OPINI

Selamat Natal

Kartu selamat natal 2018-2019

Kata orang, segala sesuatu ada waktunya. Dan kadang itu berulang. Misalnya, tiap jelang Natal  pasti beredar perdebatan soal haram atau tidaknya mengucapkan Selamat Natal pada umat kristiani. Dan betul saja, soal ini mulai ramai beredar, di media sosial sampai grup pesan macam Whats App sejak beberapa hari lalu. Mulai dari menyebut amalan bakal jadi nol sampai dianggap berdosa. 

Betulkah seberat itu beban mengucapkan Selamat Natal kepada teman-teman yang non-Muslim? Bersalaman dan mengucap salam tidak serta merta mencerabut keimanan seseorang. Kalau sampai merasa begitu, jangan-jangan yang harus diperiksa lagi adalah kadar keimanan pribadi. Mengucapkan Selamat Natal semestinya dilihat sebagai bentuk ramah tamah sosial, sebagai sesama manusia yang berbagi lapak di bumi yang isinya beragam ini. 

Tapi begitulah, dari tahun ke tahun, kita bertemu polemik yang sama. Orang lain sudah pergi ke Mars, kita masih berdebat soal ucapan Selamat Natal. Ini melelahkan, menguras energi dan tak penting. Inilah yang terjadi ketika kita melihat kehidupan keagamaan sebagai relasi kelompok mayoritas dan minoritas. Padahal besar sedikitnya jumlah penganut tak berpengaruh pada hak setiap orang untuk beragama dan beribadah di negeri ini. 

Semestinya kita terus memperlebar batas toleransi beragama,  tanpa perlu bersitegang dan berpolemik terus menerus. Agamaku untukku, agamamu untukmu. Selamat merayakan Natal dalam kedamaian. Semoga tahun depan kita tak bertemu polemik soal ini lagi.  

  • Natal
  • Toleransi
  • ucapan selamat natal

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!