NASIONAL

Ironi Kekerasan TNI Terhadap Warga

"Kasus kekerasan aparat TNI terhadap warga kembali terjadi. Banyak pihak mengecam aksi sewenang-wenang aparat yang terus berulang. Mengapa kekerasan aparat sulit dihentikan?"

Hoirunnisa

Ironi Kekerasan TNI Terhadap Warga
Ilustrasi. (Foto: ANTARA/Jessica Wuysang)

KBR, Jakarta - Seorang calon siswa bintara TNI Angkatan Laut belum lama meninggal diduga dibunuh oleh personel anggota TNI AL. 

Korban bernama Iwan Sutrisman Telaumbanua, warga Nias, Sumatera Utara. Sedangkan terduga pelaku adalah personel Polisi Militer dari Pangkalan TNI AL Nias.

Peneliti dari LSM Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan KONTRAS Rozy Brilian menyebut pelaku diduga tidak hanya membunuh korban, tapi juga memeras keluarga korban.

“Telah terjadi suatu pelanggaran tindak pidana berupa pembunuhan dan pemerasan terhadap keluarga korban sehingga kami melihat bahwa para pelaku itu harus diadili lewat mekanisme peradilan umum karena yang dilanggar sudah pasal 338 atau 340 KUHP dan begitu juga pemerasan sebagaimana diatur lewat KUHP. Jadi memang harus diseret ke rantai peradilan pidana yang umum walaupun misalnya korban militer,” ucap Rozy kepada KBR, Senin (1/4/2024).

Rozy menambahkan kasus ini menambah daftar kasus kekerasan yang dilakukan oleh kalangan militer.

Pada akhir Maret lalu, seorang wartawan di Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara juga menjadi korban kekerasan anggota TNI. 

Korban bernama Sukandi Ali dan bekerja sebagai jurnalis di media online daerah setempat. Penganiayaan diduga karena terkait pemberitaan.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengecam tindakan kekerasan anggota TNI terhadap jurnalis itu.

"Ini peristiwa yang patut kita kecam bersama, karena jurnalis adalah satu aktivitas yang baik dalam rangka mencari, mengolah, sampai mendistribusikan berita adalah salah satu kerja pers yang harus dilindungi dalam konteks pemberitaan, kebutuhan perlindungan fisik, dan sebagainya," kata Ninik dalam konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Senin (1/4/2024).

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu meminta pelaku diproses hukum. Selain itu, Ninik juga meminta TNI AL memberikan penanganan dan jaminan kesehatan kepada korban.

Baca juga:

Kasus kekerasan oleh aparat ini seolah terus berulang. Padahal, sebelumnya TNI juga sudah mendapat banjir kecaman dan kritikan setelah kejadian kasus penganiayaan di Papua. 

Sejumlah anggota TNI Angkatan Darat menganiaya Defianus Kogoya yang disebut-sebut anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Juru bicara TNI Angkatan Darat Kristomei Sianturi berdalih setiap prajurit sudah dibekali Standar Operasional Prosedur atau SOP, Rules of Engagement atau Aturan Pelibatan Militer hingga hukum humaniter.

“Inilah yang kami sayangkan bahwa TNI atau TNI AD tidak pernah mengajarkan, tidak pernah mengiyakan tindakan kekerasan dalam memintai keterangan. Ini adalah pelanggaran hukum dan kita akan tindak sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Kristomei saat konferensi pers di Subden Denma Mabes TNI, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024).

Sementara itu, Juru bicara Markas Besar TNI Nugraha Gumilar mengatakan tindakan penganiayaan apapun tidak dibenarkan. TNI juga meminta maaf atas kekerasan itu dan berjanji mengevaluasi prosedur.

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti penegakan hukum dalam kasus kekerasan oleh aparat terhadap sipil.

Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah mengatakan kasus kekerasan oleh aparat tak cukup ditangani oleh peradilan militer, tapi harus diadili melalui peradilan sipil.

"Ini mendorong agar aparat penegak hukum bekerja secara optimal untuk mengusut tuntas kasus ini, memproses secara hukum dan kami mengapresiasi ada beberapa oknum aparat yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Tetapi kami memandang bahwa penegakan hukum melalui mekanisme sipil kita tetap perlu ditegakkan. Karena dugaan kuat kasus ini adalah bentuk penyiksaan yang dilakukan aparat negara,” ujar Anis kepada KBR, Senin (25/3/2024).

Anis Hidayah mengatakan kasus kekerasan aparat terhadap warga sipil terus berulang dan kerap terjadi karena proses hukum yang kurang optimal dan tidak adil.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

  • TNI
  • kekerasan
  • warga sipil
  • konflik Papua
  • pers
  • casis

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!