Article Image

SAGA

Buruh-Pengusaha Menjerit: Sudah Jatuh, Tertimpa Tarif Trump

"Sejumlah industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki, terpukul hebat imbas kebijakan tarif impor Trump. Tak sedikit yang terancam melakukan PHK massal."

Sejumlah buruh mengikuti aksi pada peringatan Hari Buruh Internasional di kawasan Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025). ANTARA FOTO/Fauzan

KBR, Jakarta - Untuk kesekian kali, Siti Hajrah menganggur. Akhir Februari lalu, ia diputus kontrak oleh sebuah perusahaan garmen di Jakarta.

“Katanya sih enggak ada kerjaan. Jadi saya dikeluarin, dihabisin kontrak, PHK,” kata Siti kepada KBR, Rabu (30/4/2025).

Pabrik dengan ribuan pekerja itu memproduksi pakaian jadi yang diekspor ke beberapa negara, salah satunya Amerika Serikat.

“Alasannya itu, katanya kerjaannya berkurang. Maksudnya sudah gak banyak orderannya, jadinya kita dikeluar–keluarin,” cerita perempuan 47 tahun tersebut.

PHK juga pernah dialaminya pada 2017, di perusahaan yang sama.

“Tapi kan pernah berhenti berapa tahun, saya masuk lagi.”

Pengalaman pahit PHK membuat Siti ambruk. Jatuh sakit, mentalnya tertekan.

Perempuan asal Bone, Sulawesi Selatan ini hidup pas-pasan bersama adiknya di Jakarta. Tanpa penghasilan di usia yang makin senja.

“Kalau kita gak kerja, pasti habis kan uang tabungan juga kalau ada. Kalau gak kerja kan habis,” tuturnya.

Siti terancam menganggur lebih lama, jika masih berharap kerja di pabrik garmen.

Industri tekstil dan alas kaki belum akan pulih dalam waktu dekat, diguncang kebijakan tarif timbal balik Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Padahal, AS adalah pasar ekspor terbesar komoditas itu, selama 10 tahun terakhir.

Baca juga:

Produksi berpotensi anjlok, ancaman PHK pun menguat.

Tarif Trump yang memicu perang dagang AS dan China, membuat ketar-ketir hampir semua kalangan.

Berbagai rapat mendadak digelar pemerintah untuk merancang strategi merespons situasi. Para pengusaha juga hilir-mudik, menyambangi kantor pemerintah dan DPR, untuk menyuarakan aspirasi.

Ian Syarif, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Industri Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), membagikan keresahannya saat rapat bersama Komisi Perdagangan DPR, 28 April 2025.

Ian bilang, jika ekspor ke AS turun 10 persen, 13 juta produk tak terjual.

Opsi memangkas karyawan bakal tak terhindarkan, demi mengurangi beban keuangan pabrik.

"Jadi untuk proyeksi penurunan ekspor ini dari beberapa brand buyer kira-kira 30% dan dalam grace period. Yang sekarang kita belum bisa rasakan karena kami diberi grace period sebanyak 90 hari untuk bisa tetap ekspor dengan tarif 10%. Namun apabila ini dibiarkan maka akan menimbulkan masalah yang serius pada perdagangan TPT dalam negeri," kata Ian dalam rapat bersama Komisi perdagangan DPR RI, Senin (28/4/2025).

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto juga menggelar pertemuan dengan ratusan pengusaha di kantornya, di Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, pada 7 April 2025. Padahal, saat itu masih libur Lebaran.

Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai bertemu asosiasi usaha di kantornya di Jakarta, Senin (7/4/2025). ANTARA FOTO/Bayu Pratama

Salah satu tamu undangan, David Chalik, menceritakan pengalamannya. Sebelum pertemuan dimulai, pengusaha sepatu ini mengaku gelisah. Ia sibuk merancang kalimat yang akan disampaikan ke Menko Airlangga.

“Kalau kami berharap, adanya perhatian pemerintah justru terhadap kami,” kata David.

Selama dua jam, segala uneg-uneg tentang memburuknya ekonomi disampaikan di forum. Selaku Ketua Umum Himpunan Pengusaha Alas Kaki Nasional (HIPAN), David juga menyuarakan aspirasi para anggotanya.

“Waktu Lebaran kemarin saja, itu banyak baju-baju, toko-toko baju apa segala macam, mereka lesu. Mereka lesu. Sepi. Kenapa? Karena itu tadi hantaman ekonomi terhadap negara kita ini memang luar biasa. Jadi, untuk pasar dalam negeri saat ini, itu semuanya wait and see. Termasuk kita pengusaha,” kata David.

Ada delapan poin sikap pengusaha yang disampaikan ke Menko Airlangga. David enggan membeberkan isinya.

Pemerintah menjanjikan beberapa relaksasi agar pengusaha selamat di tengah gempuran perang dagang.

“Dari hasil rapat kemarin dengan Kemenko Ekonomi, memang ada yang disampaikan adalah pemberian stimulus, rencana pemberian stimulus dalam bentuk bantuan permodalan, bantuan permesinan, dan segala macam. Kita harus mengapresiasi itu,” ucapnya.

Tapi, langkah itu dianggap belum cukup.

“Yang harus kita khawatirkan sebenarnya bukan hanya soal hubungan Indonesia-Amerika, tapi justru dampak perang dagang antara Amerika dan China yang bisa membuat Indonesia kebanjiran barang-barang dari China.”

Grafis: KBR/Raihan

China akan membidik Indonesia sebagai pasar baru. Banjir produk impor murah bakal sulit dibendung.

“Tapi menurut kami, untuk menghadapi banjirnya barang dagangan di sini, barang dagangan dari negara-negara luar, tidak cukup hanya itu, harus juga dengan kebijakan yang berpihak pada kita. Setidaknya, setidaknya ada keseimbangan antara jumlah barang masuk dengan barang yang diproduksi lokal,” kata David.

Pasar dalam negeri sudah digempur barang-barang impor sebelum guncangan tarif Trump. Apalagi sejak munculnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang memberi kelonggaran untuk impor pakaian jadi.

“Kalau mereka bisa semuanya masuk ke Indonesia dengan harga murah, ya itu tadi saya bilang. Kita sudah memasuki fase industrialisasi dan kematian industri khususnya alas kaki dan tekstil di Indonesia bagi perusahaan dengan pasar lokal, ya bersiap-siap untuk semakin cepat.”

Baca juga:

Beberapa rekan David, sesama pengusaha, bangkrut karena tak mampu bersaing. Mereka yang masih bertahan, dag-dig-dug dengan nasib usaha jika perang dagang terus berlanjut.

Sebagai antisipasi, pengusaha memilih membatasi produksi.

“Kita nggak mau produksi barang banyak-banyak dulu sambil melihat juga eskalasi politiknya seperti apa. Dan menunggu kebijakan pemerintah. Karena beberapa pabrik sudah banyak juga. Sudah bersiap-siap untuk tutup. Kalau ternyata pemerintah membuka keran impor, ya shifting, jadi pengimpor saja kita. Sekarang ya kita lihat lah kebijakan pemerintah maunya ke mana,” cerita David.

David bilang, PHK menjadi pilihan rasional yang bakal diambil pengusaha, jika kondisi terus memburuk.

“Saya bilang bahwa kalau ini dilakukan oleh pihak Amerika kebijakan-kebijakan Indonesia, maka dampak terjelek di Indonesia akan apa? Satu, kelangsungan usaha sudah tidak signifikan lagi. Jadi, dampak buruknya akan luar biasa. Terjadi PHK, terjadi efesiensi, terjadi luar biasa.”

Jumlah tenaga kerja industri tekstil di Indonesia saat ini 3,9 juta orang. Angkanya turun dibanding sebelum pandemi COVID-19, yang mencapai 5,5 juta orang, menurut catatan Kementerian Perindustrian.

Sementara itu, berdasarkan Satu Data Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah orang yang terkena PHK mencapai 18 ribuan per Februari 2025. Angka tersebut meningkat hampir enam kali lipat dari bulan sebelumnya.

Presiden Prabowo Subianto (ketiga kiri) pada perayaan Hari Buruh Internasional 2025 di kawasan Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Pada peringatan Hari Buruh Internasional di kawasan Monas, Jakarta, Presiden Prabowo Subianto kembali melontarkan komitmen membentuk Satgas PHK, sesuai tuntutan serikat buruh.

Satgas berperan memitigasi risiko PHK yang makin besar karena terimbas tarif Trump dan perang dagang.

“Kita juga atas saran dari pimpinan buruh, kita akan segera membentuk satuan tugas PHK,” kata Prabowo di hadapan massa aksi Hari Buruh.

Namun pembentukan Satgas PHK dikritik Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) DKI Jakarta Nurjaman. Menurutnya, lebih penting membentuk tim pengendali PHK.

“Kalau satgas kan itu memeriksa, melihat, mengawasi pelaksanaan PHK, Kalau tim pengendali adalah bagaimana memitigasi secara preventif jangan sampai terjadi di PHK kan gitu. Kalau sudah tidak bisa dibuat lagi, apa boleh buat? Hasil dari tim pengendali tersebut, referensinya kan gitu,” kata Nurjaman.

Baca juga:

Ekonom senior dari CORE Indonesia Muhammad Faisal menilai lesunya ekonomi saat ini merupakan efek lanjutan dari krisis akibat pandemi COVID-19.

“Di mana pada saat itu ekonomi kita jatuh dan para pelaku usaha termasuk dunia industri yang mempekerjakan banyak tenaga kerja, ini banyak yang mengalami kebangkutan atau paling tidak membekukan daripada usaha mereka,” ucap Faisal.

“Dan pada saat yang sama juga ada utang yang harus mereka tanggung dan meningkat karena kondisi tekanan daripada pandemi itu rata-rata memang mengurangi, menurunkan atau bahkan menjatuhkan pendapatan dari sisi demandnya yang anjlok pada saat itu,” imbuhnya.

Banyak perusahaan terseok-seok untuk bangkit. Belum sempat pulih sepenuhnya, sudah digempur produk impor dari China, lantas diguncang perang dagang.

“Dengan perang dagang yang dipicu oleh Amerika ini semakin membatasi lagi akses pasar ekspor dan meningkatkan risiko daripada lonjakan impor. Ini memang kondisi dan kalau kita melihat bagaimana realisasi PHK yang terjadi dalam tiga bulan terakhir memang sudah ada lonjakan dibandingkan dengan 3 bulan yang sama dari tahun-tahun yang lalu,” ungkapnya.

Grafis: KBR/Raihan

Faisal khawatir angka PHK akan meroket di akhir tahun.

“Jadi memang pemerintah perlu melakukan kebijakan yang sifatnya counter cyclical dalam hal ini, dan kebijakan-kebijakan dalam respons termasuk merespon kondisi perang dagang itu jangan sampai justru melemahkan ekonomi domesik tapi justru memperkuat dan dengan fokus akar permasalahan pada saat sekarang adalah daya beli daripada masyarakat yang berkaitan dengan penciptaan lapangan pekerjaan,” tuturnya.

Faisal bilang, pemerintah harus fokus memperkuat daya beli masyarakat dan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Tanpa langkah nyata dan cepat, badai PHK akan terus bergulung bagai bola salju yang mengancam masa depan ekonomi nasional.

Penulis: Astri Yuanasari

Editor: Wahyu Setiawan & Ninik Yuniati