SAGA

Bertandang ke Desa Penghasil Petasan (2)

Bertandang ke Desa Penghasil Petasan (2)

Proses Pembuatan


Hari menjelang petang, suasana di depan rumah Kepala Desa  tampak ramai. Beberapa remaja duduk bercengkerama di samping rumah.

Seorang perajin petasan,  MH ikut hadir. Ia menceritakan proses pembuatan petasan yang menurutnya  memakan lama sekitar dua jam. Semua bahan mentah yang sudah ada, dicampur jadi satu menggunakan media atau wadah yang tidak menimbulkan gesekan atau memicu ledakan.Untuk menghindari risiko  ledakan atau terbakar, bahan baku tersebut di masak di ruang terbuka. “Kalau sudah itu, diaduk. Itu ngga pa-pa, itu. Nanti dikeringkan, dijemur. Itu yang nggak bahaya, ces-nya kan ngga bahaya. (Jadi berapa ratus atau ribu petasan sekali masak ?) sekitar 500-600. Ukuran yang segini, yang sejari itu, “ jelas MH sembari menunjukkan ukuran jarinya.

Bahan baku untuk membuat petasan ini biasanya didatangkan  dari daerah Bangil, Pasuruan, Jatim.  MH melanjutkan dalam proses pembuatan  petasan, semua anggota keluarga ikut dilibatkan. Mulai dari kaum ibu sampai anak-anak. Mereka misalnya membantu proses pengisian bubuk mercon, hingga menempelkan cap atau merk di badan petasan.

“Perseribunya itu melintingnya itu Rp 10 ribu. Perseribu batang itu upahnya Rp 10 ribu. Perhari bisa dapat 3000 ribu sampai 2500 batang. Dibawa pulang sendiri-sendiri. Kan lumayan, anak kecil bisa dapat Rp 35 ribu. Ibu-ibu, kan Rp 35-40 ribu kan lumayan, untuk sambilan di rumah,” katanya.

Petasan yang berisi 50 buah kemudian dikemas dalam plastik. “Harga jualnya minim kalau sebelum hari puasa itu minim Rp 15 ribu. Kalau sudah puasa sampe Rp 25-30 ribu perpak, isi 50. Sampai Rp 25-30 ribu. Kalau awalnya kan Rp 15 ribu, “ terang MH.

Sebagai perajin petasan, MH tahu pekerjaannya penuh risiko. Termasuk ancaman digerebek dan ditahan  polisi.
 

  • petasan
  • desa keras
  • jombang
  • ramadan
  • tradisi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!