkatkan produktivitas kemudian padi hibrida dari Cina dimasukkan ke Indonesia. Lalu kemudian sekarang bagaimana pemerintah berusaha memasukkan benih-benih ke Indonesia.”

“Lalu apa gunanya peneliti di Indonesia yang sekarang berjuang keras, apa tidak lebih baik mendukung mereka yang sekarang berjuang keras. Tapi pemerintah tergantung dari luar, demikian juga ketika kita mengatasi kelangkaan pangan di Indonsia satu hal yang instant dilakukan pemerintah impor. Sehingga dalam sepuluh tahun terakhir ini impor pangan kita melonjak luar biasa.”

Kabarnya banyak penemuan oleh para pakar di IPB yang sama sekali tidak dilirik pemerintah. Apa yang menjadi sebab?

“Pertama barangkali penemuan tersebut sulit diaplikasikan di level bawah dalam arti level petani. Kedua diseminasi yang masih sangat kurang, antara penemu dengan petani masih sangat kurang. Ketiga masalah kelembagaan, sementara ini di hampir semua universitas yang didorong adalah apa yang kita kenal sebagai ABG (Academic, Business, dan Government). Dalam arti bagaimana membentuk triangle antara akademisi, bisnis, dan pemerintahan sehingga apapun didorong bagaimana penemuan dari perguruan tinggi ini bisa dimanfaatkan di bisnis.”

“Lalu juga melalui pemerintahan, mereka lupa kalau terkait dengan pangan aktor terpenting di bidang pangan adalah petani. Jadi sangat jarang yang memiliki gerakan bersama petani, membangun bersama petani. Kami memiliki satu contoh, kami menghasilkan suatu teknologi tersebut pupuk hayati yang sudah diuji oleh Kementerian Pertanian selama tiga tahun terakhir ini dan menjadi pupuk hayati terbaik saat ini di Indonesia. Yang kami lakukan kerja sama dengan jaringan kami, sehingga jaringan kami yang memproduksi, bukan perusahaan besar.”

Memproduksi sendiri semua?


“Iya. Jadi jaringan-jaringan kami dalam rencana tiga tahun ke depan membentuk sekitar 100 jaringan di Indonesia yang memiliki kapasitas memproduksi pupuk hayati tersebut. Sehingga pupuk hayati tersebut langsung bisa diterapkan oleh petani, dikelola sendiri oleh petani, keuntungan terbesar adalah petani yang akan memproduksi dan menjualnya. Konsep ini bisa jadi konsep baru untuk Indonesia sebab ketika kami menemukan itu beberapa perusahaan besar sudah menawarkan kerja sama ke kami. Hanya kami bilang ini tidak bisa, ini hanya akan kami kerja samakan dengan petani kecil. Jadi bagaimana cara diseminasi teknologi menjadi hal yang sangat penting.”

Presiden terpilih saat ini berencana meninggalkan program swasembada ala SBY dan menggagas program swasembada pangan sendiri. Anda lihat ini sebuah terobosan atau di masa SBY ini swasembada pangan gagal total?


“Swasembada pangan era pemerintahan sepuluh tahun terakhir ini memang kalau kami lihat gagal. Karena sebagai contoh saja impor beras pada Kabinet Indonesia Bersatu dibanding tahun 2004 meningkat sekitar 430 persen, impor daging sapi meningkat 350 persen, impor sapi meningkat 140 persen, dan sebagainya. Upaya swasembada yang sering dikemukakan akhirnya hanya sebagai jargon, dalam arti ketika beras terjadi produktivitasnya melandai kita impor lagi.” 

  • Hakteknas
  • pangan
  • IPB
  • lahan

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!