KBR, Bogor - Kampung Ciguha di Desa Bantarkaret, Kabupaten Bogor, mendadak sepi. Bangunan semi permanen yang memadati wilayah itu selama puluhan tahun itu rata dengan tanah.
Bahkan demi memutus mata rantai penambang liar, atau sebutan tenarnya gurandil, aparat setempat membakar sisa-sisa puing itu agar tak lagi digunakan.
Ketika KBR mengunjungi lokasi, seorang pria, Obay Sumarna tengah mengais reruntuhan bangunan.
“Biasanya sehari seratus ribu, tapi semenjak dua minggu terakhir tidak kerja,” ungkap Obay.
Salah satu tokoh masyarakat kampung, Ade Jamaludin bercerita, dahulu Kampung Ciguha ibarat madu yang kerap mengundang semut.
Ini karena di sana, ada Nyi Ronggeng Geulis, sebutan untuk kilauan emas.
“Nanti mah Ciguha itu bakal ramai. Banyak orang yang datang ke Ciguha, yang mau bikin gua di mana-mana. Air Cikaniki bakal keruh sama yang ngambil wudu, tapi yang sholat tidak ada. Sebab semua kegoda sama Nyi Ronggeng Geulis (kilauan emas),” kata Ade.
Maka tak heran jika ratusan pendatang yang berasal dari luar Bogor berkerumun di dekat lokasi tambang milik PT Antam itu.
“Pendatang sudah ramai dari tahun 2002. Tapi kalau saya hanya kuli manggul, yang ngambilin emas orang Bayah, Banten, Sukabumi Jampang. Orang Nanggung yang punya modal bisa nyewain tempat. Tapi kalau tidak punya modal tidak diajak,” jelas Obay.
Kondisi itu dimulai sejak tahun 2002. Para gurandil dari luar Bogor berdatangan mencuri emas yang dikuasai PT Antam sejak tahun 1994.
Seiring waktu, perputaran ekonomi pun terjadi. Kampung Ciguha nyaris tak pernah mati.
Ade Jamaludin, salah satu tokoh masyarakat setempat.
“Dua puluh empat jam itu, di sini ramai lah. Kan ini tempat warung semua. Jadi perputaran uang cepat, orang Sumatera, Bengkulu, Jampang, Banten, Cipanas datang ke Ciguha.”
Kegiatan menambang emas pun dilakukan tengah malam, ini demi menghindari pantauan petugas PT Antam.
Malah untuk menjamin keselamatan para gurandil, aparat kepolisian ikut berperan. Bahkan dulu, bekas Bupati Bogor Rachmat Yasin menjanjikan keamanan itu ketika kampanye pilkada.
“Seperti Rachmat Yasin, waktu dulu pas pemilihan ngomong. Tenang lah gurandil di sini mah aman, asal saya yang jadi bupati.”
Kampung Ciguha terletak di perbukitan di Gunung Pongkor, akses utama masuk ke kampung ini melewati pos penjagaan utama di PT Antam.
Dulu, hanya ada 15 kepala keluarga yang mendiami kampung ini. Namun masifnya penambangan liar, Kampung Ciguha menjadi salah satu markas bagi para gurandil.
Kini setelah markas gurandil itu dihancurkan, warga ingin kampung mereka dipulihkan. Dengan begitu, mereka bisa menggunakannya seperti sedia kala; lahan persawahan.
“Dulunya ini sawah, airnya di sana (di atas bukit), solokannya, irigasi kalau bahasa kotanya. Cuma kemarin dipakai untuk rentalan. Air ditarik ke masing-masing bangunan, sawah tidak bisa berproduksi lagi. Rentalan itu ngontrak, disewakan sama yang punya tempat.”
Atau paling tidak, disulap menjadi lokasi wisata. Pasalnya di hulu Kampung Ciguha menyimpan keindahan air terjun.
“Di sini satu-satunya jalan memang harus dibikin wisata, jalan tinggal direhab. Kedua pemandangan ini banyak gundukan tambang. Kebetulan tahun 2019 ini tambang habis kontraknya, dari Pemda mau diambil dan mau dicari siapa yang mau ngurus bekas peruntukan tambang,” ungkap Ade.
Sementara itu, General Manajer PT Antam (Persero) UBPE Pongkor, I Gede Gunawan menyatakan, pemulihan Kampung Ciguha baru akan dilakukan 2019 mendatang, persis dua tahun sebelum kontrak berakhir pada 2021.
Sedangkan Bupati Bogor Nurhayanti bakal mencarikan profesi baru bagi para gurandil.
“Kami akan membentuk tim yang terdiri dari dinas instansi terkait, untuk menyelesaikan persoalan, tadi yang dikeluhkan alih profesi. Karena gurandil yang ada di Pongkor, itu 30 persennya warga Kabupaten Bogor. Itu yang akan menjadi fokus saya, bagaimana keberadaan Antam ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat Nanggung,” katanya.
Editor: Quinawaty Pasaribu
Menggilas Gurandil dari Gunung Pongkor
Salah satu tokoh masyarakat kampung, Ade Jamaludin bercerita, dahulu Kampung Ciguha ibarat madu yang kerap mengundang semut. Ini karena di sana, ada Nyi Ronggeng Geulis, sebutan untuk kilauan emas.

Sisa-sisa reruntuhan markas gurandil di Gunung Pongkor. Foto: Rafik Maeilana.
BERITA LAINNYA - SAGA
Kampung Liu Mulang Teladan Hidup Selaras dengan Alam
Tradisi menjaga lingkungan dilakoni dan diwariskan antargenerasi
Sampah Makanan Penyumbang Emisi
Badan Pangan Dunia FAO bahkan menyebut sistem pangan global sebagai pendorong terbesar kerusakan lingkungan
Menangkal Asap Rokok dan Covid-19 dengan Kampung Bebas Asap Rokok
Momentum pandemi jadi sarana efektif untuk edukasi bahaya asap rokok
Kesehatan Bumi dan Mental
Organisasi psikiater di Amerika Serikat, the American Psychiatric Association, menjelaskan bagaimana krisis iklim ini mengganggu kesehatan mental
Bendrong Menuju Dusun Mandiri Energi dan Pangan
Program rintisan biogas dikembangkan menjadi sistem pertanian terpadu. Ekonomi meningkat dan lingkungan terjaga.
Make Up Baik Untuk Iklim
Tren pemakaian make-up alias dandanan tak pernah mati. Tengok saja YouTube dan media sosial, di sana bertabur aneka konten tutorial berdandan.
Kulon Progo Terus Melawan Asap Rokok
Kebijakan antirokok tetap berlanjut meski ganti pemimpin
Bahaya E-Waste untuk Iklim
Sampah elektronik atau e-waste juga menjadi sumber emisi, sehingga bumi makin panas
Jernang Emas Rimba yang Terancam Punah
Jernang bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga bagian dari tradisi Orang Rimba menjaga lingkungan
Berhitung Plastik Pada Kopi Senja
Indonesia adalah salah satu negara dengan konsumsi kopi terbesar di dunia. Secara perekonomian, ini tentu baik. Tapi seperti pedang bermata dua, sisi lain industri kopi kekinian mulai mengintai.
Most Popular / Trending
Recent KBR Prime Podcast
Terus Menginspirasi
Peran Wadah UMKM di Masa Pandemi
Kabar Baru Jam 7
Kabar Baru Jam 8
Sampah Sungai Bekasi Ditangani Perahu Pembersih dari Jerman