Article Image

SAGA

Nasib Program Rumah Murah saat Anggaran Disunat (Bagian 2, Habis)

"Anggaran Kementerian PKP dipangkas, padahal ada target pembangunan 3 juta rumah"

Konferensi pers pembiayaan program 3 juta rumah di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (19/2/2025). (KBR/Wahyu)

KBR, Jakarta - Dua hari berturut-turut, Rabu (19/2/2025) dan Kamis (20/2/2025), Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait alias Ara menyambangi kantor Kementerian Keuangan. Bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wajiyo, hingga Menteri BUMN Erick Thohir, meminta dukungan pembiayaan program 3 juta rumah amanat Presiden Prabowo Subianto.

Hasilnya, BI menggelontorkan insentif likuiditas makroprudensial senilai Rp80 triliun, untuk bank-bank penyalur kredit perumahan.

"Dukungan-dukungan yang diberikan oleh Bank Indonesia salah satunya adalah melalui yang kami sebut adalah kebijakan insentif likuiditas makroprudensial yaitu dengan menurunkan kewajiban GWM (giro wajib minimum) dari bank-bank," kata Perry Warjiyo.

BI juga bakal memborong surat utang yang diterbitkan pemerintah untuk mendanai program 3 juta rumah.

Upaya ini dilakukan Ara untuk mengejar capaian 3 juta rumah dalam setahun, meski anggaran 2025 disunat dari Rp5,27 triliun menjadi Rp3,46 triliun.

"Makanya mesti berusaha. Berusaha bagaimana? Karena kalau pakai APBN kalian sudah tahu dengan APBN Rp3 triliun mau bikin apa? Ini namanya solusi. Kami harus berpikir, kata Pak Prabowo. Berpikir harus kreatif, inovatif, tapi sesuai aturan dan cepat. Kalau kami cuma pasrah saja dengan anggaran yang ada, kami kan, gak boleh pasrah," kata Ara usai rapat di kantor Kementerian Keuangan, Rabu (19/2/2025).

Ara mengeklaim rangkaian rapat tersebut adalah bagian dari peta jalan program 3 juta rumah. Itu diungkapkan Ara menanggapi keluhan asosiasi pengembang yang menagih peta jalan.

"Lho ini kan salah satu peta yang kami buat. Ini jawaban gak? Memang bisa bangun rumah kalau gak ada likuiditasnya? Ini salah satu solusi gak? Jelasin saja sama pengembang," ucap Ara.

red
Anggaran Kementerian PKP usai efisiensi. (KBR/Raihan)

Junaidi Abdillah, Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengeluh karena Ara kerap bikin gaduh. Banyak wacana yang belum matang dikaji tapi sudah dilontarkan ke publik. Misalnya, membangun rumah murah di atas lahan aset negara.

"Wacana membangun rumah di atas negara dengan harga jual murah, itu mengganggu pasar, padahal barang ini belum jalan. Kan nggak harus program satu berjalan membunuh program yang lain. Pemerintah harus bisa mengakomodir seluruh kepentingan rakyat. Termasuk pengusaha. Tidak boleh pengusaha itu dimatikan, dia jutaan tenaga kerjanya," tutur Junaidi.

Wacana memanfaatkan lahan sitaan kasus korupsi untuk program 3 juta rumah, juga dianggap bermasalah. Pengembang enggan ambil bagian, jika status lahannya berisiko.

"Itu hasil sengketa yang sudah clear, katanya. Tapi di perjalanan kita enggak ngerti. Yang tanah asalnya clear saja, bisa digugat orang, bisa dimasalahkan orang, apalagi kalau riwayat, history-nya justru, dari yang sengketa," tegas Junaidi.

Menurut Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch (IPW), wacana pemanfaatan lahan sitaan kasus korupsi maupun aset milik negara rentan masalah, karena belum ada payung hukum.

"Karena ketika salah satu dirut BUMN akan merilis, melepas tanah itu untuk bank tanah, mereka enggak berani. Kenapa? Ketika dia tanda tangan, BPK, KPK, masuk, ‘ini apa modus, motifnya kasih tanahnya?’ Kan mesti ada kriteria yang jelas. Tanah ini tanah idle, gimana, gimana, itu tidak semua dirut BUMN paham. Nah, gimana caranya? payung hukumnya dibuat dulu," tutur Ali.

Baca juga: Menanti Rumah Gratis di Sukawali (Bagian 1)

red
Realisasi Program Sejuta Rumah era Presiden k-7 Joko Widodo. (KBR/Raihan)

Menanti Kabar dari Qatar

Kelanjutan investasi dari Qatar juga belum jelas. Nota kesepahaman (MoU) sudah diteken di awal Januari 2025 untuk membangun 1 juta rusunami di atas lahan pemerintah. Ini diklaim sebagai investor asing pertama di sektor perumahan.

Menteri Ara menebar optimisme komitmen itu bakal lanjut. Menurutnya, investor Qatar sudah mengecek tanah milik negara yang akan dibangun rusunami. Di antaranya, lahan di Senayan dan Kalibata, Jakarta.

"Perintah presiden (soal) Qatar, satu, targetnya (sasaran) menengah ke bawah. Dua, yang digunakan tanah negara. Tiga, hukum yang dipakai adalah hukum Indonesia. Empat, duitnya Qatar yang bawa. Itu prinsip-prinsip," kata Ara.

Junaidi Abdillah dari Apersi protes, mestinya pengembang lokal juga dilibatkan dalam program 1 juta rusunami di perkotaan.

"Kalau tanah itu milik negara akan dikelola oleh Qatar, kenapa tidak masyarakat kita juga ikut mengelola? Kalau hanya membangun rusunami banyaklah developer kita yang bisa membangun itu," tutur Junaidi.

Investasi Qatar bahkan belum pernah terdengar di DPR, menurut, Ketua Komisi V Lasarus.

"Qatar kayaknya Belanda masih jauh. Belum ada, belum. Dilaporin kami aja belum kalau Qatar," kata anggota dewan dari Fraksi PDI Perjuangan itu.

Alih-alih urusan Qatar, Menteri Ara bahkan belum pernah menjelaskan strategi memenuhi target jumbo 3 juta rumah setahun, dengan anggaran mini hasil efisiensi.

"Saya sudah bilang, pemerintah menargetkan 3 juta rumah, tapi anggarannya belum jelas. Pemerintah menargetkan 3 juta rumah, 1 juta rumah di wilayah perkotaan, 2 juta rumah di wilayah pedesaan. Tapi sampai hari ini anggarannya belum jelas," ujar anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP Yasti Soepredjo.

Saat rapat bersama Ara di Komisi V DPR, Yasti mendesak penegakan aturan soal hunian berimbang.

Payung hukum soal hunian berimbang sudah diketok sejak 2011, berupa undang-undang, tetapi belum pernah terealisasi. Aturan itu mewajibkan pengembang membangun hunian dengan komposisi seimbang, yakni rumah mewah, menengah, dan rumah sederhana, dengan skema 1:2:3.

Baca juga: RI-Qatar Kerja Sama Bangun Satu Juta Rumah

Kondisi rumah subsidi di Villa Kencana Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, yang diresmikan Presiden Jokowi pada 2016. Banyak rumah rusak dan tak ditempati. (KBR/Ninik)

Menteri Ara mengeklaim sudah menyurati Presiden Prabowo pada 23 Januari 2025, mengusulkan pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3), untuk mengurusi hunian berimbang.

"Undang-undangnya sudah ada. Makanya, pertanyaan saya, kenapa ini (aturan hunian berimbang) tidak dijalankan? Justru saya, belum sampai 4 bulan (menjabat), saya sudah berkirim surat untuk membentuk lembaganya. Itu yang tanya tadi (Yasti PDIP) kenapa enggak jalan. Justru kami sudah jalankan duluan," ucap Ara di DPR, Kamis (13/2/2025).

Ara juga menunjuk Dirjen Kawasan Permukiman Fitrah Nur sebagai Ketua Satgas Percepatan Pembentukan BP3. Fitrah enggan bicara target yang dikejar untuk hunian berimbang.

"Itu enggak ada anggaran kalau hunian berimbang, itu dari pengembang nanti, yang bangun rumah mewah, bangun rumah menengah, mereka punya kewajiban untuk membangun rumah sederhana. Jadi kami harus hitung dulu, soalnya itu bukan APBN," ujar Fitrah.

Pengamat properti Ali Tranghanda menyebut hunian berimbang bisa menjadi cara memenuhi target 3 juta rumah, di tengah pengetatan anggaran. Meski, pemerintah perlu berdialog dengan pengembang terlebih dulu soal implementasinya.

"UU ini belum dijalankan. Saya gak tahu kenapa. Waktu itu memang ada pengembang besar yang keberatan, tapi kan payung hukumnya sudah ada. Ada sedikit lagi yang kita mesti fine tuning ajalah, supaya pengembang dan pemerintah sama-sama frekuensi, bisa kok. Karena saya berapa kali (tanya) ke pengembang besar, sebenarnya mau gak sih? Mau, Pak, asal aturannya jelas, dan tidak merugikan bisnis," jelas Ali.

Realisasi hunian berimbang bakal menekan kekurangan rumah atau backlog yang masih di kisaran 9,9 juta.

Ketua Umum Apersi Junaidi Abdillah tak masalah aturan hunian berimbang diberlakukan.

"Karena sampai sekarang lembaga atau badannya belum terbentuk. Karena lembaga ini nantinya sebagai eksekutornya. Sedangkan Kementerian PKP sebagai regulatornya," ujar Junaidi.

red
Data backlog 2020-2023. (KBR/Raihan)

Potensi Dualisme

Berbeda dengan Menteri Ara yang kelimpungan karena anggaran disunat, anggota Satgas Perumahan Bonny Z Minang yakin target 3 juta rumah bakal terpenuhi. Sebab, itu adalah janji politik Presiden Prabowo.

Satgas Perumahan dibentuk di masa transisi pemerintahan Jokowi ke Prabowo, yang diketuai adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo.

Bonny, pengusaha pemilik PT Minang Jordanindo, sejak awal menjadi anggota Satgas, bersama Irawan Ronodipuro, Dirgayuza, Panangian Simanungkalit, Budiman Sudjatmiko, dan Fahri Hamzah. Dua nama terakhir, kemudian menjabat di pemerintahan Prabowo. Sekarang, Satgas terdiri dari Hashim, Bonny, dan Panangian.

Satgas bertugas mengkaji realisasi program 3 juta rumah dengan kebutuhan anggaran hingga Rp53 triliun per tahun.

Bonny menekankan, program 3 juta rumah meliputi 1 juta rumah di perkotaan dan 2 juta rumah di pedesaan serta pesisir.

"Satu juta di kota itu rusunami. Yang kita bilang udah bisnis model lah, udah dapet (investor) dari Qatar. Pak Prabowo ingin membangun rumah yang affordable, yang dapat dijangkau. Itu enggak gratis. Nah investor nih carikan pembiayaannya. Jadi tidak menggunakan APBN," tutur Bonny.

Sedangkan, 2 juta rumah di pedesaan dan pesisir bakal dibiayai sepenuhnya oleh APBN. Warga miskin di desa bakal dibangunkan rumah gratis, cicilannya akan dibayar negara Rp600 ribu per bulan selama 25 tahun.

"2 juta yang program di desa Itu yang gratis buat (mengentaskan) kemiskinan. Cicilan untuk 2 juta unit selama 1 tahun, Rp600 ribu perbulan, Rp7,2 juta, kali 2 juta adalah Rp14,8 (triliun). Itu pemerintah membayar cicilan. Nah itu, kan, akan di-hold di Kementerian Keuangan," ujar Bonny.

red
Realisasi FLPP tahun 2019-2024. (KBR/Raihan)

Bonny mengeklaim, peraturan presiden (perpres) tentang pendanaan 2 juta rumah gratis di desa bakal tuntas Maret 2025. Nantinya, pengerjaan rumah akan digarap UMKM lokal, bukan pengembang besar. Dengan begitu, ekonomi desa bisa meningkat dan kemiskinan berkurang.

"Saya larang itu (pengembang besar). REI juga saya larang masuk. Kalau katakan tahun ini aja 2 juta itu kalau Rp100 juta ada Rp200 triliun. Iya kan? Kita minta itu yang bangun UMKM. Kalau dia untung 20 persen, ada Rp40 triliun beredar di desa," lanjutnya.

Namun, skema 2 juta rumah gratis di pedesaan ini dibantah Menteri Ara.

"Gak ada, Pak. Siapa yang bilang begitu?," tutur Ara.

Silang pandangan ini berpotensi membuat publik bingung, kata pengamat properti Ali Tranghanda.

"Kadang-kadang satgas yang ngomong, kadang-kadang kementerian PKP, nah ini gimana? Pengembang pun pusing lho. Itu jadi satu isu yang hot juga di pengembang, ini maunya gimana sih pemerintah?," kata Ali.

Ia khawatir terjadi dualisme kepemimpinan di kebijakan perumahan.

"Kita kan melihat seakan-seakan ini tidak harmonis, antara masing-masing lembaga tidak harmonis, antara satgas dengan kementerian ini saling berlomba, ini program siapa, ini siapa sih yang muncul?," ungkapnya.

Ali menyarankan Satgas Perumahan dilebur menjadi BP3 yang bisa mengoordinasikan kebijakan perumahan lintas kementerian/lembaga. Selama ini, perumahan ditangani banyak instansi tetapi belum tercipta sinergi.

"Ketika kita masuk ke pembangunan (perumahan), ATR/BPN terlibat, PU terlibat, Perhubungan, Kemendagri. Harusnya Satgas mengambil peran itu (BP3), ‘eh Kemenhub, ini gimana?, sebelum ada pengembangan kawasan, masuk dulu dong’. Transportasi, jalan, di (Kementerian) PU. Kemendagri, ATR/BPN, tanya, ‘ada ga tanah di situ?’ BUMN, tanya ‘ada ga tanah-tanah idle di situ?’. Badan perumahan ini kita belum ada. Semua aspek di sana. Kayak Bappenasnya perumahan,” jelas Ali.

Tulisan ini merupakan bagian dari Beasiswa Liputan AJI Indonesia dengan topik 100 Hari Prabowo-Gibran.

Penulis: Wahyu Setiawan & Ninik Yuniati