HEADLINE

Dugaan Korupsi di PLN, Polisi Sita 173 M

Dugaan Korupsi di PLN, Polisi Sita 173 M

KBR, Jakarta- Kepolisian menyita  uang sebesar  Rp. 173.369.702.672  dari PT. Trans  Pacific Petrochemical Indotama (PT. TPPI) terkait dugaan korupsi pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis High Speed Diesel (HSG) di PLTGU Tambak Lorok dan PLTGU Belawan. Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Djoko Purwanto mengatakan, dalam kasus ini  Negara merugi sebesar  Rp. 188.745.051.310.

Djoko mengatakan, tersangka  Nur Pamudji, Direktur PT. PLN tahun 2010 dan Direktur utama  PT. PLN tahun 2012 bertemu dengan Presdir PT. TPPI sebelum pelelangan pengadaan BBM jenis HSD dimulai. Namun Djoko mengungkapkan, kepolisian hanya menetapkan status tersangka pada NP karena masih menyidik dan menggali bukti-bukti keterlibatan pihak lainnya di korupsi pengadaan BBM jenis HSD.

"Tersangkanya NP.  Dugaannya dia tidak sendiri.  TTPI ini kan sebenernya tidak sanggup untuk melakukan kontrak empat tahun ini," kata  Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Djoko Purwanto di Bareskrim polri, Jumat (28/6/2019).

Baca: Korupsi HSD, Bekas Dirut PLN Nur Pamudji Jadi Tersangka  

Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Djoko Purwanto berdalih, penanganan kasus korupsi ini menyulitkan dan memakan waktu yang lama untuk menemukan bukti-bukti guna menjerat  tersangka baru. Menurut Dia, kepolisian lebih memfokuskan penyelamatan aset atau uang negara dalam kasus korupsi, sebelum menyidiki lebih lanjut. 

Saat ini kepolisian siap melimpah kasus ini ke kejaksaan untuk mempidanakan tersangka NP. Dalam kasus ini Bareskrim telah memeriksa  60 orang terdiri dari  ahli pengadaan barang/Jasa LKPP, ahli Keuangan negara, ahli hukum tata negara, dan Administrasi, ahli hukum  korporasi dan ahli perhitungan kerugian negara, BPK RI, serta tersangka.

Editor: Rony Sitanggang

  • korupsi pln
  • Nur Pamudji

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!