SAGA

Belajar Toleransi di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (3)

Ilustrasi.

Kelas Merdeka

Sistem belajar-mengajar di SMA Selamat Pagi Indonesia sedikit berbeda dibanding SMA pada umumnya. Sekretaris sekolah, Agus Setiadi menuturkan,“ Metodenya kelas merdeka, maksudnya guru mengajar itu tidak harus  berdiri di depan di kelas guru bisa mengajarnya di taman, di joglo, kita punya ruang kelas,  guru bisa berekspresi apapun, contoh diawal guru mau nyanyi ndak papa, misalkan guru mau buat kuis, pelajaran bahasa Inggris dia mau ajak mereka ke pasar dan sebagainya ndak papa bebas disini kelas merdeka, muridnya pun juga bebas, contoh pada saat di kelas muridnya ngantuk, ya berdiri sambil mendengarkan.“

Siswa dan guru diharapkan tidak bosan. Ilmu yang diajarkan  guru pun diharapkan terserap maksimal. Jam belajar di sekolah dimulai dari pukul 7 pagi hingga  3 sore. Setelah bersekolah siswa dapat mengasah kemampuan akademik atau non-akademik dengan kakak kelas atau alumni.

Sejak menerima siswa enam tahun silam Sekolah SPI sudah meluluskan lebih dari 350 siswa. Para alumninya  sebagian besar masih menetap di sekolah ini. Mereka tak kembali ke daerah asal karena sudah tak memiliki keluarga. Alasan lain karena ingin mandiri dan mengembangkan kemampuan wirausaha.  Sharen Della Sandra salah satu alumni menuturkan,“Kalau untuk keluarnya itu sudah banyak orang yang menawari istilahnya saya masih se biji jagung saya saya harus perlu menambah ilmu yang banyak di sini, ilmu saya masih sedikit dan saya masih butuh Koh Jul butuh orang-orang tim yang luar biasa di sini karena beliau ini orang yang hebat, jadi saya mengejar ilmunya beliau semua.“

Tawaran pekerjaan yang ditolak  gadis 20 tahun ini  misalnya datang dari beberapa rumah produksi televisi. Perempuan asal Madiun, Jawa Timur ini memiliki bakat seni. Tahun lalu misalnya ia pernah dilibatkan dalam tarian kolosal di hadapan Presiden SBY saat Hari Kebangkitan Nasional di Jakarta. Prestasi lain ia pernah juara bintang televisi.

Selama bersekolah di SMA SPI, anak yatim-piatu ini mengakui materi kewirausahaan dan toleransi begitu membekas.  “ Kalau di hidup ini ada hardskill dan life skill, disini saya lebih belajar banget mengenai life skill jadi  bagamana saya bisa belajar untuk bertahan hidup, saya memang banar-benar melihat hidup yang nyata di sini,“ jelasnya. Sharen menambahkan,“Ada tempat yang bisa menyatukan Bhineka Tungal Ika dari Sabang sampai Merauke dan lima agama jujur ini baru ditemukan pertama kali disini, memang kita ditekankan disini bahwa kita semua saudara. “

Lain lagi kesan Stefi Galela, pelajar SMA SPI. “ Banyak hal yang kita pelajari di sini, mulai dari sekolah sama dengan kurikulum biasanya tetapi kita ada tambahan yaitu kewirausahaan,  karena kita juga punya laboratorium “Kampoeng Kidz” ini, jadi sebagai labratorium raksasa yang mempelajari tentang entrepreneurship,  jadi kita di sini belajar sesuai dengan bakat dan kemampuan kita masing-masing ,“ katanya.

Tinggal satu kamar dengan rekannya yang berbeda suku dan agama sempat membuatnya rikuh. Namun lambat-laun kebersamaan dan sikap saling menghargai terjalin. “ Kalau misalnya dalam kamar asrama  itu kan ada beda suku.Seperti saya kan ada dari Sulawesi sama Jawa, ada tiga agama kita di dalam Kristen, Hindu sama Budha, ada ibadah pagi itu jam 5 pagi misalnya pagi-pagi itu sulit bangun saling membangunkan, “ jelasnya.

Dia menambahkan, “ Pertama motivasi kebersamaan jadi di sini itu saya melihat kekeluargaan yang sangat erat, kebersamaan yang ada di sini itu memotivasi saya teman-teman, terus yang kedua motivasi dari Koh Jul juga yang tidak sama dengan teman yang di luar.”

Serupa dengan Sharen, selepas lulus nanti Stefi ingin memperdalam ilmu kewirausahaannya di sekolah ini. Keduanya punya harapan sama, ilmu yang mereka dapat kelak  bisa bermanfaat bagi banyak orang.

Editor: Taufik Wijaya

  • toleransi
  • wirausaha
  • sekolah
  • pendidikan
  • batu
  • petatoleransi_10Jawa Timur_biru

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!