Article Image

SAGA

Muhammad Hafiz Waliyuddin, Atasi Tumpukan Sampah dengan Angkuts

Muhammad Hafiz Waliyuddin, anak muda penggagas Angkuts. (Foto: KBR/ Taufik Hidayat)

Muhammad Hafiz Waliyuddin baru 25 tahun. Tapi cita-citanya besar: menjadikan Kota Pontianak tanpa sampah secuil pun.

Sekarang, kota ini menghasilkan 400 ton sampah per hari. Hafiz turun tangan, dengan cara menggerakkan pemulung lewat aplikasi Angkuts.

Jurnalis KBR Dian Kurniati melihat langsung aksinya di Pontianak, Kalimantan Barat.


HAFIZ: Jadi masih ada sekitar 50 ton yang belum tertangani. Ya itulah sampah yang kita lihat sekarang yang di sungai, di parit, tempat pembuangan liar, dan lain-lain.

Muhammad Hafiz Waliyuddin selalu bersemangat kalau bicara soal sampah. 

Ia, yang baru 25 tahun, ingin mengentaskan masalah sampah di Kota Pontianak. 

Dari 400-an ton sampah yang diproduksi warga setiap hari, hanya 350-an yang masuk ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Batu Layang. 

[AUDIO ORANG NGOBROL DI KANTOR ANGKUTS]

Hafiz dan empat temannya putar otak.

Lalu mereka membedah siklus sampah, yang melibatkan pemulung serta pengangkut sampah rumah tangga.

red

HAFIZ: Itu dia dapat Rp2.000 atau Rp1.000 per rumah, karena banyak potongannya. Dia itu banyak dipermainkan. Contoh, potongan RT, potongan kelurahan, potongan ini. Itu kan banyak, belum lagi menagihnya susah.

Dari siklus itu, kata Hafiz, yang paling penting adalah jasa angkut sampah dari rumah ke Tempat Pembuangan Sementara, TPS.

Dari situlah Hafiz muncul dengan ide Angkuts alias “Angkut Sampah”--sebuah aplikasi yang mempertemukan warga, pemulung dan 50-an ton sampah yang belum terangkut itu. 

Tak terbayang? 50-an ton sampah kira-kira butuh 10 truk sampah besar. 

[AUDIO BUNYI DERU TOSSA PENGAMBIL SAMPAH]

Sampah diangkut secara berkala dengan ini--sebuah kendaraan roda tiga, dengan bak sampah di belakangnya.

Hafiz menyediakan 5 kendaraan seperti ini untuk berkeliling, mengangkut sampah dari 200-an rumah dan membawanya ke Tempat Pembuangan Sementara. Dua kendaraan adalah modal dari Hafiz, sementara sisanya menyewa dari kios air galon. 

[AUDIO SUARA TOSSA]

Dengan ide Angkuts ini, warga dan pemulung sama-sama senang. 

[AUDIO GESEKAN KANTONG SAMPAH YANG DIANGKUT]

Warga seperti Cici Sarita senang karena tak perlu repot mengangkut sampah lagi.

Iuran disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga. Untuk setu keluarga dengan 4 orang, iurannya sekitar Rp 40 ribu per bulan, dan sampah diambil dua kali sehari. 

Sampah diambil oleh pengemudi kendaraan bak sampah seperti Khambali. 

Usianya 41 tahun. Dulu jadi buruh serabutan. Kini bisa mengantongi gaji rutin sampai 2,5 juta per bulan--cukup kompetitif dengan UMR Pontianak sebesar Rp2,3 juta. 

KHAMBALI: Stabil, karena kita per bulanan kan ada. Kalau saya rajin, mau memulung, lebih ada lagi. Cuma untuk pendapatan tetapnya di sini. Kalau dulu kan pendapatan enggak tentu.

[AUDIO OBROLAN CICI DENGAN PEMULUNG ANGKUTS]

red

Angkuts juga melayani jasa angkut sampah untuk kantor dan restoran. Pelanggannya sudah belasan. 

Salah satunya kompleks rumah dinas Bank Indonesia Kalimantan Barat. 

Prasetyo, petugas rumah tangga di kompleks itu, merasa sangat terbantu.

PRASETYO: Dulu sampahnya dibuang pakai mobil kantor, cuma sampah semakin menumpuk kalau tidak ada Angkuts yang membantu.

Keberadaan aplikasi Angkuts ini sudah dilirik pemerintah setempat.

Tahun lalu, Walikota Pontianak Sutarmiji--kini Gubernur Kalimantan Barat--mengeluarkan edaran supaya Unit Pelaksana Teknis Daerah jadi pelanggan Angkuts.

HAFIZ: Yang namanya pemerintah sudah juga ada surat edaran, enggak semuanya mau memilah dan memakai jasa kita. Cuma terkahir kali saya bertemu walikota, dia mau semua OPD (organisasi perangkat daerag) berlangganan pada Angkuts.

[AUDIO SUARA KEGIATAN DI KANTOR ANGKUTS]

Hafiz dan teman-temannya terus mengembangkan aplikasi ini supaya kian memudahkan warga dan pemulung. 

Begitu juga cita-cita yang disandarkan pada Angkuts: terus berkembang--supaya aplikasi ini tak hanya soal mengangkut sampah, tapi sekaligus mengedukasi warga untuk memilah sampah.

Serta memberdayakan pemulung. 

HAFIZ: Kalau kita menunggu semua orang ini memilah, ndak akan selesai. Harusnya, saat mereka malas memilah sampah, itu oportunity untuk jasa seperti Angkuts. Harusnya kita membuat beberapa titik di kecamatan untuk daur ulang. Jadi saat sampah diangkut dari rumah, saya bawa ke tempat pengolahan sampah terpadu, yang mengolah sampah siapa? Pemulung, yang bergaji, yang profesional.

	<td>:</td>

	<td>Dian Kurniati&nbsp;</td>
</tr>

<tr>
	<td>Editor</td>

	<td>:</td>

	<td>Citra Dyah Prastuti&nbsp;</td>
</tr>
Reporter