HEADLINE

Menteri ESDM: Kenaikan BBM Batal Karena Desakan Pemerintah

"Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said mengklaim penundaan kenaikan harga Pertamax disebabkan permintaan pemerintah."

Erric Permana

Menteri ESDM: Kenaikan BBM Batal Karena Desakan Pemerintah
Petugas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) mengisi bahan bakar jenis Premium pada sebuah kendaraan di Jakarta, Kamis (16/4). (Foto: Antara)

KBR Jakarta- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said mengklaim penundaan kenaikan harga Pertamax disebabkan permintaan pemerintah. Pertamina rencananya menaikkan harga BBM non subsidi tadi malam namun akhirnya dibatalkan. Kata dia, meski penaikkan harga tersebut merupakan hak PT Pertamina, namun menurutnya ada sejumlah kajian yang harus diperhatikan sehingga penaikkan ditunda.

"Pemerintah sedang terus memperhatikan harga minyak dan mengkaji pola penyesuaian harga minyak dan BBM yang tidak memberikan gejolak terlalu sering kepada masyarakat karena itu mempersulit perencanaan juga, kami mengerti. Dan itu aspirasi dr banyak pihak, dari pengusaha, DPR, pengamat," ujarnya Jumat (15/5).

Bahwa sebaiknya memang barang yang bukan lagi subsidi disesuaikan sesuai harga keekonomian. Tapi cara menyesuaikannya itu harus lebih dikelola supaya tidak menimbulkan gejolak yang terlalu sering. Itu yang sedang dikaji," katanya lagi.

Sudirman Said menambahkan penaikkan BBM non subsidi akan dilakukan dalam waktu dekat.


Sebelumnya, Pertamina menunda penaikkan harga BBM non subsidi. Beberapa BBM yang alami kenaikan yaitu Rencananya, harga BBM jenis Pertamax naik Rp 800 menjadi Rp 9600 per liter, Pertamax Plus naik menjadi Rp 10.550 per liter, dan solar keekonomian (NPSO) seharga Rp 9.300. Sementara BBM jenis premium dan bio solar tidak mengalami kenaikan. 

Editor: Dimas Rizky

  • BBM
  • Penaikan BBM
  • pertamax
  • BBM non subsidi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!