SAGA

Seni Tradisi Mamanda, Nyaris Tiada (3)

"Namun Seniman Tenggarong, Budi Warga mengingatkan kepedulian pemerintah terhadap seni tradisi Mamanda tak sekadar sesaat. Perlu dukungan yang serius kepada para pegiatnya"

Taufik Wijaya

Seni Tradisi Mamanda, Nyaris Tiada (3)
Seni, Mamanda, Tenggarong, Kukar, Budaya

Upaya Revitalisasi

Pemkab Kutai Kartanegara tak tinggal diam. Bersama Yayasan Total Indonesia mereka bekerja sama membangkitkan kembali Mamanda. “Menata kembali seperti apa kesenian Mamanda. Bersama Yayasan Total kami mereka ulang. Kami susun riwayat Mamanda siapa saja perannya dan proses Mamanda dilakukan. Kami juga support untuk rekonstruksi dalam bentuk rekaman audio visualnya. Supaya hasilnya bisa disosialisasikan ke sekolah-sekolah,” kata Sri Wahyuni. 

Selain film dokumenter,  eksistensi Mamanda didokumentasikan dalam buku yang siap dicetak dan disebarkan kepada masyarakat, khususnya generasi muda. Upaya lain imbuh Edi Mulyadi dengan memberikan kesempatan sesering mungkin kelompok teater Mamanda mentas di atas panggung. “Karena menurut saya kesenian itu akan langgeng, kalau pelaku seni itu memiliki nilai tambah. Oh sekarang saya sering dipanggil. Dengan dinas pun kami bicara. Ini jadi momentum. Sehingga ada group yang tampil lagi,” tegasnya.

Komitmen  berbagai pihak untuk menghidupkan kembali kesenian Mamanda disambut baik. Maklum saja selama ini  kelompok teater macam Panji Berseri kurang diperhatikan. Untuk manggung saja  jelas pelaku seni Mamanda Darpi Kenedi, mereka harus merogoh kocek sendiri.   

“Ini iuran dari satu grup. Kalau dipanggil main kami baru iuran. Anggotanya 39 orang sama pengurusnya. Kalau dipanggil itu kami dibayar Rp 2,5 sampai 5 Juta rupiah.  Memang kalau disesuaikan itu gak sesuai. Pemainnya saja hamper 30 orang. Kalau dibagi-bagi habis, Jadi uang kas taka da,” katanya lirih.

Namun Seniman Tenggarong, Budi Warga mengingatkan kepedulian pemerintah terhadap seni tradisi Mamanda tak sekadar sesaat. Perlu dukungan yang serius kepada para pegiatnya. Salah satunya menyediakan sarana pendukung.

“Paling tidak dibangun seni pertunjukan. Ada ruang buat kami. Di sini kan tak ada gedung olah seni dan pertunjukan, Jadi pemain latihan di rumah-rumah. Pemerintah respek kalau ada kebutuhan. Kenyataan sepert itu. Pemerintah harus banyak berperan. Karena tupoksi nya kan pemerintah. Masyarakat kan hanya pelaku,” harapnya.

Mata Darpi Kenedi  memancarkan sinar optimisme. Ia yakin berbagai kendala untuk lestarikan Mamanda bisa diatasi dengan  sokongan pemerintah dan pihak yang peduli.  “Kalau mencari pemain baru itu gak sulit. Minat masih besar. Cuma kita karena tak ada dukungan dana. Sebab itu yang paling penting. Sehingga timbul kegairahan para pemain,” pungkasnya. (Fik)

  • Seni
  • Mamanda
  • Tenggarong
  • Kukar
  • Budaya

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!