KBR- Pendiri festival sastra dan budaya Ubud, Bali (Ubud Writers &
Readers Festival), Janet DeNeefe (DENIF), mengaku kecewa atas larangan
sesi pembahasan peristiwa yang terjadi pada 1965 atau yang dikenal
dengan G30S/1965 dalam festival yang diadakan mulai 28 Oktober hingga 1
November 2015. Dilansir dari halaman resmi acara itu, Janet
mengaku sudah berusaha keras bernegosiasi agar sesi tersebut dapat
dilaksanakan. Namun, keputusannya tetap sama; izin festival akan
dicabut, jika sesi 1965 tidak dihapus. Setelah 12 kali festival
diselenggarakan, baru kali ini festival prestisius yang diadakan di
Ubud, Bali, tersebut mendapat kecaman dari pemerintah.
Janet mengatakan sebelumnya dia sangat percaya adanya rekonsiliasi dan
pengakuan dari pemerintah kasus itu adalah pelanggaran HAM. Namun,
dengan kejadian ini, dia menduga akan banyak elemen masyarakat
mengatakan pemerintah pengecut. Pemerintah menolak untuk menghadapi
tragedi nasional ini.
Sebelumnya, sejumlah agenda terkait peristiwa pembantaian massal 1965 di
Indonesia dalam event Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) 2015
dibatalkan. Komite penyelenggara festival secara resmi mengumumkan
pembatalan tiga agenda diskusi panel mereka yang membahas peristiwa
1965. Selain itu agenda lain yang juga dibatalkan adalah pemutaran Film
The Look of Silence atau Senyap.
Editor: Dimas Rizky