HEADLINE

Penuntasan Kasus HAM Mandek, Jokowi Didesak Evaluasi Jaksa Agung

""Ada evaluasi terhadap Jaksa Agung dengan menindaklanjuti apakah Jaksa Agung perlu diganti atau tidak, jika Jaksa Agung tidak mau menyelesaikan kasus ini,""

Ninik Yuniati

Penuntasan Kasus HAM Mandek, Jokowi Didesak Evaluasi Jaksa Agung
Ilustrasi (foto: Antara)


KBR, Jakarta- Organisasi Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) meminta Presiden Joko Widodo turun tangan dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, Presiden Jokowi seharusnya mendesak Jaksa Agung menindaklanjuti hasil-hasil penyelidikan Komnas HAM.

Kata dia, Presiden bisa melakukan evaluasi apabila justru Jaksa Agung menghambat penuntasan proses yudisial. Kata dia, desakan itu  disampaikan dalam pertemuan dengan Deputi bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani kemarin (31/1/2017).

"Tentu juga Jaksa Agung, dia menghambat proses ini, memang perlu ada evaluasi terhadap Jaksa Agung dengan menindaklanjuti apakah Jaksa Agung perlu diganti atau tidak, jika Jaksa Agung tidak mau menyelesaikan kasus ini, itu satu hal. Oleh karenanya hambatan penyelesaian kasus pelanggaran HAM, yang salah satunya adalah problem Kejaksaan Agung mengembalikan terus berkas Komnas HAM, itu kan persoalan utama kasus pelanggaran HAM," kata Al Araf di KSP, Selasa (31/1/2017).


Al Araf menambahkan, kasus pelanggaran HAM tahun 1997/1998 seperti penghilangan paksa, serta tragedi Trisakti dan Semanggi seharusnya proses hukumnya bisa segera ditindaklanjuti. Bahkan kasus penghilangan paksa telah ada rekomendasi DPR tahun 2009 agar dilanjutkan penuntasannya, salah satunya melalui pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc.


"Beberapa kasus sebenarnya bisa ditindaklanjuti dengan cepat, semisal salah satunya adalah kasus penghilangan paksa, sudah mendapat rekomendasi DPR. Selain itu kasus-kasus lainnya seperti Semanggi, Trisakti, Mei, juga menjadi persoalan-persoalan yang juga ditindaklanjuti," ujar dia.


Kepada KSP, aktivis HAM juga memprotes tentang rencana pembentukan Dewan Kerukunan Nasional (DKN). Kata Al Araf, keberadaan DKN akan kontraproduktif apabila ditujukan untuk menutup jalur yudisial. Pembentukan badan oleh negara seharusnya diutamakan untuk mengungkap kebenaran dan memastikan keadilan bagi korban.


"Harusnya kan proses-proses ini bisa diselesaikan dengan memastikan bahwa pembentukan-pembentukan itu benar-benar ditujukan untuk mengungkap kebenaran dan memastikan keadilan, dan nampaknya dewan kerukunan tidak didesain dalam satu kerangka untuk mengungkap kebenaran dan memastikan keadilan untuk korban," tegasnya.


Menurutnya, pertemuan tersebut akan dijadikan bahan analisis bagi KSP untuk mencari jalan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Deputi KSP Jaleswari menolak memberikan komentar terkait tindak lanjut pertemuan.


"Sampai sejauh tadi, masih dalam satu proses dinamika sharing dan audiensi pandangan tentang bagaimana tentang kita untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, nanti akan menjadi bahan bagi KSP untuk menganalisis dan menimbang langkah-langkah penyelesaian kasus pelanggaran," pungkasnya.


Editor: Rony Sitanggang

  • Direktur Imparsial Al Araf
  • Pelanggaran HAM Masa Lalu
  • Deputi KSP Jaleswari Pramodhawardani

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!