KBR, Jakarta - Sejak September lalu, sekitar 500 meter dari Pos Perbatasan Indonesia-Malaysia, perbaikan jalan sedang berlangsung. Proyek Kementerian Pertahanan dan TNI AD itu merupakan jalur inspeksi dan patroli perbatasan.
Dengan begitu, berpatroli di patok perbatasan tak lagi sulit.
Untuk tahap awal, jalur sepanjang delapan kilometer itu telah rata dengan tanah. Padahal tadinya, berupa hutan dan tegakan pohon. Sementara di sisi kanan-kiri jalan selebar 20 meter itu masih dipagari rimbun sisa pohon.
Di bagian lain, hanya dibatasi rumpun bambu tak beraturan yang langsung berhadapan dengan jurang.
Komandan Satgas Pelaksana Pembangunan, Pengamanan dan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Kawasan Perbatasan Negara, Subagyo.
“Saya masuk ke sana, mobil itu bayangin, itu kira-kira yang tanjakan seperti ini kurang lebih ada delapan lah, sampai kurang lebih empat kilometer. Itu ada masuk ke sana sudah tidak bisa Jadi mobil itu, sudah double, masih harus didorong lagi. (Sebelum ada jalur begini, bagaimana patrolinya?) Ya hutan. Hutan dibelah. Ingin tahu, Mba? Hanya empat kilometer saja seperti ini, coba datangi hutan yang di dalam sana,” cerita Subagyo kepada KBR.
Duit yang digelontorkan untuk proyek ini kata dia mencapai ratusan miliar rupiah.
Sebelum jalur ini ada, petugas perbatasan butuh waktu berhari-hari untuk mengawasi tapal batas. Ini lantaran medan yang tak terduga.
“Jadi cuma mungkin batas kemampuan jalan orang di hutan paling satu hari itu lima kilometer lalu balik lagi (ke pos). Nah dengan adanya jalur ini dan kami lengkapi sepeda motor, itu patroli akan menempuh 20 hingga 30 kilometer. Katakanlah ada orang yang niat menyelundupkan narkoba, lalu kami dapat laporan dari warga. Warganya sampai pos (pengamanan perbatasan) orangnya yang mau ditangkap sudah hilang.”
Jalur patroli ini memang belum sepenuhnya rampung. Tapi Komandan Satuan Tugas Pengamanan Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat, Marsana meyakini, kelak tugas timnya; mengawasi tapal batas, perdagangan manusia hingga penyelundupan barang akan lebih mudah.
“Kalau saya yakin ke depannya akan mempermudah kami dalam kegiatan patroli patok, pengawasan patok (tapal batas). Karena selama ini kan, memang ada beberapa yang punya jalan setapak tapi banyak yang tidak ada jalan sama sekali. (Kalau seperti itu bagaimana mengawasinya?) Yaa.. mau tidak mau itu dipatroli, sampai ke tempatnya (tapal batas), disesuaikan dengan medan yang ada,” jelas Marsana.
Subagyo juga bercerita, selama ini tentara perbatasan harus mengecek lebih dari 20 ribu tapal batas di sepanjang perbatasan Indonesia dengan medan yang sulit.
“Targetnya, tahun ini jalur inspeksi dan patroli itu kelar selesai 309 kilometer. Selain itu akan ada renovasi dan penambahan pos pengamanan perbatasan, pemasangan teknologi pemantau tapal batas, pengadaan drone (pesawat tanpa awak), lapangan terbang pemantau drone, helipad, dan masing-masing pos ditambah alat komunikasi dan transportasi.”
Kesibukan Kementerian Pertahanan membuat jalur inspeksi dan patroli di sepanjang perbatasan Indonesia serta pengadaan pesawat tanpa awak untuk mempermudah patroli, boleh jadi menyenangkan tentara yang berjaga di perbatasan.
Namun tidak bagi Mansur, Nike, Utin dan Subhan –warga Entikong.
“Tetap enak Malaysia, jalannya sudah mulus. Dekat pun. Ibarat kata perempuan, nengok perempuan yang mulus, itulah Malaysia. Jalannya mulus, tak seperti jalan ke sana (menuju Pontianak). (Ini kan sedang dibangun jalan?) membangun pun jadinya entah kapan jadinya. Dari perbatasan Indonesia ke Kuching, Malaysia itu cuma 15 Ringgit, kurang lebih 50 ribu Rupiah ongkos kendaraannya,” cerita Utin dan Subhan kepada KBR.
Empat warga perbatasan itu tak mau ambil pusing dengan janji pemerintah membangun Indonesia dari pinggiran.
Bahkan janji Kementerian Pertahanan untuk meningkatkan kesejahteraan warga lewat proyek jalan ini, dimentahkan.
“Kami di Entikong ini, dari kecil sampai sekarang, belum pernah tengok gula kita (Indonesia). Garam pun dari sana (Malaysia). Cuma micin yang dari Indonesia.”
Bagi Mansur, Nike, Utin dan Subhan, bukan hanya jalan yang mereka butuhkan, tapi perbaikan pelayanan publik dan penyelesaian ketimpangan harga bahan pokok.
“Mahal di Indonesia, belanja kami ke Malaysia. Nanti lebaran, natal kami ke sana semua orang beli barang. Beli minuman kah, baju kah, kue kah. Kalau lebaran kami ke sana semua.”
Editor: Quinawaty Pasaribu
Membangun Indonesia dari Pinggiran (Bagian 2)
“Kami di Entikong ini, dari kecil sampai sekarang, belum pernah tengok gula kita (Indonesia). Garam pun dari sana (Malaysia). Cuma micin yang dari Indonesia.”

Perbatasan Malaysia-Indonesia di Entikong. Foto: Nurika Manan/KBR
BERITA LAINNYA - SAGA
Kampung Liu Mulang Teladan Hidup Selaras dengan Alam
Tradisi menjaga lingkungan dilakoni dan diwariskan antargenerasi
Sampah Makanan Penyumbang Emisi
Badan Pangan Dunia FAO bahkan menyebut sistem pangan global sebagai pendorong terbesar kerusakan lingkungan
Menangkal Asap Rokok dan Covid-19 dengan Kampung Bebas Asap Rokok
Momentum pandemi jadi sarana efektif untuk edukasi bahaya asap rokok
Kesehatan Bumi dan Mental
Organisasi psikiater di Amerika Serikat, the American Psychiatric Association, menjelaskan bagaimana krisis iklim ini mengganggu kesehatan mental
Bendrong Menuju Dusun Mandiri Energi dan Pangan
Program rintisan biogas dikembangkan menjadi sistem pertanian terpadu. Ekonomi meningkat dan lingkungan terjaga.
Make Up Baik Untuk Iklim
Tren pemakaian make-up alias dandanan tak pernah mati. Tengok saja YouTube dan media sosial, di sana bertabur aneka konten tutorial berdandan.
Kulon Progo Terus Melawan Asap Rokok
Kebijakan antirokok tetap berlanjut meski ganti pemimpin
Bahaya E-Waste untuk Iklim
Sampah elektronik atau e-waste juga menjadi sumber emisi, sehingga bumi makin panas
Jernang Emas Rimba yang Terancam Punah
Jernang bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga bagian dari tradisi Orang Rimba menjaga lingkungan
Berhitung Plastik Pada Kopi Senja
Indonesia adalah salah satu negara dengan konsumsi kopi terbesar di dunia. Secara perekonomian, ini tentu baik. Tapi seperti pedang bermata dua, sisi lain industri kopi kekinian mulai mengintai.
Ketika Burgermu Memanaskan Bumi
Tahukah kamu kalau daging lezat yang kamu makan itu berkontribusi pada perubahan iklim?
Adaptasi Petani Kendal Atasi Kekeringan
Kekeringan menjadi langganan petani selama puluhan tahun. Krisis air makin parah akibat perubahan iklim. Strategi adaptasi mulai dirintis kelompok pemuda.
Membangun Rumah Ramah Lingkungan
Ada banyak jalan menuju Roma. Ada banyak cara pula orang menunjukkan kepeduliannya pada lingkungan. Kali ini, Podcast Climate Tales mengajak kita ‘bedah rumah’ Minisponsible House yuk.
Menjaga Mangrove Pantai Bengkak
Konservasi mangrove untuk cegah abrasi akibat perubahan iklim. Perpaduan dengan wisata edukasi memberi nilai tambah ekonomi bagi warga
Nasib Petani Tembakau di Pulau Lombok
Petani mitra maupun swadaya sulit mendapat penghidupan layak karena ketidakpastian harga tembakau. Pandemi Covid-19 makin membuat nasib mereka terpuruk.
Melambat Bersama Slow Fashion
Industri Fashion adalah polutan terbesar kedua di dunia, setelah minyak dan gas. Tak heran karena dalam prosesnya prosesnya Industri ini banyak mengesampingkan kelestarian lingkungan.
Most Popular / Trending
Recent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Pandemi dan Kesejahteraan Jurnalis dalam Krisis
Kabar Baru Jam 8
Seperti Apa Tren Wisata 2021?
Kabar Baru Jam 10