HEADLINE

Disokong Menkopolhukam, Pantia Simposium 65: Kami Independen

"Panitia mengklaim menkopolhukam tak ikut campur persiapan simposium, termasuk siapa yang diundang"

Dian Kurniati

Disokong Menkopolhukam, Pantia Simposium 65: Kami Independen
Ilustrasi (Foto: komnasham.go.id)

KBR, Jakarta– Panitia simposium nasional bertajuk "Membedah Tragedi 1965" mengklaim acaranya tetap berjalan independen, meski disokong Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan. Panitia simposium Agus Widjojo mengatakan, Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan membebaskan panitia merencanakan dan menjalankan sendiri simposium itu.

"Kegiatan ini diselenggarakan oleh panitia bersama, bekerja sama dengan pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Politik, hukum, dan Keamanan. Tidak berarti juga bahwa panitia ini adalah tangan pelaksana Kementerian koordinator tersebut," kata Agus di gedung Dewan Pers, Rabu (13/04/16).

"Menko memberi keleluasaan seluas-luasnya kepada kami panitia untuk menentukan segala hal tentang simposium ini, tentang bentuk, tentang siapa yang akan diundang, tentang metodologi, tentang tujuan, dan tentang apa yang didapatkan nanti," tambahnya.

Kata dia, berdasarkan pengalamannya, kegiatan sebesar simposium akan kandas di tengah jalan jika tidak melibatkan instansi pemerintah. Selain itu, pemerintah jugalah yang nantinya akan menerima hasil simposium itu berupa rekomendasi penyelesaian pelanggaran HAM berat pada 1965. 

Agus berujar, kewenangan menindaklanjuti rekomendasi itu berada di tangan pemerintah, karena tidak mungkin panitia simposium menjalankan sendiri rekomendasi itu. Kewenangan yang dimaksud Agus adalah untuk mempertimbangkan reparasi, amnesti, dan menuntut akuntabilitas.

Simposium nasional "Membedah Tragedi 1965" akan diadakan pada 18 dan 19 April 2016, akan dibuka oleh Luhut Binsar Panjaitan. Simposium itu adalah upaya menuntaskan permasalahan sejarah tragedi 1965 agar tidak perlu diwariskan kepada generasi mendatang. 

Panitia menyebut pembahasan masalah akan melibatkan semua stakeholders agar rekomendasi yang dihasilkan bisa komprehensif. Nantinya acara tersebut akan mempertemukan semua stakeholder, meliputi aktivias HAM, korban, pelaku, akademisi, psikolog, psikiater, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. 

Hasil simposium yang berupa rekomendasi itu akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo untuk dijadikan pertimbangan menyelesaikan masalah pelanggaran HAM pada 1965. Dengan begitu, keputusan resmi tetap berada di tangan presiden.  

Editor: Dimas Rizky

  • simposium tragedi 1965
  • Kasus 1965

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!