BERITA

Anggota DPR: Pemerintah Gagal Antisipasi Lonjakan Tahanan kasus Narkoba

"KBR68H, Jakarta - Kementerian Hukum dan HAM akan memberikan pembebasan bersyarat kepada 16 ribu narapidana kejahatan umum hingga Agustus mendatang."

Doddy Rosadi

Anggota DPR: Pemerintah Gagal Antisipasi Lonjakan Tahanan kasus Narkoba
tahanan, dibebaskan, tanjung gusta, kasus narkoba

KBR68H, Jakarta - Kementerian Hukum dan HAM akan memberikan pembebasan bersyarat kepada 16 ribu narapidana kejahatan umum hingga Agustus mendatang. Juru Bicara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Akbar Hadi Prabowo mengatakan, kebijakan itu dilakukan untuk mengurangi jumlah tahanan di penjara seluruh Indonesia. Kebijakan itu diambil pasca kerusuhan yang terjadi di Lapas Tanjung Gusta, pekan lalu. Bagaimana sikap Komisi Hukum DPR atas rencana pemerintah tersebut? Simak perbincangan penyiar KBR68H Irvan Imamsyah dan Agus Luqman dengan anggota Komisi Hukum DPR Martin Hutabarat dalam program Sarapan Pagi.

Ada banyak usulan bagaimana caranya untuk mengurangi jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan, termasuk tidak menghukum penjara terhadap para pelaku kejahatan pidana ringan tapi dengan hukuman-hukuman yang lain. Bagaimana DPR melihat saran-saran semacam ini?

Memang dalam rancangan KUHP yang baru saja diberikan pemerintah kepada DPR saya lihat dalam draft itu sudah dimasukkan hukuman dalam bentuk kerja sosial. Jadi dalam satu tindak pidana yang sifatnya ringan, maka dia tidak perlu dihukum masuk penjara tapi cukup kerja sosial yang diatur dalam KUHP. Ini adalah salah satu terobosan saya kira, kalau kita lihat ke depan bahwa tidak bisa kita ikuti tren peningkatan jumlah tahanan yang meningkat sangat cepat. Terutama peningkatannya karena banyaknya tahanan narkoba, lebih dari 50 persen dari 163 ribu tahanan yang ada di lapas dan rutan sekarang itu adalah tahanan narkoba.

Ini pengguna narkoba dan bukan penjual narkoba?

Pengguna narkoba maupun pengedar narkoba, mafia narkoba, dan bandar narkoba. Lalu pemerintah tidak bisa mengantisipasi peningkatan itu, sehingga penambahan jumlah lapas dan rutan itu sangat tidak sebanding dengan jumlah tahanan yang mayoritas tahanan narkoba. Dalam praktiknya juga memang betul ada 110 ribu kapasitas napi yang tersedia, padahal dihuni sekitar 160 ribu. Tapi saya lebih melihat pada penyebarannya, masih ada sekitar 50 lapas dan rutan yang masih kekurangan orang, ada lapas dan rutan yang kelebihan sedikit, tapi ada juga yang kelebihannya banyak.

Program pemindahan tahanan ini apakah sudah berlangsung efektif?

Semuanya tergantung kepada biaya yang diperlukan dan kesiapan aparat pada lapas, tempat yang dipindahkan ini semuanya harus ada manajemen mengenai pemasyarakatan yang baik. Tapi saya berkunjung ke Kabanjahe Sumatera Utara, itu lembaga pemasyarakatannya itu dihuni oleh empat kali orang lebih banyak daripada kapasitas yang ada.  Jadi di sana mereka itu untuk tidur saja tidak ada tempat untuk tidur, jadi tidurnya mereka adalah duduk bersama-sama lalu bergantian yang tidur. Padahal kasus-kasusnya saya perhatikan biasanya orang di sana bertengkar, paling hanya ada satu kasus pembunuhan dan sebagainya. Jadi saya melihat bahwa kita harus evaluasi sebenarnya, bagaimana mengatur lembaga pemasyarakatan yang lebih baik ke depan. Seperti sekarang yang dipersoalkan adalah PP 99 di mass media, padahal hari Sabtu jam 8 pagi saya sudah berada di tengah-tengah napi di Tanjung Gusta, saya bicara dengan mereka waktu itu ya kita melihat napi bekerjasama dengan TNI membersihkan, memperbaiki, mengumpulkan puing-puing. Jadi saya berdialog dengan mereka ada sekitar 50-60 orang, mereka hanya katakan air dan listrik, akhirnya mereka sangat marah karena air dan lisriknya mati. Saya lihat itu persoalan umum dan pokok dari seluruh lembaga pemasyarakatan, memang ada dari beberapa orang itu mempersoalkan PP 99.

Jadi soal kelengkapan fasilitas ya?

Itu yang pokok. Itu yang kurang diperhatikan karena memang lembaga pemasyarakatan itu sangat tergantung peranan luar, misalnya PLN di Sumatera Utara itu tiap sebentar mati terus. Termasuk pengaruhnya kepada Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta.

Bukan soal tunggakan ya?

Bukan, memang PLN Sumatera Utara terkenal dari dulu begitu.

Soal kelebihan kapasitas dari penjara ini ada budaya orang lebih suka setiap ada kejahatan langsung hukuman penjara, kejahatan ringan hukuman penjara, narkoba juga begitu padahal ada mekanisme rehabilitasi. Tapi kalau misalnya untuk kerja sosial untuk pelaku kejahatan ini kenapa pemutus hukuman kurang berani memutuskan hal semacam itu?

Sekarang sudah ada di dalam RUU KUHP yang diajukan pemerintah tapi belum dibicarakan di DPR. Ini 767 Pasal RUU KUHP, kalau saya pikir itu membutuhkan 2-3 tahun yang intensif untuk membahas ini. Maka saya berkeyakinan ini baru akan bisa diputuskan pada periode DPR yang akan datang, bukan pada yang sekarang lagi. Tapi kembali pada persoalan yang dihadapi adalah bagaimana ke depan itu kita memberikan pemisahan terhadap tahanan-tahanan pengguna narkoba, banyak anak muda pengguna narkoba begitu saja dijebloskan, padahal dia menjadi pengguna akibat ketidakmampuan masyarakat melindungi dia hanya karena ikut-ikutan, dipaksa oleh kawan-kawannya, dan sebagainya. Tapi kita masukan dia lagi, kadang dipres lagi oleh aparat penegak hukum, seringkali dimainkan semua. Saya kira harus mulai dipisahkan, tidak perlu pengguna narkoba dimasukkan dalam lembaga pemasyarakatan.
 
Masalahnya ada pada hakim?

Saya kira pemerintah dan politik hukum kita. Pemerintah harus memiliki visi bagaimana ke depan mulai memisahkan tempat penahanan. Begitu juga politik hukum kita tidak semua orang yang hanya pengguna narkoba lalu kita masukkan ke lembaga pemasyarakatan, bergaul dengan napi-napi berat akhirnya keluar dari sana banyak yang jadi penjahat. Saya melihat perhatian pemerintah soal hukum ini juga masih kurang bagaimana soal penegakan hukum, bagaimana lembaga pemasyarakatan yang harus dibenahi.

Dalam waktu dekat ini apa yang bisa dilakukan DPR untuk memastikan pemerintah bekerja lebih baik lagi untuk urusan masalah lapas?

Saya kira langkah-langkah yang kemarin itu adalah pemerintah harus betul-betul menginventarisir dimana lapas dan rutan yang memang sudah over kapasitas. Misalnya Rutan Tanjung Gusta, kemarin itu saya cek ke sana pada saat kejadian hanya ada 18 orang petugas menjaga 2.600 napi di sana. Sekarang kalau Kementerian Hukum dan HAM ajak TNI yang aparatnya ratusan ribu, itu bisa menjaga keamanan di sana, kan tidak ada yang salah. Jadi diinventarisir lapas-lapas yang memang memerlukan pengamanan tambahan dan memiliki potensi kerawanan seperti yang di Tanjung Gusta, maka ajak TNI ikut. Sebab untuk menambah tenaga pengamanan itu tidak sesuatu yang gampang karena memerlukan perencanaan, pelatihan, dan sebagainya. Tapi kalau TNI ditempatkan dia datang dia bawa senjatanya ke sana, itu juga mempengaruhi akan menambah usaha kita menjaga keamanan lapas-lapas.

Kalau tentang Peraturan Pemerintah soal remisi ini anda punya catatan?

Peraturan Pemerintah ini tidak dipersolkan oleh semua napi. Napi yang terkait dengan PP 99 tidak banyak, waktu saya berdialog dengan napi di Tanjung Gusta hanya sedikit yang mempersoalkan. PP ini dibuat pemerintah merespon tuntutan masyarakat, agar pada kejahatan tertentu seperti mafia narkoba yang dihukum lama, teroris, koruptor tidak mudah untuk memperoleh remisi, tapi dipersulit. Itu kalau ditanya ke rakyat Indonesia ya hampir semuanya setuju. Oleh karena itu kemarin ada surat edaran menteri karena merespon kasus Tanjung Gusta. Surat edarannya itu agak memperlemah semangat pemberantasan korupsi yang dilakukan PP 99 ini. Kalau yang diharapkan oleh napi adalah agar PP tersebut jangan berlaku surut. Seperti saya tanya ke mereka mengapa meributkan, mereka bilang sudah dihukum dua tahun masih ada 15 tahun lagi, jangan berlaku padanya karena sudah divonis sebelum peraturan ini ada. Kemarin sudah ditegaskan dalam surat edaran, jangan berlaku surut.              


  • tahanan
  • dibebaskan
  • tanjung gusta
  • kasus narkoba

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!