BERITA
Pasal Penghinaan Presiden Berpotensi Belenggu Kebebasan Berekspresi
"Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) nilai, pasal penghinaan presiden berpotensi belenggu kebebasan berekspresi warga negara jika nantinya disahkan DPR."
Sindu Dharmawan
KBR,Jakarta- Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menilai, pasal
penghinaan terhadap presiden berpotensi membelenggu kebebasan
berekspresi warga negara jika nantinya disahkan DPR. Peneliti PSHK Miko
Ginting menyarankan, DPR dan Pemerintah tak melanjutkan pembahasan pasal
tersebut. Karena, selain berpotensi menjadi sarana mengkriminalkan
masyarakat, aturan itu sebelumnya juga sudah dianulir oleh Mahmakah
Konstitusi pada 2006 silam.
"Kalau
menarik kembali rancangan KUHP-nya itu bukan pilihan yang tepat.
Karena, dalam KUHP itu kan tidak hanya ketentuan penghinaan presiden
yang ada, tapi ada ketentuan pembunuhan, pencurian, penggelapan, dan
lain sebagainya. Juga ketentuan-ketentuan lain. Nah, tapi hari ini kita
kan masih dalam konteks pembahasan. Dalam pembahasan itu bisa saja
Pemerintah dan DPR, dan memang seharusnya mengatakan bahwa ketentuan
penghinaan terhadap presiden dihapuskan dari rancangan KUHP, dan tidak
perlu dibahas lebih lanjut. Karena, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan
ketentuan tersebut, dan ketentuan yang punya semangat yang sama dengan
ketentuan tersebut inkonstitusional,"
Sebelumnya, pemerintah
akan mengajukan pasal penghinaan presiden dalam revisi Undang-undang
KUHP yang sedang dibahas DPR. Dalam pasal baru itu, pemerintah mengklaim
penghinaan presiden tidak dikenai hukuman asalkan untuk kepentingan
publik dan membela diri. Padahal, sebelumnya, Mahkamah Konstitusi sudah
membatalkan pasal penghinaan kepada Presiden dalam KUHP pada 2006,
karena dianggap inkonstutusional.
Editor: Rony Sitanggang
- pasal penghinaan presiden
- Peneliti PSHK Miko Ginting
- pasal penghinaan
- penghinaan presiden
- kriminalisasi masyarakat
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!