NASIONAL

Pemerintah Belum Serius Mengatasi Prostitusi Anak

"Puluhan anak menjadi korban prostitusi anak atau perdagangan orang melalui media sosial. Kasus ini terungkap setelah Polda menangkap seorang mucikari."

Shafira

prostitusi anak
Ilustrasi. (Foto: Creative Commons)

KBR, Jakarta - Puluhan anak menjadi korban prostitusi anak atau perdagangan orang melalui media sosial. Kasus ini terungkap setelah Polda Metro Jaya menangkap seorang muncikari yang diduga memperjual-belikan anak-anak tersebut. 

Polisi menangkap seorang perempuan muncikari berinisial FEA di Johar Baru, Jakarta Pusat, belum lama ini.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Ade Safri Simanjuntak menyebut, ada 21 anak yang diperjual-belikan FEA, dengan jaringan di beberapa wilayah. 

Pelaku menjual korban senilai Rp7-8 juta rupiah per jam untuk yang perawan, dan Rp1,5 juta per jam untuk yang tidak perawan. Setiap transaksi, FEA memperoleh 50 persen. Aksi kejahatan itu dilakukan FEA sejak April hingga September 2023.

“Betul hasil dari penyelidikan dan penyidikan yang kita lakukan memang untuk tersangka FEA ini tidak bekerja sendirian. namun ada jaringan yang khususnya berperan dalam merekrut anak-anak korban ataupun anak-anak umur ini untuk dieksploitasi secara seksual oleh yang bersangkutan melalui sarana medsos. ini lagi sedang kita dalami dengan upaya penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap jaringan dari tersangka FEA ini,” ujar Ade, dalam konferensi pers, Selasa, (26/9/2023).

Secara umum, Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Satgas TPPO Polri mencatat ada 2700-an orang menjadi korban perdagangan manusia. 

Juru bicara Polri Ahmad Ramadhan menyebut, Kapolri Listyo Sigit Prabowo terus memerintahkan pencegahan dan penindakan tegas terhadap kasus perdagangan orang.

"Modus yang dilakukan pekerja migran pembantu rumah tangga sebanyak 527, ABK sebanyak 7, PSK sebanyak 283, eksploitasi anak sebanyak 69. Bahwa pengungkapan dan penindakan tppo dapat terungkap dengan maksimal setelah dibentuknya Satgas TPPO tanggal 5 Juni 2023," kata Listyo, Senin, (26/09/2023).

Baca juga:


Pengungkapan kasus prostitusi anak di media sosial mendapat tanggapan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Catatan Kemen-PPPA, ada 9.500 kasus kekerasan pada 2022.

Deputi bidang Perlindungan Khusus Anak, Nahar mengatakan, jumlah ini naik lebih dari dua kali lipat dibanding pada pada 2021. Meski begitu, ia belum dapat memerinci jumlah kasus kekerasan seksual anak di media sosial.

"Kalau dari tahun ke tahun itu mengalami peningkatan. Di tahun 2023 Januari sampai April sudah 2.518 dan ini tentu akan tertinggi dari jenis-jenis kekerasan terhadap anak lainnya yang kami peroleh datanya dari Simfoni PPA," ujar Nahar, saat dihubungi KBR, Selasa, (26/9/2023).

Nahar mengatakan kasus kekerasan seksual pada anak meningkat antara lain karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku. Kondisi ini membuka celah bagi para pelaku untuk menjadikan anak-anak sebagai sasaran mereka.

"Sebagian anak itu harus hidup di luar rumahnya (sekolah dan tempat bermain) gitu ya. Nah dan ruang-ruang itu dimanfaatkan oleh orang lain yang berniat jahat kepada anak gitu ya. Apalagi Anak usia-usia anak remaja itu rasa keingintahuan dan menjadi mencari jati diri itu sangat kuat," katanya.

Nahar mengatakan Kementerian PPPA mengeklaim terus berupaya memenuhi hak anak korban kekerasan seksual. Semisal dengan memberi pendampingan korban anak agar mereka dapat melanjutkan hidup dan kembali ke masyarakat.

"Hal ini harus diproses secara hukum. Tidak ada toleransi, tidak ada penyelesaian di luar proses peradilan dengan mengacu berbagai peraturan perundang-undangan. Dari mulai yang terbaru undang-undang nomor 12 tahun 2002, spesifik juga diatur dalam undang-undang undang-undang perlindungan anak, undang-undang ITE, undang-undang pornografi, undang-undang TPPO, dan undang-undang KUHP itu sendiri," ujar Nahar.

Baca juga:


Di sisi lain, Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI, terus mendesak pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengasuhan Anak yang sudah diusulkan sejak empat tahun lalu.  

Wakil Ketua KPAI Jasra Putra mengatakan pengesahan itu bertujuan mencegah semakin bertambahnya anak- anak korban prostitusi. Sebab ia menilai, Undang-Undang Perlindungan Anak tak cukup untuk menghindari mereka dari jeratan prostitusi daring (online).

"Kita berharap tentu DPR bisa menyelesaikan dengan sisa waktu yang 1 tahun ini gitu ya. Dengan RUU Pengasuhan (anak) ini tidaknya tentu untuk kita memastikan agar ada standar pengasuhan yang kuat gitu. Baik anak berada di keluarga, maupun di lembaga gitu ya. Jadi punya intervensi, punya upaya-upaya pencegahan yang sama. Yang kedua tentu kita berharap dengan rancangan undang-undang pengasuhan upaya-upaya pencegahan ini lebih kuat lagi gitu ya," ujar Jasra, saat dihubungi KBR, Selasa, (26/9/2023).

Jasra Putra mencatat, sepanjang Juni lalu, ada 50-an pengaduan terkait modus perdagangan atau prostitusi anak melalui platform media sosial. Lagi-lagi, lemahnya sanksi dan pengawasan menjadi sejumlah faktor penyebab maraknya kasus prostitusi anak.

Editor: Agus Luqman

  • prostitusi anak
  • tppo
  • perlindungan anak
  • hak anak

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!