NASIONAL

Anggota TNI Jadi Penjabat Kepala Daerah, Wujud Dwifungsi TNI yang Keliru

"Tugas TNI-Polri bukan sebagai penjabat pemerintahan daerah, melainkan di bidang pertahanan dan keamanan."

Resky Novianto

Dwifungsi TNI yang Keliru
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas-Lampung, Feri Amsari. (Foto: antaranews)

KBR, Jakarta - Pengisian Penjabat Kepala Daerah dinilai tidak boleh diisi oleh personel TNI-Polri karena bukan merupakan tugas konstitusionalnya.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas-Lampung, Feri Amsari mencontohkan, Pasal 30 Undang-Undang Dasar menegaskan, tugas TNI-Polri bukan sebagai penjabat pemerintahan daerah, melainkan di bidang pertahanan dan keamanan.

"Ada kepala daerah yang TNI dan Polisi aktif tetap dilantik. Padahal sudah tegas-tegas di Undang-Undang 34 dan UU Nomor 2 dilarang. Kalau kita tarik pasal-pasal konstitusionalnya, pasal 30 UUD jelas mengatakan tugas TNI dan Kepolisian bukan untuk menjadi Penjabat pemerintahan daerah," ujar Feri Amsari dalam Webinar Bertajuk "Polemik Pembentukan DOB Papua", Rabu (25/5/2022).

Pendapat berbeda dilontarkan Menkopolhukam Mahfud MD. Menurutnya, saat ini tidak ada regulasi yang melarang anggota TNI-Polri untuk menjabat sebagai Penjabat Kepala Daerah. "Itu oleh Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan vonis MK, dibenarkan," kata dia dalam penjelasan resmi, Rabu, 25 Mei 2022 seperti dikutip tempo.co.

Mahfud lantas menjelaskan sejumlah regulasi yang berlaku tersebut. Pertama yaitu Undang-Undang atau UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. UU melarang TNI menduduki jabatan sipil, di luar 10 institusi.

Selanjutnya, aturan di UU TNI yang kemudian diperkuat oleh UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Ketentuan ini tertuang di Pasal 20 yang berbunyi:

(1) Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN.

(2) Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari:

a. prajurit Tentara Nasional Indonesia; dan

b. anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Pengisian Jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan pada Instansi Pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Berikutnya, kata Mahfud, ada juga Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. "Disebutkan TNI dan Polri boleh menduduki jabatan sipil tertentu dan diberi jabatan struktural yang setara."

Baca juga:

Gubernur Tolak Lantik PJ Bupati, Bisa Jadi Preseden Buruk

Mempertanyakan Transparansi Seleksi Penjabat Kepala Daerah

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan melalui rilisnya hari ini (25/5/2022) mendesak agar Menteri Dalam Negeri membatalkan penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra sebagai Penjabat Bupati Seram Bagian Barat.

Seperti diketahui, Mendagri melalui Gubernur Maluku Murad Ismail melantik empat pejabat kepala daerah yang habis masa jabatannya pada tanggal 22 Mei lalu. Salah satu pejabat kepala daerah yang dilantik adalah Brigjen TNI Andi Chandra yang ditunjuk sebagai Penjabat Bupati Seram Barat yang masih menjabat sebagai Perwira TNI Aktif. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan menilai, penunjukan prajurit TNI aktif menjadi Penjabat Kepala Daerah Seram Barat merupakan bentuk dari “Dwifungsi TNI” yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain:

Pertama, Pasal 30 ayat (3) UUD NRI 1945 yang mengatur secara Tegas menyebutkan bahwa Tugas pokok TNI adalah menegakan Kedaulatan Negara, Mempertahankan Keutuhan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945, serta melindungi Segenap bangsa dan Seluruh tumpah darah Indonesia dari Ancaman dan Gangguan terhadap Keutuhan Bangsa dan Negara Telah diatur secara rinci tentang Tugas Militer sebagai alat Pertahanan Negara yang tidak dapat dimasukan dalam ruang lingkup Penegakan Hukum (Law Enforcement) maupun Instansi Sipil Pemerintahan Daerah;

Kedua, TAP MPR Nomor: X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara yang tertuang pada BAB IV tentang Kebijakan Reformasi Pembangunan pada sektor Hukum menyebutkan Bahwa Penanggulangan Krisis di bidang Hukum Bertujuan untuk tegak dan terlaksananya Hukum dengan sasaran terwujudnya ketertiban, ketenangan dan Ketentraman Masyarakat yakni melalui Pemisahan secara Tegas Fungsi dan Wewenang Aparatur Penegak Hukum agar dapat dicapai Proporsionalitas, Profesionalitas serta Integritas yang Utuh;

Ketiga, TAP MPR Nomor: VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan TNI dan POLRI dan TAP MPR Nomor: VII/MPR/2000 menyebutkan pada pasal 1 Bahwa TNI dan POLRI secara Kelembagaan terpisah sesuai dengan Peran dan fungsi masing-masing. Kemudian pada pasal 1 ayat (2) memperjelas bahwa TNI adalah Alat Negara yang berperan dalam pertahanan Negara;

Keempat, Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyebutkan bahwa TNI berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Kelima, Pasal 5 Undang-undang No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menegaskan bahwa peran TNI adalah sebagai alat pertahanan Negara yang pada implikasinya bahwa anggota TNI aktif terpisah dari Institusi Sipil Negara.

Editor: Fadli Gaper

  • dwifungsi tni
  • penjabat kepala daerah
  • tni
  • feri amsari
  • mahfud md

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!