SAGA

Belajar Toleransi di Sekolah Selamat Pagi Indonesia

"Ada kebiasaan unik di sekolah ini. Guru dan siswa saat belajar-mengajar atau bertemu diwaktu kapanpun saling menyapa dengan ucapan selamat pagi."

Dhina Chahyantiningsih

Ilustrasi.
Ilustrasi.

KBR68H - Sekolah di Kota Batu, Jawa Timur ini mengajarkan siswanya untuk semangat berwirausaha dan menghargai perbedaan. Muridnya  berasal dari pelosok tanah air. KBR68H datang ke sekolah gratis bagi siswa miskin tersebut. Berbincang dengan pengelola sekolah dan siswa.

Udara sejuk khas pegunungan begitu terasa saat berkunjung ke SMA Selamat Pagi Indonesia atau SPI. Sekolah menengah atas  multi kultur itu terletak di Kecamatan Bumiaji,  Kota Batu,  Jawa Timur. Agus Setiadi, Sekretaris di SMA SPI  menyambut kedatangan KBR68H.Dia langsung mengajak berkeliling ke areal sekolah yang luasnya mencapai 10 hektar.

Ada kebiasaan unik di sekolah ini. Guru dan siswa saat belajar-mengajar atau bertemu di waktu kapanpun saling menyapa dengan ucapan selamat pagi. Agus menjelaskan maknanya. “ Ibaratnya kita selalu punya semangat, semangat seperti matahari pagi yang bersinar yang bisa menyinari banyak orang sehingga bisa berbagi buat orang,“ katanya.

Di sekolah ini hanya ada dua ruangan kelas yang dipakai bergantian siswa kelas 1 sampai 3. Selain itu berdiri pula kantor tata usaha, laboratorium kewirausahaan  dan bangunan asrama sekolah 4 lantai . Selebihnya areal sekolah ditanami aneka pohon dan sayuran organik. Tak jauh dari halaman sekolah mengalir anak Sungai Brantas.

Saat dikunjungi akhir pekan lalu, tidak ada aktivitas belajar-mengajar di sekolah ini. Meski demikian bukan berarti tak ada geliat aktivitas yang dilakukan siswa. Di salah satu sudut  sekolah puluhan siswa tengah berkumpul di sebuah bangunan terbuka. Pihak sekolah menyebutnya Kampoeng Kidz: laboratorium untuk siswa mengasah kemampuan wirausahanya. Sejumlah siswa tengah menjajakan ragam produk hasil kreasi mereka. Mulai dari souvenir sampai makanan ringan. Para pembelinya selain para siswa sendiri juga masyarakat umum.

“ Sebagai laboratorium entrepreneur (kewirausahaan-red) tapi sebenarnya ini untuk mengasah kemampuan mereka. Karena mereka di sini ditumbuhkan minat dan bakatnya, dari sanalah mulai situ satu persatu divisi-divisi berdiri, sebenarnya intinya untuk menambah pedapatan mereka supaya mereka  punya uang saku, supaya mereka bisa tinggal karena mereka kan mayoritas sudah tidak punya keluarga,“ imbuh Agus.  

Sebagian besar siswa sekolah ini memang berasal dari keluarga miskin yang tidak memiliki orang tua

  • toleransi
  • wirausaha
  • sekolah
  • pendidikan
  • batu
  • petatoleransi_10Jawa Timur_biru

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!