BERITA
KLB Difteri di 11 Provinsi, Ini yang Dilakukan Kemenkes
""Jika ada satu kasus KLB, itu langsung diberikan imunisasi di sekitarnya, itu harus, jangan sampai ada yang menolak.""
Winna Wijaya
KBR, Jakarta- Direktur Surveilans dan Karantina Kementerian Kesehatan Jane Soepardi mengatakan kejadian luar biasa (KLB) difteri terakhir muncul pada tahun 1990. Kata dia, munculnya kembali KLB difteri karena tidak melakukan imunisasi.
"Kita menduga bahwa adanya kasus (difteri) menunjukkan ada lobang, ada celah (proses imunisasi yang terlewati). Dan memang terbukti dari kasus yang dilaporkan, ditanyakan riwayat imunisasinya itu 66 persen itu nol, tidak ada yang diimunisasi," ungkap Jane ketika dihubungi KBR Selasa (5/12/17).
Jane mengatakan bila ditemukan kasus di suatu desa, maka seketika dilakukan vaksinasi terhadap seluruh warga yang usianya mendekati si pasien.
"Yang tidak lengkap segera datang untuk melengkapi. Kemudian jika ada
satu kasus KLB, itu langsung diberikan imunisasi di sekitarnya, itu
harus, jangan sampai ada yang menolak. Juga harus ada yang memastikan
semua orang meminum antibiotik sampai selesai, dengan begitu kita bisa
hentikan penyebarannya."
Jane menjelaskan, dulu imunisasi tidak dilakukan karena orang tuanya menolaki. Semestinya setelah sepuluh tahun mesti mengulang imunisasi. Pasalnya imunisasi difteri tidak menjamin kekebalan seumur hidup, sehingga harus diulang. Kata dia, idealnya imunisasi dilakukan sebanyak tiga kali.
Sebelumnya pemerintah tengah memerangi wabah penyakit difteri dan sudah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae tersebut telah menyerang di 20 Provinsi. Sebanyak 11 di antaranya KLB. Sepanjang tahun ini terjadi 590 kasus dengan korban meninggal sebanyak 38 orang.
Editor: Rony Sitanggang
- KLB Difteri
- difteri
- wabah difteri
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!