BERITA

Sambut Hari Nelayan Besok, Inilah Harapan Nelayan

""Jangan Nawacita menjadi Nawaduka""

Aika Renata

Sambut Hari Nelayan Besok, Inilah Harapan Nelayan
Nelayan Muara Angke, Jakarta, Taher (kiri) dan Ketum KNTI, Riza Damanik (kanan) dalam perbincangan di Ruang Publik KBR pagi tadi. (Foto : KBR)

KBR, Jakarta- Hari ini, puluhan nelayan Teluk Jakarta menggelar aksi mendukung lembaga antirasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus dugaan suap terkait izin reklamasi. Aksi dilakukan dengan membentangkan spanduk dukungan untuk KPK. Menurut Ketua Umum Kesatuan Nelayan Indonesia (KNTI), Riza Damanik, KPK diharapkan menuntaskan betul kasus dugaan korupsi yang diduga kuat ada keterlibatan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Thahaja Purnama (Ahok). 

Riza mendesak pemerintah untuk menyelesaikan peliknya kondisi nelayan. Percepatan upaya penghentian pencemaran di Teluk Jakarta, salah satunya karena reklamasi, kata dia, harus dilakukan. Selain itu, pemberian hak tempat tinggal bagi para nelayan tersebut. Ia menambahkan, jangan sampai nelayan kehilangan entitasnya.

Sebelum ikut aksi siang tadi, salah satu nelayan Muara Angke, Taher juga sempat berbagi keluh kesahnya menjadi nelayan di pesisir utara Jakarta itu. Dulu, kata dia, Teluk Jakarta sangat indah. "Ibarat jarum jatuh saja di air laut itu bisa kelihatan. Sekarang sih sudah tidak lagi," katanya.

Pria paruh baya itu sudah puluhan tahun berprofesi sebagai nelayan. Pekerjaan itu ia geluti sudah turun temurun. Ia keturunan ketiga yang menempati kampung nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara. Hidupnya mulai berubah ketika proyek reklamasi Teluk Jakarta mulai berjalan dua tahun lalu. Proyek reklamasi itu, kata Taher, mencaplok area tangkap nelayan.

"Sebelum ada reklamasi, nelayan sejahtera bahkan bisa nyekolahkan anak sampai perguruan tinggi. Pada waktu itu, hasil rata-rata Rp 500 ribu per harinya. Tapi hari ini, untuk dapat Rp 30 ribu saja susah," keluhnya. Belum lagi dampak reklamasi pada rusaknya ekosistem laut, semisal matinya ribuan ikan yang diduga karena proses reklamasi Pulau G yang tengah berlangsung.

"Selama ini tidak ada perhatian dari pemerintah pada kami nelayan. Tidak ada diskusi apapun yang melibatkan nelayan. Nelayan Jakarta itu jadi barometer nelayan daerah lain. Kita yang dekat dengan pucuk pimpinan saja dilakukan pembiaran, apalagi yang di daerah. Ini kejahatan kemanusiaan yang terorganisir," tambahnya.

Untuk bertahan hidup di tengah gempuran proyek reklamasi, menurut Taher, para nelayan mencari profesi lainnya beberapa waktu belakangan ini. Nelayan Marunda misalnya terpaksa menjadi pemulung. Atau para nelayan di Muara Angke yang beralih profesi jadi kuli pengolahan ikan. Para istri dan anak nelayan pun terpaksa jadi pengupas kerang hijau.

Ia juga berharap betul Presiden Joko Widodo benar-benar memenuhi janjinya untuk fokus pada sektor maritim. Salah satunya tentu, lanjut Taher, menyejahterakan nelayan. "Saya sebagai putra nelayan punya mimpi. Semoga dibuatkan pemukiman nelayan terintegritas di bibir pantai, dipulihkan lautnya, dan dibuatkan dermaga nelayan skala kecil," pintanya.

"Saya harap Pak Jokowi turun langsung, kalau memang ingin jadikan Teluk Jakarta jadi poros maritim dunia. Jangan sampai Nawacita hanya jadi Nawaduka (bagi nelayan)," tutup Taher.

Editor: Dimas Rizky 

  • #HariNelayanNasional
  • #MuaraAngke
  • #KNTI
  • #Nelayan

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!