CERITA

Ketika Reklamasi Teluk Jakarta Mematikan Nadi Nelayan

""Hampir 70 persen banyak yang jadi pengangguran, pemulung, utang menumpuk. Jadi dampaknya, nelayan tidak punya uang.""

Yudi Rachman

Ketika Reklamasi Teluk Jakarta Mematikan Nadi Nelayan
Nelayan membakar perahu yang terbuat dari kertas dan bambu di atas lahan reklamasi Teluk Jakarta. Foto: Yudi Rachman/KBR

KBR, Jakarta - Ratusan nelayan dari Tangerang dan Jakarta berkumpul di pesisir Kamal Muara, Jakarta Utara.

 

Di sana, mereka membakar perahu yang terbuat dari bambu dan kertas. Aksi itu jadi simbol matinya mata pencaharian nelayan di Teluk Jakarta!

 

"Hampir 70 persen banyak yang jadi pengangguran, pemulung, utang menumpuk. Jadi dampaknya, yang punya uang hari ini nelayan, kalau nelayan tidak punya uang, warung pun yang sempat diutang tidak mampu memberikan utang kepada nelayan. Artinya dari nelayan ke warung hingga ke juragan sampai akhirnya di pelelangan ikan akan berkurang. Kalau ini diuruk, otomatis tidak mungkin perumahan nelayan tidak digusur pasti ini hanya masalah waktu saja," jelas Kardinal, pengurus pusat Serikat Nelayan Tradisional sekaligus kordinator aksi nelayan tolak reklamasi.


Kardinal sudah 10 tahun menjadi nelayan. Biasanya ia melaut di sekitar Kamal Muara dan Dadap Tangerang.


Ia bercerita, sejak tiga tahun terakhir, para nelayan beralih profesi menjadi buruh bangunan, satpam dan pekerja kasar.


Rokhili, nelayan di Muara Angke dan Pantai Indah Kapuk juga bernasib sama.


Tiga puluh tahun menjadi nelayan budidaya rajungan, terpaksa merugi lantaran tambaknya habis tersapu pasir reklamasi.


“Saya melaut itu sudah tidak ada penghasilan. Ibarat empang, empang saya diuruk, kalau empang diuruk otomatis penghasilan tidak ada. Ikan pada mati, rajungan mati, ikan blanak mati, ikan belo mati, ikan viper mati.  Kemarin itu di Ancol, ikan beribu-beribu pada mati, itu kerjaanya pengurukan ini,” ungkap Rokhili.

 

Ia juga bercerita, dulu ketika masih jadi nelayan, pendapatannya mencapai Rp3-15 juta. Sekarang, dia bangkrut. Perahunya hancur dan mesinnya dijual demi dapur tetap mengepul.


Reklamasi di Teluk Jakarta sudah dilakukan 2012 silam dan mendapat restu bekas Gubernur Fauzi Bowo. Dan, saat ini reklamasi sudah berjalan di beberapa pulau.


Total ada sembilan pengembang yang mengantongi izin reklamasi. Data Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta menyebut, sembilan pengembang itu di antaranya: PT Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Marunda, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu), PT Taman Harapan Indah, PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro), dan PT Jakarta Propertindo.


Nantinya, di tengah teluk, berdiri apartemen mewah.

 

Ketika KBR mengikuti aksi para nelayan ke pesisir Kamal Muara, alat berat masih bekerja meratakan pasir yang diuruk. Bahkan truk-truk pengangkut pasir hilir mudik di lahan seluas 50 hektar tersebut.

 

Ketika nelayan hendak memasuki area reklamasi, aparat keamanan berjaga di lokasi.

 

Tapi, para nelayan tak gentar. Mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sial, nelayan hanya mampu mendekat di jarak 600 meter. Di sana, nelayan minta reklamasi dihentikan.

 

Sualing, nelayan pembudidaya kerang hijau bercerita, lahannya lenyap tertutup lahan reklamasi. Karena itu pula, sejak dua tahun belakangan, ia kerja serabutan.

 

“Bagi saya nelayan, habis untuk lahan jaringnya. Okelah ternak dan ganti rugi. Lahan kan punya nelayan, sampai segini tiga tahun lewat seingat saya, lahan saya habis bukan dibabat lagi. Bahkan, ikan itu dua hari dua malam, susah, jangankan satu dua, banyak tidak dapatnya,” cerita Sualing.

 

Begitu pula dengan Daeng Karidi. Lahan budidaya kerang hijaunya ludes tersapu reklamasi. Sialnya, tak mendapat ganti rugi dari pengembang Kapuk Naga Indah. “Sedangkan dia mau ganti hanya Rp500 ribu per unit kan tidak sesuai. Kita minta sewajarnya ganti ruginya.”

 

Darsiah, yang berasal dari keluarga nelayan, juga menelan pil pahit.

 

Ia harus menjaring ikan lebih jauh dari semula. Tak hanya itu, rumah terapung yang digunakan sebagai tempat tinggal dan menambatkan perahu, terancam digusur.

 

“Saya jadi kuli nelayan sengsara, untuk makan saja susah, lagi prihatin banget. Masya Allah, saya mendukung Presiden Jokowi tapi kenyataannya rakyat diombang ambing begini,” ucap Darsiah.

 

Dua jam menggelar aksi di pesisir Kamal Muara, ratusan nelayan melakukan aksi serupa di Dadap Tangerang yang berjarak empat mil laut dari lahan milik PT Kapuk Naga Indah.  Bahkan, daratan buatan itu nyaris mengapit pintu keluar pelabuhan perikanan Kamal Muara dan Dadap.

 

Di sana, daratan buatan baru saja dibuat dan alat berat masih bertengger.


Para nelayan sadar, pemerintah DKI Jakarta tak akan menghentikan reklamasi teluk Jakarta. Karena itu pula, perjuangan mereka tak akan terhenti meski ancaman dibunuh terus menghantui.







Editor: Quinawaty Pasaribu

 

  • Reklamasi Teluk Jakarta
  • pesisir Kamal Muara
  • PT Muara Wisesa Samudera
  • PT Kapuk Naga Indah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!