NASIONAL

Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres Ditolak MK, Begini Respons PSI

""Itu kalau di dalam secara psikologis ya kategori umur 35-40 itu satu kategori yang sama, dewasa yang sama.""

Heru Haetami

Putusan uji materi usia capres dan cawapres
Suasana sidang puatusan MK permohonan uji materiil batas usia minimal capres dan cawapres di Jakarta, Senin (16102023). (Antara-Akbar Nugroho)

KBR, Jakarta-  Partai Solidaritas Indonesia (PSI) salah satu penggugat syarat batas usia capres dan cawapres mengaku menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan mereka. Direktur LBH PSI Francine Widjojo beralasan, gugatan tersebut dilakukan lantaran adanya diskriminasi usia dalam syarat pencalonan capres dan cawapres. Itu sebab, partainya memohon agar batas minimal usia presiden dan wapres adalah 35 tahun.

Francine mengatakan, partainya akan terus mengupayakan usulan tersebut lewat revisi UU Pemilu jika partainya lolos parlemen.

"Itu kalau di dalam secara psikologis ya kategori umur 35-40 itu satu kategori yang sama, dewasa yang sama. Jadi sebenarnya kami melihat ini adalah diskriminasi golongan umur. Tapi sayangnya ini tadi tidak dibahas lebih detail, tapi tidak apa-apa. Kita bisa perjuangkan dengan cara-cara lain. Termasuk tadi bisa lebih leluasa lagi memperjuangkan hak konstitusi anak muda termasuk salah satunya melalui revisi undang-undang pemilu," kata Francine di Gedung MK usai sidang, Senin (16/10/2023).

Direktur LBH PSI Francine Widjojo mengeklaim bahwa permohonan gugatan ini tidak tertuju pada sosok tertentu.

"Lagi lagi kan sudah kami jelaskan bahwa ini permohonan sudah jauh-jauh hari dari bulan Maret 2023 tanpa ada isu siapa capres-cawapres saat itu. Bahwa kalau ternyata isunya berkembang seperti ini kita kan tidak pernah menduga ya sampai sejauh ini gitu. Dan kembali lagi ini kan bukan permohonan untuk mendukung salah satu orang tertentu. Tadi 21,2 juta hak anak muda. Kalau di dalamnya memang terdapat nama ada Mas Gibran, ada Mas Emil Dardak dan ada beberapa nama Kepala Daerah muda lainnya yang juga ternyata menjadi pemohon ya di dalam permohonan lainnya yang serupa, kalau mereka memang mereka kompeten kenapa tidak," katanya.

Baca juga:

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden menjadi minimal 35 tahun dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Umum.

Ketua MK, Anwar Usman mengatakan, Mahkamah tidak berwenang mengubah batas usia minimal capres dan cawapres, sebab menjadi ranah pembentukan undang-undang.

"Pokok permohonan pemohon tidak beralasan hukum untuk seluruhnya. Berdasarkan Undang-Undang negara Republik Indonesia tahun 1945 dan seterusnya. Amar putusan mengadili menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Anwar dalam saran daring sidang gugatan syarat usia minimal capres-cawapres, Senin, (13/10/2023).

Dikutip dari situs MK, perkara yang dibacakan putusannya adalah Nomor 51/PUU-XXI/2023, Nomor 55/PUU-XXI/2023, Nomor 90/PUU-XXI/2023, Nomor 91/PUU-XXI/2023, Nomor 92/PUU-XXI/2023, dan Nomor 105/PUU-XXI/2023.

Gugatan uji materi sejumlah pihak itu meminta MK untuk mengubah batas minimal capres cawapres menjadi 21 tahun, 25 tahun, 30 tahun, 35 tahun, hingga 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara. Gugatan ini lantas menjadi perhatian lantaran dikaitkan dengan wacana anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka maju jadi cawapres di Pilpres 2024. Saat ini usia Wali Kota Solo tersebut belum mencapai 40 tahun sebagaimana amanat Undang-undang.

Gygatan itu juga mengundang polemik lantaran Ketua MK Anwar Usman adalah paman dari Gibran dan putusan dibacakan hanya beberapa hari jelang pembukaan pendaftaran capres dan cawapres pada 19 Oktober 2023. 



Editor: Rony Sitanggang

  • Ganjar Pranowo
  • #PemiluDamaiTanpaHoaks
  • #kabar pemilu KBR
  • Mahkamah Konstitusi
  • Gibran Rakabuming
  • Prabowo Subianto
  • PSI

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!