Article Image

SAGA

Nelayan Lombok Timur Adopsi Perikanan Berkelanjutan

"Hasil tangkapan nelayan turun karena populasi ikan berkurang. Serbuan sampah plastik dan cara tangkap ikan tak ramah lingkungan jadi penyebab."

Nelayan Dusun Baran Tapen Asri, Lombok Timur, NTB membersihkan sampah plastik di pesisir Pantai Padak Sie. (KBR/Zainudin)

KBR, Lombok Timur - Belasan nelayan memunguti sampah di sekitar pesisir Pantai Padak Sie, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Tak kurang dari 15 karung sampah plastik berhasil dikumpulkan.

Kegiatan itu digelar nelayan Dusun Baran Tapen Asri dalam rangka memperingati Hari Perikanan Sedunia, akhir November lalu. Sepanjang 2022, sudah dua kali ini mereka bersih-bersih pantai.

“Di tengah laut banyak kantong plastik berserakan. Sampai laut lepas, sampai 100 mil dari daratan, ada sampah ini. Kena baling-baling perahu, itu sangat mengganggu,” kata Badri, nelayan Dusun Baran Tapen Asri.

Badri bercerita, sampah-sampah plastik bisa merusak perahu.

Ketika melaut, ia juga kerap memunguti sampah plastik dan membawanya ke darat. Sampah-sampah itu dibeli Koperasi Segare Harapan Jaya yang kemudian dijual ke pengepul.

Baca juga: Upaya Nelayan Lombok Timur Sejahtera dengan Berkoperasi

Selain bersih-bersih pantai, nelayan Baran Tapen Asri menanam bakau pada peringatan Hari Perikanan Dunia, akhir November 2022 lalu. (KBR/Zainudin).

Jumadil, rekan Badri, mengeluhkan laut selalu jadi muara sampah dari hulu. Selain plastik, limbah kayu juga bisa melukai nelayan.

"Pas banjir kita bersihkan, tapi tak mau hanyut karena air laut naik. Dibersihkan lagi, datang lagi. Dampknya sampah busuk dan bau. Banyak kayu juga, tertusuk kaki kita. Tempat taruh sampan juga agak sulit, kita kewalahan" keluh Jumadil.

Para nelayan ini sadar bahaya sampah terutama plastik bagi ekosistem ikan maupun hewan dilindungi seperti penyu dan lumba-lumba.

Ikan yang tercemar plastik, mengancam kesehatan jika dikonsumsi manusia.

Populasi ikan juga bakal menyusut yang ujung-ujungnya merugikan nelayan.

Badri, merasakan makin sulitnya mendapat ikan tuna.

“Tuna yang keras kulitnya itu, kurang sekali dia. Tuna sirip kuningnya juga, kurang. Kita kebanyakan ngambi ikan kecilnya,” ujar Badri.

Baca juga: Pasar di Bali Menuju Zona Bebas Plastik (Bagian 1)

Staf Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) tengah mendata hasil tangkapan nelayan. (Foto: dok MDPI).

Staf lapangan Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), Hairul Hadi menjelaskan ada penurunan hasil tangkapan ikan tuna di NTB.

Pada 2020 jumlahnya tak sampai 60 ton atau anjlok lebih dari 20 ton dibanding tahun sebelumnya. Ini berdasarkan riset acak yang dilaksanakan MDPI di beberapa wilayah.

“Stok masih tetap tersedia, namun jumlah dan ukurannya mulai berubah. Yang dulunya mereka bercerita memancing ikan tuna biasanya di dekat sini, sekarang mancingnya sangat jauh sekali. Jadi operasionalnya cukup besar. Dulu sehari dua hari mereka bisa pulang. Sekarang kalau tak di atas 10 hari mereka belum pulang,” tutur Hairul.

Turunnya populasi ikan juga disebabkan metode penangkapan tak ramah lingkungan. MDPI setahun belakangan gencar mengedukasi nelayan Baran Tapen Asri tentang perikanan berkelanjutan.

Misalnya, dengan tidak melaut sepanjang tahun dan tidak menangkap ikan secara berlebihan.

"Mungkin nelayan ini ada di satu waktu mereka tidak fokus menjual produk ikan seutuhnya. Ada usaha produk turunan yang mereka bisa kerjakan. Jadi di waktu-waktu tertentu mereka akan setop melaut" tutur Hairul.

Baca juga: Pasar di Bali Menuju Zona Bebas Plastik (Bagian 2)

Nelayan Baran Tapen Asri berdiskusi dengan staf Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI). Nelayan mendapat edukasi tentang perikanan berkelanjutan. (KBR/Zainudin).

Muslimin, salah satu nelayan, mengaku diajari pula cara-cara mencari ikan yang tidak merusak lingkungan.

"Sekarang sudah tidak ada lagi pengeboman ikan di sekitaran sini. Kalau dulu ramai pakai kompresor untuk menyelam dan pakai potas,” ujar Muslimin yang juga Ketua Koperasi Segare Harapan Jaya ini.

Kini nelayan tak lagi memancing di zona larangan agar ikan punya kesempatan bertelur. Mereka juga berhenti menangkap hewan yang dilindungi.

Kalau dulu, kalau kayak penyu, enak kita makan, kita ambil. Kalau sekarang enggak. Terus lumba ga boleh, kalau hiu masih ada yang bisa ditangkap tapi jenisnya lain,” ucap Muslimin.

Ke depan, diharapkan makin banyak nelayan yang mempraktikkan model perikanan berkelanjutan seperti yang dilakukan nelayan Baran Tapen Asri.

“Populasi ikan ini penting, biar lestari laut. Kayak sampah jangan sampai kita buang sembarangan. Soalnya pengaruh juga ke ikan,” ungkap Badri, nelayan Baran Tapen Asri.

Penulis: Zainudin Syafari

Editor: Ninik Yuniati