KBR, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai tindakan Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mengacaukan aturan antarlembaga negara. Fadli mengklaim, dalam aturan MKD, eksekutif tidak diperbolehkan untuk mengajukan laporan.
Dengan demikian, menurut dia, Sudirman Said mencampuradukkan tugas pokok dan fungsi lembaga eksekutif dan legislatif.
"Apakah bisa eksekutif mengadukan ini kepada urusan yang berada dalam DPR? Kalau pola ini diteruskan, nanti akan banyak di dalam rapat-rapat kerja dan sebagainya, menteri itu tidak puas, mengadukan ke MKD, tidak selesai-selesai," kata Fadli di DPR, Selasa (24/11).
Fadli menegaskan, "ini bisa menjadi preseden yang buruk. Urusan eksekutif ya eksekutif. Urusan legislatif ya legislatif. Jangan dicampuradukkan dan jangan saling mengintervensi. Kita kepada tupoksi masing-masing saja."
Sebelumnya, sebagian anggota Mahkamah Kehormatan Dewan mempertanyakan posisi hukum (legal standing) Sudirman Said yang melaporkan Ketua DPR Setya Novanto. Sudirman Said dinilai tak sesuai Pasal 5 Tata Beracara MKD. Dalam aturan tersebut dinyatakan, pengaduan bisa diajukan oleh pimpinan dan anggota DPR serta masyarakat.
Kasus ini mencuat setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) Sudirman Said
melaporkan Ketua DPR Setya Novanto yang diduga mencatut nama Presiden
Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait perpanjangan kontrak karya
PT Freeport Indonesia.
Pelaporan itu dibarengi dengan penyerahan tiga halaman transkrip rekaman pembicaraan antara petinggi DPR dengan PT Freeport Indonesia yang mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Selain mencatut nama Jokowi dan JK untuk menjanjikan kelanjutan kontrak PT Freeport dengan meminta saham 20 persen yang disebut untuk RI-1 dan RI-2.
Sudirman juga melampirkan adanya permintaan supaya PT Freeport
berinvestasi di proyek pembangunan PLTA di Urumuka, Papua, dengan
meminta saham sebesar 49 persen.
Editor: Rony Sitanggang